'00.35'

47 4 25
                                    

Di dunia ini masih banyak orang baik. Jangan dicari, nanti juga akan datang dengan sendirinya.

-Arshintacantik.

~~~

Seharian tidak mengikuti pelajaran karena sidang kasus vidio ini, bu Diah mengajukan sidang sekolah, yang dimana disitu akan dikumpulkan para guru, kepala sekolah dan pembuat masalahnya. Gue di introgasi awal kejadian hingga Akika masuk rumah sakit, bu Diah membawa seseorang yang bisa melacak keberadaan handphone, dan Akika yang diminta sebuah pengakuan atas terjadinya kasus ini.

Gue lega akhirnya bisa mempertahankan diri di sekolah ini, dengan bukti-bukti yang ada. Dari mulai vidio di handphone Akika yang semalam katanya dia mau membuat vlog, keberadaan handphone gue yang ada di rumah seseorang, ditambah lagi pengakuan Akika.

Setelah sidang selesai, gue langsung beranjak pulang karena ingin rasanya merebahkan diri dari dunia yang memang sedang tidak berpihak ke diri gue. Baru saja memasuki rumah, papah sudah memanggil dengan nada yang tinggi.

"Apa?" Tanya gue pasrah.

Papah beranjak diri dari sofa di ruang tamu, "kamu punya otak nggak?"

"Punya lah," sahut gue pelan.

"Kalau punya tuh dipake! Kamu tuh di didik dari kecil, kenapa pas udah gede kelakuannya kaya anak brandal gini? Malu-maluin aja," cibir papah.

Tangan gue gemetar, ditambah lagi mata sudah memanas, ingin rasanya menumpahkan air mata. Tetapi yang ada papah pasti akan lebih marah.

"Arshinta bisa jelasin."

"Nggak perlu, di vidio itu sudah jelas semua. Memang pada dasarnya dari kecil hidup kamu cuma bisa buat malu doang, nggak pernah sekali pun bikin orang tua bangga," ujarnya yang sudah sangat emosi.

Gue menutup mata dan menahan nafas agar air mata ini tidak keluar, "papah selalu nuntut, tanpa papah tau apa kemauan Arshinta."

"Kemauan apa yang nggak pernah papah tau?"

"Coba sebutin satu aja, apa yang Arshinta mau?" Tantang gue, sedangkan papah hanya bisa terdiam.

"Nggak tau kan? Bahkan hingga detik ini Arshinta mau jelasin apa yang sebenarnya terjadi aja papah nggak mau tau,"-gue mencoba menahan nafas dengan tenang agar tidak ada suara isakan tangis keluar-"dari kecil apa yang Arshinta mau nggak pernah papah turutin. Beda sama Ananta yang kalau mau sesuatu, hari itu juga langsung diturut sama papah."

Gue terdiam sejenak ingin mengeluarkan suatu pertanyaan yang selama ini ingin gue lontarkan, namun selalu tertahan, "Arshinta ini sebenarnya anak kandung atau bukan sih?"

Ruangan hening, semua yang berada disini hanya bisa beradu tatap merasakan emosi yang di rasakan masing-masing. Gue melangkahkan kaki menuju kamar, membereskan apa yang perlu dibawa dan dimasukkan ke sebuah tas besar.

Iya, gue mau pergi. Kepergian adalah jalan terbaik ketika kita sudah tidak diinginkan. Untuk apa bertahan? Jika di kedua belah pihak merasa saling tidak nyaman.

Gue turun dengan menggendong tas, semua orang masih di ruang tamu. Terdiam, entah apa yang sedang ada di fikirannya.

Ananta menatap dan sadar apa yang akan gue lakukan, "shin mau kemana?" Tanyanya.

Mamah dan papah ikut menatap gue heran. Gue mengambil nafas panjang lalu membuangnya, "pergi ke tempat Arshinta bisa lebih dihargai."

"Pergi kemana? Di luar sana bahaya," ucap mamah memperingati.

"Jangan ditahan! Biarin dia belajar dewasa dengan pemikirannya," tegas papah.

"Mau seberapa dewasa umur anak perempuan, dia tetap anak kecil bagi keluarganya,"-mamah mengusap air matanya-"Arshinta masih kecil pah, belum waktunya dia belajar dari dunia luar," bela mamah dengan suara yang terdengar sendu.

"Mau sampai kapan kita biarin sikap Arshinta yang semakin hari semakin keterlaluan? Dia perempuan, harus bisa bersikap dewasa!" Elak papah tidak terima.

Dari pada harus mendengarkan perdebatan yang membuat kepala semakin pusing, gue langsung saja melangkahkan kaki keluar tanpa pamit sekalipun. Langit ikut mendung seakan tau apa yang dirasakan oleh hati, dan angin pun bertiup seakan menjadi teman perjalanan kali ini.

Gue bergumam pelan, "Ketika keadaan selalu menekan untuk membuat kita lebih dewasa, dan disitu pula ketaksaan dalam diri selalu bertanya, kemana kita harus pergi? Dan dimana tempat untuk kita berpulang?"

Kaki terus melangkah, entah mau kemana tujuannya. Andai gue mempunyai atm yang isinya uang berjuta-juta, mungkin gue akan tinggal di apartemen seperti kebanyakan cerita. Namun, ini gue, seorang Arshinta yang bahkan pergi hanya berbekal uang tabungan yang cukup untuk makan selama beberapa minggu.

Rintikan hujan akhirnya turun, gue lari menuju halte untuk berteduh. Duduk termenung menatap air yang membasahi jalanan dan membuat genangan. Saking asiknya termenung, hingga tidak sadar sudah ada seseorang lelaki di sebelah kanan.

"Dibanding manusia, semesta lebih mengerti perasaan kan?" Tanya seseorang yang membuat gue tersadar.

Gue mengernyitkan dahi tidak percaya dengan lelaki yang sekarang berada di sebelah kanan, "Nicko?"

Dia terkekeh, "Jika lelah atau sedih, ungkapkan saja. Menangis bukan menandakan lemah, mengeluh pun bukan berarti kalah."

Gue tertawa mendengar ucapan Nicko, sedangkan dia menatap dengan penuh pertanyaan.

"Kenapa?"

"Ketika luka bisa tertutupi oleh tawa, bukankah itu sebuah kekuatan tersendiri?"

"Nggak selamanya luka harus ditutup dengan tawa."

Gue terdiam tidak bisa menjawab perkataan Nicko barusan.

"Mau kemana shin?" Tanyanya saat melihat tas gue.

"Nggak ada tujuan ko," jawab gue sembari memberi senyuman palsu.

Nicko tampak berfikir, "mau ikut ke panti nggak?" Tawarnya.

"Panti asuhan?" Tanya gue tidak percaya.

"Iya, kebetulan panti itu yang ngurus ibu saya," jelasnya dengan hati-hati

Gue menghela nafas, "ko, lu tau kan gue lagi bermasalah, nanti yang ada malah ngerepotin."

"Nggak sama sekali, shin. Percaya sama saya," pintanya.

Bukannya menjawab gue malah kembali terdiam, takut kalau masalah yang dihadapi akan membawa-bawa Nicko dan keluarganya.

"Shin, kamu bisa cerita apapun sama ibu atau Via, mau ya?" Ajaknya sekali lagi.

"Via itu yang ngasih kamu minuman di lapangan?" Nicko menjawab pertanyaan gue dengan anggukan.

Tanpa berfikir lagi gue menerima tawaran Nicko. Kita berdua langsung menaiki angkutan umum menuju panti. Di sepanjang jalan gue menatapnya kagum, ternyata di dunia ini masih ada orang baik seperti dia.

~~~

Halo, apa kabar? Seperti biasa semoga kalian tetap baik-baik saja. Jangan lupa vote dan komennya, luv u🖤

ARSHINTA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang