04-Shop Till you drop

10.8K 2K 104
                                    

Neri, yang tidak pernah tahu bagaimana sebuah prosesi pertunangan disiapkan, terheran-heran dengan segala keribetan yang menyertai salah satu momen paling ditunggu oleh setiap manusia ini. Apalagi karena mereka tidak didampingi anggota keluarga perempuan dewasa yang bisa mengatur ini-itu. Hanya sebuah daftar kebutuhan yang ditulis oleh adik-adik perempuan Pra sebagai guidence.

Pra mengatakan kalau dirinya sangat beruntung memiliki tetangga seperti Neri, yang bersedia direpoti seperti ini. "Nanti kalau kamu menikah, kamu juga bisa mengandalkan aku, Ner." guraunya.

Tetapi bukan Neri namanya kalau tidak bisa mengambil sisi menyenangkan dari satu kejadian. Gadis itu memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya untuk merundung Pra habis-habisan. Dengan cara menyeret lelaki itu dari toko ke toko, mencari barang-barang yang dibutuhkan, dan mengabaikan keengganannya.

"Jangan konyol, Ner!" keluh Pra berusaha menghindar di detik terakhir ketika Neri membawanya di sebuah department store besar. "Aku tunggu di restoran itu aja, ya? Kamu pegang deh kartu debitku. Aku kasih tahu deh nomor pinnya. Kamu juga boleh belanja ..."

"Konyol?" Neri berkacak pinggang. "Mas Pra mau kawin nggak sih?" tanyanya jail.

Pra hanya mendesah pasrah. Tidak bisa berbuat lain dan menuruti kemauan Neri.

"Ner, tadi kamu bilang aku harus memilih sendiri apa yang cocok dan sesuai dengan selera calon istriku. Kenapa ujung-ujungnya malah kita memilih sesuai seleramu?" tanya Pra masam, setelah beberapa saat.

"Karena Mas Pra nggak bisa milih," balas Neri cuek. "Perempuan seusia kami, nggak bakalan mau dibeliin tas model emak-emak kayak gitu. Biarpun harganya selangit kalau norak juga ogah makenya."

"Tetapi Astrid tuh suka warna kuning, Ner."

"Iya, suka warna kuning. Tetapi nggak semua harus warna kuning yang sama, kan? Aneh jadinya kalau pakai warna yang sama dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Kayak orang habis ketumpahan cat, tahu nggak?"

Pra tertawa geli membayangkan apa yang dikatakan Neri. Benar juga! Tetapi kehebohan baru ketemu geregetnya ketika mereka harus berbelanja perlengkapan dalam.

"Dan siapa yang membuat aturan bahwa seserahan harus meliputi segala bra dan celana dalam?" omel Pra sebal. "Tidak cukupkah hanya berisi perlengkapan mandi seperti handuk dan segala tetek-bengek tak berguna lainnya?"

Tetapi mana Neri peduli? Gadis itu dengan sadis menyeretnya ke bagian khusus perlengkapan dalam wanita. "Udah deh, nurut aja! Kan mau kawin? Kan nggak mau expired?"

"Kamu puas banget ya, udah ngerjain aku?" Pra bersungut-sungut kesal.

"Puas? Banget," Neri terbahak-bahak. Menunjuk pada rak-rak yang memajang aneka perlengkapan dalam dengan aneka model dan gaya.

"Neri, masa sih kamu tega menyuruhku memilih pakaian dalam ini?" Pra celingukan tidak nyaman, merasa kehadirannya di wilayah yang meneriakkan aura intim itu sebagai ketidakpantasan. "Aku merasa kayak om-om mesum di sini."

"Jangan banyak protes. Tuh, Mas, yang model di sana itu kira-kira cocok nggak buat Astrid?"

Terpaksa Pra melihat lebih dekat pada deretan pakaian dalam berbahan renda sangat feminin yang dimaksud Neri.

"Renda jenis itu cantik banget, Mas. Seksi. Kayak di gambar por—"

Sebelum Neri menyelesaikan ucapannya, Pra sudah membekap mulutnya. Dan menyeretnya ke rak yang lebih aman dan masuk akal dengan model lebih sopan. Neri terkikik-kikik geli.

"Oke, deh. Kalau Mas Pra mau yang ini. Emang sih yang kayak gini nggak seseksi yang tadi. Tetapi dijamin nyaman, Mas. Nggak risi, nggak nyelip, pokoknya enak dipakai dan cantik," cerocosnya.

Marry Me Marry Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang