Terkadang ada masanya kita merindukan hal-hal yang sudah tidak bisa dilakukan lagi di masa sekarang.
-ArshintaCantik
~~~
Hari ini, hari dimana gladi bersih perpisahan diadakan. Entah apa yang harus dirasakan, antara sedih atau bahagia. Semua sibuk pada kegiatannya masing-masing. Sedangkan gue malah asik menikmati semangkuk bakso, dan secangkir es teh di kantin. Tidak lama kemudian, Nicko datang membawa satu amplop, dan dia memberikan amplop itu ke gue.
"Undangan," ucapnya.
"Oke. Terima kasih."
"Berikan pada orangtuamu."
"Ke ibu saja nggak boleh?"
Nicko duduk di samping gue. Memberikan senyuman manisnya, dan menatap gue seakan ingin mengatakan sesuatu.
"Kenapa, ko?"
"Besok hari penting. Orangtuamu juga pasti ingin datang ke perpisahan."
"Tapi-" ucapan gue terpotong karena Nicko menaruh jari telunjuknya di bibir gue.
"Jalin kembali hubungan baikmu dengan orangtua, shin. Mereka pasti menunggumu pulang."
Gue mengangguk setelah mendengar perkataan Nicko. Entah kenapa setiap perkataannya membuat gue menurut begitu saja.
"Gladi bersih kapan dimulai?" Tanya gue.
"Lima belas menit lagi."
Baru saja ingin bertanya kembali. Nicko sudah ditelfon seseorang, dan sesegera mungkin pergi berlari meninggalkan gue sendiri. Gue segera menghabiskan bakso dan es teh lalu pergi ke lapangan dimana sudah ramai oleh anak-anak angkatan, yang sudah bersiap ingin gladi.
Gladi bersih dimulai, semua berjalan dengan semestinya. Setelah selesai, gue langsung segera pulang dibanding harus berbincang-bincang terlebih dahulu. Seperti biasa, gue pulang menaiki angkutan umum. Kali ini tidak bersama Nicko, karena dia masih ada rapat osis. Sesampainya di panti, gue tersenyum. Empat bulan lebih berada disini, banyak kenangan yang tercipta. Dan kini, sudah waktunya melangkahkan kaki melanjutkan kehidupan yang akan datang.
"Shin," panggil ibunya Nicko yang langsung menghampiri gue.
"Kenapa, bu?"
"Besok bukan perpisahan, melainkan awal dari segala kehidupan. Kamu sudah harus bisa bersikap dewasa. Harus bisa menentukan pilihan terbaik. Terutama untuk dirimu sendiri, ya?"
Tanpa ragu, gue langsung memeluk ibu. Pelukan yang menjadi penenang dari lika-likunya dunia. Kini menjadi pelukan takut kehilangan.
"Arshinta maunya tetap disini. Bahagia bersama ibu, Nicko, Via dan anak-anak lainnya," ucap gue dengan sendu.
"Ibu juga maunya seperti itu. Tapi, jalan hidupmu masih sangat panjang. Dan disini bukan tempat perjalananmu."
"Aku takut nggak bisa mengendalikan diri seperti kemarin."
Ibu melepaskan pelukan. Mengusap rambut gue penuh kasih sayang. Dan tidak lupa dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Nak, kamu itu sosok wanita yang hebatnya bukan main. Kamu pasti bisa melewati segala rintangan. Jika kamu merasakan lelah, tempat ini akan selalu terbuka untukmu."
"Arshinta sayang ibu."
"Ibu juga sayang kamu, nak. Sekarang, berikan undangan dari sekolah kepada orangtuamu. Mereka pasti menunggu."
Ibu memberikan tatapan yang sangat meyakinkan. Tanpa menunggu lama, gue langsung pamit untuk pergi. Kini, tujuan utama adalah ke kantor papah. Gue menaiki ojek yang ada di pangkalan dekat panti. Dan sesampainya disana, gue menyuruh tukang ojeknya menunggu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHINTA [SELESAI]
Ficção AdolescenteArshinta Anindira Maheswari nama yang sangat indah bukan? Ya indah tapi sayang kelakuannya membuat nama dan dirinya sangat jauh berbeda. Annoying girl sebutan dari teman-teman untuk dirinya, cewek absurd yang selalu membuat kekacauan dimanapun. Tapi...