Neri tahu bahwa ini adalah tindakan yang nekat saat dia menghambur keluar rumah tanpa perlu repot-repot berpamitan kepada ibunya. Tetapi ancaman dari Lidya telah cukup untuk membuatnya kalut dan hampir saja kehilangan akal sehat. Neri juga mengabaikan saran Pra untuk memakai jasa taksi atau ojek online. Apa pun asal dia tidak mengendarai motornya sendiri. Tetapi mana bisa Neri bersabar menunggu hingga taksi datang? Neri butuh bertemu Pra secepatnya. Karena ini hari Minggu dan besok Senin dia sudah harus memiliki keputusan.
Pra menyambut kedatangannya di teras rumah induk semangnya.
"Nggak usah komen, Mas," kata Neri melihat pria itu sudah akan mengkritiknya.
"Kamu bikin aku jantungan, Ner. Nekat naik motor sendiri gitu," kata Pra sambil membantu Neri memasukkan motornya di garasi. "Aku khawatir banget, tahu? Kamu sedang kalut begini."
"Nggak ada orang yang bisa tenang kalau pekerjaannya terancam," kata Neri sambil mengikuti Pra lantai atas, tempat kamarnya berada.
"Segawat itu kondisinya?" tanya Pra setelah mereka memasuki ruangan yang cukup luas untuk ukuran kamar kos. Pra mengulurkan botol air mineral yang masih tersegel kepada Neri yang duduk di satu-satunya kursi di ruangan itu. "Steven, ehm ... mending kamu ceritain deh secara detail."
Mereka sudah duduk saling berhadapan, dengan Pra bersila di atas tempat tidur single yang masih belum diberi seprai, ketika Neri mengatakan semua yang terjadi.
"Aku bukan orang bodoh, Mas. Tetapi aku terjebak," katanya dengan pasrah. "Steven sepertinya tahu banget kalau aku pasti nggak punya pilihan selain bekerja sama dengan niat buruknya bersama Lidya. Karena aku butuh pekerjaan ini."
Neri yang biasanya selalu tegar, sekarang terlihat sangat putus asa.
"Sudah berapa lama kamu bekerja di tempat baru ini, Ner? Manajemen di tempat baru dan tempat lama bagaimana?" tanya Pra.
Ketenangan Pra dalam menghadapi situasi gawat begini benar-benar sesuatu yang dibutuhkan Neri saat ini. Di matanya, Pra adalah sosok kuat yang bisa diandalkan untuk masalah-masalah pelik. Karena pria itu memiliki kemampuan melihat sesuatu secara obyektif.
Lima tahun lalu, Bu Lita mengagunkan sertifikat tanah tempat tinggal mereka untuk utang. Pada saat penyelesaian terjadi persengketaan karena ada beberapa angsuran yang tidak jelas tanda terimanya. Tidak hanya mereka terancam untuk membayar lebih banyak lagi, keluarga Neri juga diharuskan membayar denda keterlambatan serta penalti. Pra lah yang membantu mengatasi masalah itu. Entah cara apa yang ditempuhnya, serta bantuan lembaga hukum mana yang dia gunakan, sehingga semua bisa diselesaikan tanpa biaya. Sehingga keluarga Neri bisa menerima kembali sertifikat tanah mereka.
Sekarang pun Pra fokus pada masalah, tanpa ribut mempertanyakan hubungannya dengan Steven.
"Kamu punya salinan kontrak kerjamu, Ner?" tanyanya. "Mari kita cek. Siapa tahu ada celah yang bisa kamu manfaatkan untuk menyelamatkan diri."
Neri pun mengeluarkan telepon genggamnya dan membuka penyimpan virtual, tempat dia menyimpan semua salinan dokumen agar mudah diakses.
"Kontrak kerjaku dengan toko Bu Grace memang baru diterbitkan lima tahun yang lalu. Lima tahun sebelumnya aku hanya karyawan magang, karena aku bekerja paro waktu, disambi sekolah dan kuliah. Tetapi setelah didisposisikan ke manajemen pusat, Bu Grace bilang status kepegawaianku sudah berubah," kata Neri menjelaskan.
Neri bergerak menyusul Pra dan duduk di sebelah pria itu di atas tempat tidur. Dia menunjukkan berkas pdf dari kontraknya. Yang diterima Pra dan segera dibacanya.
"Kalau aku lihat dari kontrak kerjamu, sebenarnya terpisah, Ner. Jadi antara kantor pusat dan cabang memiliki manajemen perekrutan karyawan yang berbeda. Tapi pasal yang menyebutkan aturan ini sangat tersembunyi. Nih, baca," Pra menunjukkan beberapa pasal dalam kontrak itu. "Memang sih dengan cara ini perusahaan diuntungkan dengan tidak memberimu pesangon yang semestinya ketika ada karyawan yang dipromosikan ke pusat. Karena seolah-olah itu hanya alih jenjang saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me Marry Me Not
ChickLitPra dan Neri bertetangga sejak kanak-kanak. Hubungan mereka sudah seperti kakak dan adik. Sama-sama sulung, sama-sama yatim, juga sama-sama memiliki ibu yang sulit, membuat mereka dekat karena merasa senasib. Tetapi jangan harap mereka terpikir untu...