New Benjamin

397 30 2
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malaikat kecil kami, belahan jiwa kami, dalam penantian berbulan-bulan ternyata kau hadir lebih cepat dari dugaan dan perhitungan kami.

Seiring kau tumbuh di rahimnya, rambut istriku memanjang melebihi bahu.

Alis tajamnya tertutupi poni dan beberapa helai rambut yang memanjang.

Iris kelamnya masih sama, membuatku ingin menatap lama, mengingatkan bahwa aku sudah jatuh cinta.

Kehadiranmu adalah pengikat bahwa aku dan dia akan terus bersama, semoga.

Penerbangan pertama saat usiamu tujuh bulan di rahimnya, menghadiri pesta sepupu di keluarga besar ibuku, Rusia.

Pesta yang sungguh meriah, kedatangan kami disambut hangat.

Tiap langkahnya memegangi perut membesar tanda kau semakin tumbuh, sebelah tangannya menggandeng erat lenganku.

Bukannya aku menyukai ibumu yang menjelma seperti seorang permaisuri, aku dan orang-orang disana menatap takjub wajah cantiknya dengan mata tegas namun bersikap pemalu dan menjaga jarak.

Pelukan hangat datang satu persatu, dan aku tak boleh cemburu.

Keluarga besarku menyambut hangat calon anak cucu raja yang akan lahir sebentar lagi. Kebahagiaan makin bertambah, pesta pun sangat meriah.

Ibumu tak lagi menggandengku terlalu erat. Ia tahu, semua orang menantikanmu.

Kami mencoba berdansa dengan sangat pelan, lebih pelan dari ketukan irama lagu.

Mengingatkan kami bahwa kami pernah berada di ruangan aula ini. Mengucap janji suci.

Bukan aku yang berdansa dengan ibumu saat itu, melainkan ibuku sendiri, nenekmu.

Raut wajah kesal sungguh terlihat jelas, ibumu tak berbakat untuk berdansa, dan ibuku hanya tertawa.

Kami saling berhadapan, ibumu cukup banyak belajar, ia takkan menginjak kakiku.

Aku menatapnya dalam dan sebuah senyuman muncul, matanya nampak berbinar.

Kerutan di dahinya kulihat menghapus senyum, ia bukan lagi menyandarkan tangannya di kedua pundakku.

Remasan kuat kurasakan, aku tersadar ibumu kesakitan.

Padahal sempat terlintas pemikiran bahwa kau senang berdansa bersama kami.

Namun ternyata kau begitu ingin bersama kami lebih cepat.

Aku mencoba tetap tenang, agar ibumu juga  merasa tenang dan tidak panik.

Aku meyakinkannya bahwa kalian berdua akan selamat, doaku terus kupanjat.

Pesta tetap berlanjut, namun kami pamit undur diri untuk menyambut sosok malaikat.

Aku melihatnya menangis kesakitan, tangan kami saling tertaut, aku memberi dorongan dan semangat.

Aku melihatnya menangis, disusul dengan suara tangisan bayi mungil, tangisan pertamamu tanda kebahagiaan.

Dan aku adalah orang ketiga yang meneteskan air mata di ruangan itu.

Benjamin. Tetap menjadi harapan dan kesayangan kami berdua.

Kupeluk dirimu yang begitu rapuh dan mungil. Tak sampai lima menit dalam pelukan kami berdua.

Aku tak menyangka tempat tidurmu di inkubator selama sebulan.

Kami tidak menyiapkan kamar bayi, sudah jelas setelah inkubator itu, kau akan terlelap dengan kami.

Tak banyak potret kelahiran dirimu, apalagi di inkubator rumah sakit itu. Cukup kami mengingatnya dalam hati, dan betapa bahagianya saat itu.

Dirimu bebas dan kami memelukmu sesuka hati.

Telingamu begitu peka mendengar alunan musik yang kumainkan.

Iris kelam kan terlihat, dan sebelah tangan menggapai.

Kau ingin bermain bersamaku?

Dua bulan lalu mengingatmu lahir sebesar botol minumku, kini pipi itu menjadi sasaran cubitan keluargaku.

Iris kelam, rambut hitam, begitu mendominasi ibumu, huh?

Ah, tidak semua. Matamu begitu tajam, darahmu adalah darahku. Aku cukup tahu, kau akan mencintai musik seperti aku yang mencintainya.

***



Zeemarchel Benjamin Evrard

Born in Moscow, Russia

Monday, December 29th

weighs 1.7 kilograms, with a length of 49 centimeters

YOURS 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang