'00.38'

42 3 10
                                    

Hingga akhirnya, kita hanya butuh diberikan waktu untuk menjadi diri sendiri.

-Arshintacantik

~~~

Nicko, sesosok laki-laki yang telah datang di kehidupan pada saat gue sedang benar-benar jatuh. Jika difikir lucu juga setiap pertemuan yang kita alami. Dari mulai kejadian di lapangan saat masa pengenalan lingkungan sekolah dia memberi kertas ulang tahun ke gue, menumpahkan minuman ke baju saat di kantin, bertemu di uks saat Cantika sakit, dan dia juga orang yang gue temui saat membeli bubur setelah olahraga bersama Fanny.

Oh iya, gue jadi ingat Fanny si sahabat satu itu. Memang awalnya gue benci karena dia telah menjadi pengkhianat dalam kehidupan gue. Tetapi setelah difikir kembali itu semua salah, karena bagaimanapun semua terjadi atas sikapnya yang memang gampang terpengaruh. Jadi gue nggak bisa untuk membenci orangnya. Dia, Anis dan Ria masih berteman, hanya saja gue yang menjauh. Karena gue selalu bersama Nicko.

Balik lagi deh ke Nicko, lebih seru cerita tentang dia. Terkadang gue sangat kagum dengan kesederhanaannya. Di status nya yang pelajar, dia rela bekerja di sebuah cafe untuk belajar mandiri. Nah, gaji yang diterima ia belanjakan sebagai hadiah untuk anak-anak panti.

"Shin," panggil seseorang yang membuyarkan lamunan, dia seorang perempuan yang bekerja di cafe tempat Nicko dan gue bekerja.

"Apa mba?"

"Dari tadi perasaan mba nggak liat Nicko, dia kemana?"

"Dia nggak datang, sakit."

"Gantian nih ceritanya? Kemarin-kemarin kamu yang nggak datang."

Kita berdua tertawa karena ucapan dia barusan, memang benar adanya kemarin-kemarin gue tidak datang karena memang lagi butuh waktu untuk sendiri.

"Shin, tolong antarkan minuman ini ke meja nomor tiga belas dong," pinta mbanya.

"Oke sini," Ucap gue sambil mengambil alih nampan yang diatasnya minuman.

Gue melangkahkan kaki menuju meja yang dituju, dengan hati-hati memindahkan minuman itu ke meja. Saat memutar balikan badan, tiba-tiba pergelangan tangan gue tercekal. Dan tersadar saat menoleh ternyata di meja itu ada Rexa, Kevin, Fanny, Anis, Ria dan Cantika.

Anis langsung memeluk gue sambil mengeluarkan air mata, "gue kangen banget Arshinta yang dulu," bisiknya.

"Shin, gue sudah tau semua tentang lu. Lu kabur dari rumah hampir empat bulan. Kenapa lu nggak cerita sama gue? Gue benar-benar gagal jadi teman baik lu, padahal lu selalu ada disaat gue jatuh," lirih cantika.

Ria berdiri dan mengusap bahu gue, "gue sedih banget saat tau apa yang terjadi. Tapi lebih sedih lagi disaat lu benar-benar butuh dukungan, gue seakan-akan nggak mau tau tentang lu," Ucapnya.

Gue menatap Fanny yang tertunduk diam sambil mengusap air mata yang sudah terjatuh. Rasanya sangat tidak kuat ketika berada di situasi seperti ini. Dimana gue harus bertemu dengan mereka kembali.

Gue menarik nafas sedalam-dalamnya untuk menyembunyikan air mata yang ingin terjatuh. Sudah cukup banyak air mata yang dikeluarkan, mereka tidak boleh melihat gue lemah.

"Gue nggak minta belas kasih dari kalian. Karena tanpa kejadian kemarin, gue nggak akan bertemu dengan keluarga yang benar-benar menyayangi gue dengan tulus." Mereka semua menatap heran dengan ucapan gue barusan.

Rexa mendekat dan berucap, "hingga detik ini gue hidup hanya penuh dengan rasa bersalah. Maafin gue, karena kehadiran gue, membuat hidup lu lebih tersakiti. Gue sadar, gue bodoh karena melampiaskan sakit, kepada orang yang sedang menyakiti dirinya sendiri."

ARSHINTA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang