'00.29'

36 3 24
                                    

Apa yang harus kujawab, ketika mereka menanyakan tentangmu?

-ArshintaCantik

~~~


Dua hari sudah mengurung diri karena kejadian yang tidak pernah terfikir akan terjadi seperti ini. Ya layaknya perempuan yang membutuhkan waktu untuk menyendiri. Gue memang belum ikhlas menerima semua ini, tetapi bukan berarti harus mengemis-ngemis cinta seperti beberapa perempuan yang pernah gue temui.

Sulit memang, menerima kenyataan dimana orang yang dicintai ternyata menghianati. Tidak ada satupun orang yang bisa mencegah terjadinya ini. Tetapi jangan jadikan ini sebagai ajang untuk menangis seakan-akan hidup hanyalah tentang cinta saja. Masih banyak hal yang perlu dilakukan.

"Arshinta anaknya Alex," panggil mamah sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar.

Mau tidak mau rebahan ini harus diakhiri, "kasur sebentar ya dipanggil mamah," pamit gue ke kasur.

Baru saja membuka pintu, mamah sudah berkecak pinggang.

"Bagus ya jam segini masih rebahan. Bukannya ngepel, nyapu, nyuci piring. Kamu perempuan bukan?" Gerutu mamah dengan suara khas ibu-ibu yang sedang memarahi anaknya.

"Perempuan lah," jawab gue dengan santay.

"Perempuan ko males."

Perkataan mamah membuat gue tertawa. Sedangkan mamah menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mau ikut ke pantai nggak? Ayo liburan jangan di kamar terus, kaya nggak punya kehidupan aja. Sama tu kelakuannya seperti si Alex," sindirnya.

"Pah liatin digibahin mamah!" adu gue dengan berteriak.

Mamah membelalakan matanya lalu mencubit pinggang gue, "jangan ngadu dong," pintanya.

Lagi-lagi gue tertawa mendengar ucapan mamah. Tak butuh waktu lama, papah menghampiri kita berdua.

"Apa yang digibahin?" Tanyanya dengan suara datar.

"Tuh si mamah gibahin papah," tuduh gue dengan terus-terusan tertawa.

"Dih apa si nggak, Arshinta nih suka aneh." Mamah membela dirinya.

"Aneh kaya kamu." Jawab papah.

Mamah mengerucut kan bibirnya, kalau bukan orang tua dah gue kuncir bibirnya.

"Gimana ikut nggak?" Mamah bertanya kembali tentang ajakannya tadi.

Gue menghela nafas lalu berucap, "nggak deh, males."

"Males terus kalau diajak keluarga, coba Rexa yang ngajak, langsung meluncur." Sindir mamah.

"Ajak aja sekalian rexa," timpal papah.

Gue berdecak kesal, "apaan si, ko si rexa."

"Lagi marahan dia sama rexa, tuh buktinya ngurung selama dua hari. Tapi anehnya pah, kalau laper dia keluar," ujar mamah membuat gue terdiam.

"Ngapain ngurung diri kaya gitu? Nangis cuma karena rexa?" Tuduh papah.

"Ih apa si ngapain nangisin cowo, kan papah sendiri yang bilang 'jadi perempuan tuh jangan cengeng' masi inget akuma."

Ya memang, dari kecil papah selalu mendidik dengan keras, agar anak perempuan satu-satunya menjadi pribadi yang kuat. Salah satunya ya dilatih agar tidak menangisi hal apapun yang terdengar sepele di telinganya.

"Yaudah kalau nggak mau ikut, nggak rugi mamah," ujar nya yang langsung pergi dan diikuti papah.

"Tapi aku mau main sama cantika!" teriak gue meminta izin.

ARSHINTA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang