"Adek Kookie temani Mama mau?" tanya Mama yang kini bergantian menggendong si kecil. Sedangkan Papa kini tengah menyesap kopinya setelah kembali dari taman."Mau amana?" tanya Kookie yang kini tampak nyaman dalam pelukan Mama.
"Kita lihat dokter, Kookie mau?" ujar Mama. Kookie menggeleng.
"Da auuu"
"Nanti kita beli es krim yang banyak, Bagaimana?" ujar Papa seraya mengecup kening bayinya.
"Da auu, atit ini apa" ujar Kookie seraya menunjukkan kedua tangannya.
Cklek
Semua terdiam dan menoleh ke arah pintu. Seokjin sampai merasa ia seperti orang asing yang salah masuk ruangan.
"Ada Kakak!" ujar Mama.
"Kakak mau temani adik lihat dokter, Kan?" ujar Mama dan Seokjin mengangguk. Mungkin ini bukan timing yang pas untuk membahas kejadian di rumah dengan orangtuanya.
"Mau apa ketemu dokter, Ma?" tanya Seokjin.
"Hanya di ronsen" ujar Mama menenangkan.
"Mau sama Kakak? Semua teman Kakak disini baik-baik, Kookie" ujar Seokjin.
"Da auuu" ujar Kookie seraya memajukan bibirnya membuat siapapun yang melihatnya gemas.
"Hiiih menggemaskan sekali" ujar Seokjin.
"Habis ini kita jalan-jalan lihat anjing lagi, Bagaimana?" tawar Papa. Mata si kecil berbinar. Ini adalah satu hal selain makanan yang tidak bisa ia tolak.
"Iya! Iya Apa!" ujar si kecil begitu menggemaskan. Semua pun berdiri dan segera ke ruang dokter sebelum pikiran Kookie berubah.
"Badannya masih demam dan jaringannya masih belum tumbuh. Untuk pergerakan kakinya harap untuk tetap diawasi karena jahitannya masih basah" ujar Dokter setelah melakukan sejumlah pemeriksaan pada bayi yang tampak ketakutan itu.
"Ini buat adik Kookie karena sudah pintar mau diperiksa" ujar dokter seraya memberi boneka kelinci kepada Kookie. Kookie yang tampak senang segera mengambilnya dan memeluknya.
"Imaaci" ujar Kookie malu-malu.
"Papa apa masih lelah?" tanya Seokjin hati-hati setelah Kookie tertidur dalam gendongan Mama.
"Ani, Kakak mau bicara dengan Papa?" tanya Papa perhatian dan Seokjin mengangguk.
"Kakak bawa rekaman cctv yang dihapus Tae" ujar Seokjin membuat Mama ikut pergi ke sofa.
"Nyalakan saja, Kak. Papa mau lihat"
Tak butuh waktu lama untuk membuat Mama membekap mulutnya dan menggeleng. Tidak, anaknya tidak akan berbuat seperti itu. Taehyungnya adalah anak yang sangat berbakti dan penurut.
"Itu bukan Taehyung" ujar Mama. Sayangnya Seokjin menggeleng.
"Maaf Ma, tapi Tae mulai kelewat batas. Pagi ini Tae membanting makanan yang dibawa Bibi dan menghardik Bibi" ujar Seokjin.
"Tapi, Taehyung tidak mungk- argh! Nak, Orang itu buka Taehyung. Adikmu tidak akan berani menyeret Kookie dan memukuli Kookie sampai seperti itu" ujar Mama terisak.
"Kakak sudah beberapakali mendapati Tae yang menyakiti Kookie diam-diam. Tapi Kakak selalu mencoba mengerti dan memaafkannya" ujar Seokjin.
"Kakak belum menelusuri, sudah sejauh apa Tae saat kita tidak dirumah" ujar Seokjin lagi. Mama menangis dan Papa mengurut keningnya.
"Maafkan Papa,Ma, Kak" ujar Papa kemudian.
"Taehyung seperti ini, pasti karena Papa kurang baik mendidik Tae" ujar Papa. Seokjin menggeleng.
"Tidak, Pa. Papa tidak salah. Taehyung sudah besar, ia sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk"
"Lalu apa yang akan Papa dan Mama lakukan? Tae bahkan tidak tahu kalian di Korea" ujar Seokjin. Sedangkan Papa sibuk kembali memutar ulang cctv di laptop Seokjin. Tak pernah sampai ia berpikir bahwa anaknya akan berlaku sebegitu kerasnya pada adik kandungnya sendiri. Ia yakin seribu persen bahwa ia samasekali tak pernah memukul kedua anaknya. Entah dari mana Taehyung belajar.
"Mama dan Papa menuntut jaksa agar pengurus panti asuhan Adik Kookie mendapat hukuman yang seberat-beratnya. Mama tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan untuk Tae, anak Mama sendiri yang juga melukai Adik" ujar Mama masih menangis terisak-isak.
"Hal yang sudah menyangkut kekerasan adalah penyakit, Ma. Maaf kalau Papa harus tegas saat ini. Semua demi Taehyung dan Adik Kookie. Papa tidak bisa melihat anak-anak Papa saling mendendam" ujar Papa.
"Apa yang akan Papa lakukan?" tanya Seokjin.
"Ama.. Huuu Atiit"
Tangisan itu menguar membuat Mama segera mengelap air matanya dan menghampiri ranjang tempat si bungsu tertidur.
"Ama ini huuu" gumam Kookie merasa kesakitan pada tangannya membuat semuanya kebingungan kecuali Seokjin.
"Hari kedua sampai seminggu mungkin adik akan rewel terus Ma, karena jaringan lunak di tangan Kookie baru merespon patahan tulang. Kakak tidak bisa membayangkan rasa nyerinya seperti apa" ujar Seokjin.
"Kakak panggil dokter dulu, Ma. Seharusnya anestesinya ditambah" ujar Seokjin kemudian. Sementara Mama masih sibuk menenangkan bayinya.
"Sakit sekali,hm? Mama cium tangan Kookie" ujar Mama yang kini menggendong si bulat.
"Atiit Ama ! Huuuuu" rengek Kookie yang masih terus kesakitan. Papa yang masih sibuk dengan emosinya akhirnya bangkit menghampiri Mama.
"Kakak Tae nakal,ya? Sini sama Papa" ujar Papa seraya menggendong Kookie.
"Atit ini" gumam Kookie.
"Lihat sampai berkeringat dingin, Pa. Pasti sakit sekali" ujar Mama seraya mengelap keringat dingin di dahi Kookie.
"Da! Da!"
Kookie memberontak dalam gendongan Papa saat dokter datang dan akan menyuntikan anestesi pada infus Kookie.
"Tidak apa-apa, Kookie lihat Papa saja, atau lihat Kakak Seokjin, hm?" ujar Papa seraya berbalik agar Kookie tak melihat.
"Apa Uti tapee huuu" gumam Kookie yang terkulai di bahu Papa. Terlalu lelah karena menangis dan menahan sakit dari dua hari yang lalu.
"Iya Sayang, Kookie tidur lagi, ya nak" ujar Papa seraya menyerahkan Kookie pada Mama.
"Kakak Seokjin tolong jaga Mama dan Kookie, Nak. Papa mau pulang sebentar" ujar Papa.
"Tolong ambil keputusan yang bijak, Pa. Jangan terbawa emosi" ujar Mama mengingatkan. Ya, ia tidak mau sang suami menyakiti Tae juga, walau dalam hati merasa sangat kecewa dan dongkol oleh kelakuan sang anak kedua.
Papa hanya mengangguk. Mencium kening si kecil yang mulai tertidur dan berlalu dari ruangan itu.
—————-
lama bgt ga si alurnya hehe maaf yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Well, Hello Kookie!
FanfictionKim Kookie, Bayi berusia dua tahun yang baru saja kembali ke tengah-tengah keluarga Kim setelah di 'titipkan' di sebuah penitipan yang ternyata bermasalah. Kembalinya si bungsu ternyata kurang mendapat kesan baik bagi Kakaknya. Berbagai masalah mula...