30

256 35 21
                                    

Picture cover chapter 30: Reiza Dainendra Evrard

***

"Lo tahu, papa bule. Selama di Rusia, gue belajar kickboxing. Sama adik sepupu lo, namanya siapa tuh. Ehm, Dean."

"Gak malu lo diajarin bocah?" kening Arzachel berkerut, bukan karena pertanyaan yang ia ajukan. Tapi karena ketidaksesuaian isi laporan yang diberikan anak didiknya di lembaga penelitian.

"Yang penting belajar. Lumayan gue udah bisa dasar-dasarnya." Jihan menimpali dengan wajah menekuk.

"Badan gede dari dulu, baru belajar bela diri sekarang." Ucapan Arzachel tepat sasaran. Jihan menyesali itu. Ia memang aktif basket hingga setamat kuliahnya, juga melatih otot-ototnya hingga terbentuk indah sampai sekarang.

Padahal banyak tempat fitness yang juga tersedia fasilitas pelatihan MMA, atau beberapa jenis bela diri yang ditawarkan. Tampaknya Jihan terlalu takut ketimbang wajahnya mencium bola basket.

"Apa lo dapat klub fitness disini?" Jihan bangkit dari tidurnya di sofa. Ia memperhatikan Arzachel yang sedang menulis sesuatu di meja kerja yang sama dengan yang biasa Reiza pakai.

"Gue ikut latihan kickboxing disini. Seminggu tiga kali. Tapi udah absen dua minggu, kerjaan gue terlalu banyak. Gue mungkin nggak bakalan pulang besok, nginep di kantor." Jelas Arzachel masih dengan fokus pada tugasnya.

"Boleh, dong." Pinta Jihan tanpa panjang lebar.

"Boleh. Nanti gue cari pelatih khusus buat lo. Gue nggak ada waktu buat nganterin. Biar kenalan gue yang jemput kesini. Mau kapan?" Arzachel memandang Jihan di akhir kalimatnya.

"Besok?"

"Okay."

"Lo harus tahu bahwa gue adalah orang yang bisa belajar dengan cepat. Kapan-kapan latih gue sparing, ya?"

"Lo belajar cepat dalam hal lain, dan lo bisa jadi pecundang dalam sekejap. Bisa, kalau kerjaan gue udah melonggar." Kata-kata pedas Arzachel membuat Jihan manyun dan sakit hati, namun Jihan bukan orang yang mudah pundung oleh papa bulenya. Jihan diam tanpa membalas.

"Arza, masih kerja?"

Reiza tiba-tiba hadir mengagetkan kedua orang yang masih sadar saat ini. Jihan langsung pura-pura tertidur begitu suara langkah kaki Reiza terdengar. Mata Reiza setengah terpejam saking ngantuknya. Ia hanya bangun untuk mengambil cokelat di kulkas dan menyeduh teh.

"Mau bikin teh, kan? Biar aku yang bikin. Kamu ke kamar sekarang." Bukannya maksud sang pria dominan memgusir, tapi pembicarannya dengan Jihan terlalu sensitif untuk sekarang. Telinga Reiza harus bersih dari masalah yang menimpa Jihan.

Suara air yang dimasak terdengar di telinga Jihan. Dan suara seduhannya menjadi alunan yang menenangkan.

Pikiran Jihan kembali menerawang, memikirkan nasib hubungan asmaranya dengan calon mantan kekasih. Ia merasa menjadi orang paling jahat dan pengecut di dunia.

Pergi dari rumah tanpa pamit orang tua, tanpa salam perpisahan pada adiknya, tanpa menemui langsung Icha dan memberi penjelasan.

"Kapan mau mutusin Icha?" Suara Arzachel mengagetkan lamunan Jihan. Baru saja ia memikirkan orang yang masih jadi kekasihnya di Jakarta, Arzachel kembali mengungkitnya.

"Gue...belum berani. Chat gue aja kan gak pernah dibalas. Gue sakit hati setiap tahu chat gue dibaca doang. Dia nggak pernah ngasih respons. Dia nggak marah-marahin gue. Dia nggak minta putus. Gue nggak tahu mau dia apa."

"Telepon dia."

"Nggak akan diangkat."

"Coba dulu."

YOURS 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang