06-Wifey Material

10.6K 1.9K 76
                                    

Neri akhirnya tahu siapa yang membuat para tetangga menuduhnya sebagai biang kerok bubarnya pertunangan Pra terdahulu.

Bude Agni! Yes! Benar-benar tak terduga. Ternyata mama Pra sendiri yang melontarkan tuduhan itu.

“Hati-hati, Ndra! Kalau hal itu nggak bener, jatuhnya fitnah,” tegur Neri pada Sandra.

Sore itu dia tiba di rumah dalam keadaan lelah luar biasa karena hari ini salah satu dari hari paling sibuk di toko.

“Bukan aku yang bilang, Mbak. Tapi Mbak Kus,” kata adiknya. “Menurut Mbak Kus, sebenarnya dari dulu Bude nggak suka kalau Mas Pra akrab sama Mbak Neri. Kayaknya Bude ngomong sama ibu-ibu komplek, jadi kamu yang kena omongan negatif selama ini.”

“Idih! Kayak anaknya paling cakep sejagat raya saja!” protes Neri tidak terima. “Gila tuh orang! Nuduh seenaknya aja! Padahal yang bikin anaknya jadi bujang lapuk siapa?”

Melihat kemarahan di wajah kakaknya, Sandra keder sendiri. Neri adalah gadis yang memiliki pembawaan keras serta tegas. Dan Neri tidak akan mendiamkan sesuatu begitu saja.

“Kata Mbak Kus, Bude marah-marah karena Mbak Neri sering sama Mas Pra sampai malam. Waktu ditegur, Mas Pra malah belain Mbak Neri.”

“Ya harus dong. Pra minta dihajar bener deh kalau nggak bisa bela! Masa iya dia nggak bisa menertibkan mulut nyokapnya sendiri, sih?”

Sandra menyesali apa yang baru dia ucapkan! Kalau ibunya sampai tahu, bisa habis dia diomeli. Selama ini ibu mereka banyak menyembunyikan hal-hal negatif tentang tetangga sebelah dari Neri, karena tidak ingin si sulung murka. Menurut wanita senior itu, sepahit apa pun perlakuan Bude Agni kepada mereka, demi ketentraman bertetangga, lebih baik mereka mengalah.

“Bude Agni memang seperti itu sifatnya. Terus-terusan melawan hanya bikin capek.” Begitu alasan yang selalu disampaikan sang ibu.

Sebuah prinsip yang berbeda 180 derajat dengan Neri. Gadis itu merasa memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk menjaga kehormatan keluarga, agar tidak mudah diremehkan orang. Memang sih kondisi keluarga mereka tidak kaya. Bahkan sempat terpuruk parah ketika sang ayah baru meninggal dunia. Tetapi mereka berusaha mengatasi semuanya sendiri dan berusaha tidak merepotkan orang lain. Apalagi tetangga sebelah. Makanya Neri sangat tidak terima kalau keluarganya direndahkan tanpa alasan.

“Mulut tajam Bude ini bikin gerah banget, Ndra. Sumpah! Dan nggak bisa diabaikan begitu saja.” Tanpa menunggu lama Neri segera menghubungi Pra melalui HP. Sekali, dua kali, tiga kali, tidak juga diangkat.

“Mas Pra masih ada kelas kali, Mbak,” kata Sandra berusaha menenangkan kakaknya. “Atau Mbak Neri kirim pesan dulu aja. Jadi kalau Mas Pra sudah senggang bisa menghubungi kembali.”

“Aku beneran pengen ngerjain mereka, Ndra. Harusnya malam ini aku ke rumah sebelah buat kasih pengarahan sama Mbak Kus. Tapi kalau kayak gini, nggak rela banget aku ke sana.”

“Tapi Mbak, selama ini, sebrengsek apa pun Bude Agni, kamu kan selalu berusaha membantu. Demi Mas Pra, kan?”

Neri tertegun.

“Katamu, karena Mas Pra yang segitu baiknya, jadi kamu bisa tahan sama kelakuan ibunya.”

Lagi-lagi Neri terdiam.

“Tahan emosi dulu, Mbak. Mandi dulu deh. Mama nginep di rumah Eyang. Kalau Mbak mau, aku bisa masakin sesuatu buat makan malam kamu.”

Neri menatap adiknya. Berbeda dengannya, Sandra tipe gadis rumahan banget. Pengaruh ibu mereka begitu kuat dalam membentuk karakternya.

“Nggak usah masak, Ndra. Aku mungkin skip dinner aja kali ini,” dengan kalimat itu Neri melangkah menuju kamar.

Gerah. Lelah. Dan sekarang, mendengar berita seperti ini membuat perasaannya kesal. Menuruti saran Sandra, dia memilih untuk mandi. Siapa tahu dengan badan bersih, pikirannya akan kembali jernih.

Marry Me Marry Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang