Bab 32: Double day leave.

114 15 12
                                    

"Pergilah. Tak apa. Aku kuat."
Marion Mutia Arkansa

"Marion Mutia Arkansa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
B

rukkk ...

Suara itu mampu mengisi ruang yang tadinya ricuh menjadi senyap, Arden langsung mengangkat Marion untuk masuk ke dalam ambulan yang sudah datang sejak tadi.

"Bi, nanti bilang ke Mutia. Mama di ICU," ujar Arden yang tak memperdulikan lelaki paruh baya yang sudah terduduk sungar di lantai sekarang. "Gak perduli 'kan lo?" tanya Arden berlalu tepat di hadapan Baron.

Sedangkan Mutia sudah berada dipelukan Anisla---Mama Hanggini sambil menangis sejadi-jadinya, "Mutia gak ngelakuin apa-apa Ma, sama Aidan ...," lirih Mutia sangat rapuh. Hanggini hanya bisa tersenyum sendu melihat hari ke hari kehidupan seorang gadis badgirl yang ternyata korban brokenhome.

Anisla hanya bisa membelai surai Mutia perlahan, "Iyah, Mama tau kamu dan Aidan kaya gimana pacarannya. Mereka cuman salah paham aja kok sayang, untuk beberapa hari kamu bisa di sini dulu, gkpp kok," tutur Anisla sangat lembut yang masuk ke dalam kuping Mutia dengan indah.

Hanggini mulai menelpon Aidan, "Ma, Mut. Anggi ke luar dulu yah," pamitnya dan mulai menelpon nomer yang sudah dia tuju sedari tadi.

Tring ... tring ...

"Ada apa, Nggi?" tanya Aidan di seberang sana.

"Mutia perlu lo, sekarang. Gini aja, kita ajak dia ke taman kota, buat hibur diri dia," ucap Hanggini dengan cepat. Namun, Aidan tak menjawab satu kata pun, melainkan ada suara perempuan menyeru dasyat yang mampu membuat shock Hanggini.

Aahhh ...

Hanggini tak menyangka, "Bangsat! Lo sama siapa? Jawab gw!" jerit Hanggini mulai naik pintat.

"Lo salah paham, Nggi! Bisa diam gak sih lo kalau belajar!" jerit Aidan kepada gadis yang baru sanya menyeru suara-suara lembutnya.

"Aaa ... Aidan! Fasterr ...."

Ya, begitulah suara licik dari gadis yang padahal dia sedang mengerjakan tugas tambahan dan memaksa untuk Aidan mengajarinya, siapa lagi kalau bukan Karmila---ex mantannya.

"Bangsat!"

Hanggini langsung pergi ke dalam dengan emosi tak terkendali, "Mut, ikut gw ke rooftop," pinta Hanggini yang langsung menaiki tangga rumahnya dan menuju ke tempat teratas rumahnya. Mutia bingung dengan perubahan Hanggini saat ini.

"Lo kenapa?" tanya Mutia tenang, "Gue minta maaf, lo bisa dengerin ini," ucap Hanggini yang sudah menyodorkan HPnya dengan membuka aplikasi perekam suara.

Hanggini hanya bisa diam seribu bahasa, "Gue minta maaf, tandinya mau ngajak Ai--" Mutia hanya bisa tersenyum dan menggeleng, untuk merasakan tenang dalam kehancurannya.

"Bullshit, sayang dalam bentuk apa sama gue?" Mutia membatin, dan mulai terduduk di atas kursi yang langsung menghadap ke arah langit malam.

"Lo gak salah Nggi, makasih yah sudah mau jadi sahabat gue selaka ini. Terima kasih banyak, sudah mau nganggap gue jadi keluarga lo juga, tapi kayanya gue besok gak di sini lagi, gue pindah ke kost-kostan dekat sekolah, lo bisa datang ke sana kapanpun, maafin gue selama ini gak bisa jujur sama lo ..., hehe," tutur Mutia sambil menahan isakan yang sudah melebur hatinya, lara yang rimpuh membuat hati Mutia sangat hancur.

Tiba-tiba HP Mutia berdering, mendapatkan misscall berpuluh kali dari ARTnya. Mutia mulai menelpon kembali kepada Art, Bibi Nina.

***

Malam sudah berlalu, hari mulai runtuh mengahncurkan segala arti penting dalam kehidupan gadis yang kuat dan tenang ini. Ya, Dia Marion Mutia Arkansa---Anak bungsu dan sangat dibedakan menjadi benteng terkuatnya saat ini.

"Ma, terima kasih atas kerja kerasnya selama ini. Ma, maafkan jika Mutia belum bisa jadi anak kebanggaan Mama, Ma ... banyak hal yang Mutia lakukan membuat hati Mama selalu hancur, rapuh, dan rusak hanya karena Mutia. Ma ... Mutia rindu pelukan hangat Mama, Ma ... Mutia rindu omelan Mama, Ma ... Mu-mutia sudah bisa berdiri sendiri," tutur Mutia tepat di hadapan batu nisan tertulis nama orang yang paling berarti di hidupnya saat ini.

Marion Cut Meutia
Binti
Artantha Teuku Mignon
Lahir: 24-Januari-1970
Wafat: 21-Januari-2021

Mutia mulai bangkit dari duduknya dan mulai berjalan menuju arah yang lain, bukan menuju rumahnya saat ini. Namun, saat hendak menyebrang, ada seorang laki-laki menarik dan mendekapnya masuk ke dalam hangatnya pelukan yang sudah lama dia rindukan.

Tetapi, perasaannya sudah hancur, lebur dan berkeping layaknya kaca ketika ditampar dan tak bisa menyatu kembali.

"Aku rindu princess Elsa, rindu ...!" tutur Aidan manja, membuat kedua tangan Mutia terpaksa tidak membalas dekapannya tersebut sambil tersenyum tipis.

Mutia mulai melepas tangan Aidan, "Kenapa? Gak suka yah? Gw kangen banget, Mut sama lo," sanggah Aidan tak menerima. Mutia tetap melepasnya, "Terima kasih atas segalanya yah, gue udah baik, dewasa, mandiri, gak cengeng, gak rapuh, dan gue akan selalu kuat. Tanpa lo, gak papa kok, makasih untuk 3 tahunnya bersama gue," tutur Mutia membuat Aidan menggeleng kuat, "Maksudnya? Gak-gak, tetap bersama gue Mut," pinta Aidan.

"Semangat move-on, dan bahagia sama yang membuat lo puas sekarang ya. Terima kasih, maaf kita ...







....











...
















...


Putus." Satu menit kemudian, Aidan benar-benar memeluk erat Mutia tak bergeming dengan orang sekitar mereka yang sudah menyaksikan.

Mungkin hari ini, dan hari nanti akan menjadi hari di mana Mutia bisa bangkat menjadi jati dirinya kembali.

"Maaf."


***
Sediakan tisu sebelum membaca ya bor
Terimankasih, atas dukungannya selama ini, dan terima kasih atas supportnya, jangan lupa

KOMEN, DAN VOTE nya yah biar update terus.

See My Crush (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang