26 - Mixed Feeling

10.9K 2.1K 121
                                    

Berbicara dengan sang mama ternyata lebih mudah dari pada dengan Astrid.

Paling tidak, ibunya menghormati keputusannya untuk menyendiri sementara waktu. Bahkan menurut pengurus rumah tangga, Bu Agni terlihat lebih tenang sekarang. Setiap hari ibunya menghabiskan waktu di rumah tetangga, menemani Bu Lita yang beberapa hari terakhir ini sibuk menerima orderan kue. Pra tersenyum lega. Selama masih bisa berbicara dengan Bu Lita, artinya sang mama baik-baik saja. Love hate relationship yang tak putus-putus, menurut Neri. Kesimpulan yang membuat Pra selalu tertawa bila mengingatnya.

Pra selalu memantau perkembangan mama Neri melalui rekannya sesama dosen dan puas dengan kemajuan yang didapat wanita itu. Ini adalah jenis bantuan paling kecil yang bisa dia usahakan. Sebagai teman, Pra merasa dirinya sangat tidak berguna bagi Neri. Merepotkan sih sering banget. Tapi bantuan yang bisa dia berikan benar-benar tak seberapa. Membuatnya malu hati pada Neri.

Sebenarnya Pra merasa sangat bersalah pada Neri karena sepuluh tahun lalu, saat gadis itu sangat membutuhkan bantuan dan dukungan, dirinya tidak ada di sana untuk menemani. Karena di waktu yang sama dia pun sibuk dengan mempersiapkan masa depannya sendiri. Menyelesaikan kuliah dengan cepat, magang di kampus sekaligus berburu kesempatan beasiswa kuliah program master di luar negeri.

Saat dia telah kembali dan mulai beraktivitas penuh di kampus, Neri pun sudah menyelesaikan kuliah diplomanya dan sibuk bekerja di toko.

Saat itu Pra kesulitan untuk mendekati Neri kembali. Komunikasi di antara mereka sangat canggung. Apalagi ibunya tak henti-henti mengomentari semua yang dilakukan oleh gadis itu. Rasanya dia masih ingat bagaimana ibunya berulang kali menjejalinya dengan kalimat: 'Kasihan anak-anaknya Bu Lita, terancam jadi anak telantar dan si sulung bisa-bisa tidak bisa sekolah' hingga 'Anak perempuan disuruh kerja di toko jadi kasir. Keterlaluan!'

Untung Pra cukup bermuka badak. Meskipun pada awalnya Neri selalu saja sengak, lama-lama mereka bisa bersahabat kembali. Dan Neri adalah Neri. Begitu mereka akrab kembali, tak segan dia berbagi semua suka dan duka yang dialaminya. Dan gadis itu tak pernah mengungkapkan penyesalan sedikit pun pada pilihan hidupnya.

Dulu, menjelang Neri lulus SMA, Pra memang pernah bertanya pada ayahnya, apakah tidak ada kemungkinan membantu mengusahakan Neri kuliah gratis dengan beasiswa. Ayahnya menerima saran itu dan menawari Neri kesempatan untuk kuliah di almamaternya. Tetapi sayang, Neri menolak dengan alasan tidak mungkin baginya untuk mengikuti sistem pendidikan di universitas negeri sekaligus sambil nyambi bekerja. Alasan yang cukup masuk akal dengan kondisi keluarga mereka saat itu.

Neri dengan kemandirian dan harga dirinya yang tinggi memang bukan barang baru bagi Pra. Kepribadiannya yang kuat, cenderung nekat, pasti akan membuat banyak pria keder untuk mendekat. Hanya pria terbaik yang akan pantas bersanding dengannya. Apakah aku akan punya kesempatan menjadi pria itu, Ner? Pra tersenyum miris. Merasa dirinya terlalu bodoh bagi Neri. Bodoh kan, namanya, membiarkan diri terperangkap dalam hubungan dengan wanita yang jelas-jelas tidak sesuai kriterianya, hanya untuk mencari aman di hadapan ibunya? Dan lihatlah sekarang. Di usianya yang tak lagi muda, hidupnya hanya berputar di situ-situ saja.

Sekarang, hari Minggunya rusak seketika saat ayah Astrid menghubunginya. Tepat di saat dia sedang membereskan ruangan yang akan ditinggalinya. Hasil perburuan bersama Eki yang membantu Pra untuk mendapatkan tempat tinggal sementara. Sampai akhirnya dia bisa pindah di salah satu kamar yang cukup luas, milik salah seorang kenalan sahabatnya itu. Meskipun lokasinya cukup jauh dari universitas tempatnya bekerja.

Tanpa basa-basi ayah Astrid menyampaikan penolakan putrinya pada keputusan Pra yang membatalkan pertunangan mereka. "Astrid bisa depresi kalau sampai gagal, sedangkan semua orang tahu kalau dia akan menikah dengan kamu, Pra. Kamu sadar kan, besarnya beban mental yang akan ditanggung Astrid karena dipermalukan seperti ini?"

Marry Me Marry Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang