Pra sibuk sekali.
Sejak pihak universitas tempatnya mengajar getol menjalin hubungan kerja sama dengan universitas-universitas di luar negeri, dosen-dosen muda seperti dirinyalah yang kebagian tugas untuk berdiplomasi. Di antara beban mengajar dan kewajiban lain yang melekat pada jabatan struktural yang diembannya, Pra juga dituntut untuk siap kalau sewaktu-waktu harus berangkat. Contohnya kali ini.
Setelah lima hari berada di Thailand bersama timnya, akhirnya Pra tiba kembali di Bandara Juanda. Sialnya, sejak kemarin Astrid justru bertolak ke Manila untuk misi yang tak jauh berbeda. Membuatnya kesal karena waktu pertemuan mereka yang semakin tertunda. Kalau dihitung-hitung, terakhir mereka mengobrol adalah empat hari yang lalu. Jeda waktu yang cukup lama untuk pasangan baru sepertinya.
Sambil menunggu sopir yang ditugaskan menjemput dirinya di bandara, iseng Pra mengirim pesan kepada Neri: Aku sudah sampai di Juanda nih. Ada nggak sambutan mesra buat aku?
Tak sampai satu menit balasan Neri muncul: Sambutan mesra gundulmu!
Sadis banget. Kangen ya? godanya. Pra seolah bisa membayangkan wajah Neri yang cemberut dengan bibir lebih maju beberapa senti.
Ciee... Kasihan nih yang lagi dianggurin calon tunangannya. Kurang kerjaan akhirnya iseng ngejahilin ceweknya orang! Tak lupa Neri menambah emo melet.
Balasan Neri membuat Pra terkejut. Ngejahilin ceweknya orang? Neri? Apakah dia sudah jadi ceweknya orang? Apakah teman kerjanya?
Dengan cepat Pra menekan nomor Neri. "Ner, kamu punya pacar?" tanyanya langsung begitu tersambung.
"Ngaco!" jawab Neri. "Apaan sih, Mas Pra? Nggak asyik ah!"
"Tapi kamu..."
Omongan Pra segera disela oleh Neri. "Mas Pra aneh. Masa aku bercanda diladenin. Nggak seru lagi nih. Udah ah, aku kerja dulu. Bye."
Pra memandangi HP-nya dengan tertegun. Kemudian dia menertawakan diri sendiri yang entah kesambet apa sampai terbawa candaan iseng Neri. Aneh. Mungkin ini karena pengaruh kecapekan dan stres yang berlebihan, pikirnya mencari alasan. Lagi pula ini jam kerja. Kurang kerjaan banget sih gangguin Neri di puncak kesibukannya seperti ini.
Menepis pikiran tentang Neri, Pra pun buru-buru mengirim pesan kepada Astrid. Beb, aku udah sampai di Indonesia nih. Gimana kabarmu?
Dan Astrid sepertinya sedang sibuk karena dia tidak membalas pesan Pra.
***
Neri nyaris lupa bahwa Pra pernah memberitahu tentang rencana pertunangannya, kalau saja Sandra, adik bungsunya, tidak mengungkitnya.
"Lho, sudah resmi infonya?" tanya Neri kaget.
"Sudah. Tadi Bude Agni ke sini, kasih tahu Mama," jawab Sandra, menyebut nama mama Pra. "Emang Mbak Neri sudah tahu?"
"Mas Pra sudah bilang sih tempo hari, tapi saat itu infonya off the record karena masih akan dibicarakan sama Astrid. Lalu aku lupa," Neri nyengir.
Sandra mencibir. "Kebiasaan. Kalian berdua tuh ya..."
"Apaan?" tanya Neri ngegas.
"Nggak," Sandra menggeleng.
"Semoga aja kali ini Mas Pra cukup beruntung. Kasihan, sudah tiga puluh tahun, tapi jodohnya susah," komentar Neri.
"Dengan Bude Agni sebagai calon mertua, perempuan mana yang nggak ngeri?" sambar Sandra.
"Jangan begitu. Kalau Bude dengar, habis kamu nanti diomelin," Neri menegur adik bungsunya yang duduk di semester tiga kuliahnya itu.
"Jujur deh, Mbak, kalau misalkan Mbak Neri jadian sama Mas Pra, apa Mbak Neri nggak bakal tertekan punya mama mertua yang obsesif komplusif seperti Bude?"
Neri nyengir. "Ogah!"
Sandra tertawa terbahak-bahak. Bude Agni dengan segala kenyinyirannya sudah bukan hal baru buat mereka. Wanita itu sulit sekali dihadapi. Bahkan Pra pun mengakui bahwa faktor utama dirinya sering kali putus hubungan dengan teman perempuannya adalah ibunya yang tidak mudah cocok dengan setiap calon yang dia ajukan.
Ketika menjalin hubungan dengan Sari, Pra berusaha nekat dan tidak mengindahkan syarat-syarat yang diajukan ibunya. Tapi toh, terbukti beberapa bulan kemudian hubungannya dengan Sari berantakan.
"Kata Mama, untuk acara lamaran tunangan kali ini, Bude Agni nggak mau lagi pakai acara besar-besaran," lanjut Sandra.
"Kapok mungkin," Neri cekikikan. "Ya ampun, kalau yang ini gagal juga, misalkan aku jadi Mas Pra, aku akan pergi ke kantor kelurahan untuk mengurus surat keterangan tidak mampu," katanya sambil terbahak-bahak.
"Eh, jangan ketawa dulu!" Sandra mengingatkan. "Soalnya berhubung acaranya ingin dibuat cukup sederhana, jadi Mbak Neri ntar yang diminta ngurusin."
Barulah Neri diam dengan mata terbelalak. "Maksudnya?"
Kali ini gantian Sandra yang terbahak-bahak. "Semua tanggung jawab acara diserahkan kepadamu, Mbak!"
"Kata siapa?" tanya Neri ngeri.
"Tanya aja sama Mama tuh. Tadi Bude ke sini. Ngobrol lama sama Mama. Aku kan cuma nguping dikit-dikit. Kayaknya kesimpulan dari perbincangan emak-emak tadi adalah Mbak Neri yang ketiban sial urus ini-itu. Jadi koordinator acara pertunangan Mas Pra!" Sandra mengatakan dengan tingkat kejailan yang membuat Neri ingin menjewer telinga si bungsu ini. "Mama sadar kalau Mbak Neri pasti mengamuk kalau tahu Mama bantu-bantu Bude."
Neri memang protektif sekali pada ibunya. Terutama menyangkut keahlian sang ibu dalam masak-memasak. Jangan sampai deh kejadian lagi niat baik ibunya untuk menolong dimanfaatkan oleh Bude Agni habis-habisan untuk mencari pembantu gratisan. Dulu pernah beberapa kali kejadian, dan yang paling parah ketika berlangsung acara pernikahan adik-adik Pra. Sejak saat itu Neri dengan tegas melarang ibunya menawarkan diri untuk membantu.
Tapi kalau seperti ini kejadiannya, sama saja dengan senjata makan tuan kan? Neri gondok setengah mati sambil melangkah masuk rumah. "Ma!" teriaknya heboh mencari mamanya.
"Apaan sih, Ner?" sahut ibunya yang sedang menonton sinetron di televisi.
"Mama tadi nyanggupin apa sama Bude Agni?" tuduhnya.
"Bude minta tolong kamu bantu-bantu untuk persiapan acara lamaran tunangan Pra. Mama sih bilang oke aja. Tentang gimana-gimananya, kamu langsung tanya Bude Agni aja."
Ya ampun, mamaku sayang! Sadar nggak sih dengan apa yang dijanjikan? batin Neri kesal. Dengan segala sifat Bude Agni yang suka memanfaatkan kebaikan orang, Neri bisa memastikan dirinya akan dimanipulasi habis-habisan oleh mama Pra itu! Sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me Marry Me Not
Genç Kız EdebiyatıPra dan Neri bertetangga sejak kanak-kanak. Hubungan mereka sudah seperti kakak dan adik. Sama-sama sulung, sama-sama yatim, juga sama-sama memiliki ibu yang sulit, membuat mereka dekat karena merasa senasib. Tetapi jangan harap mereka terpikir untu...