^Selamat membaca, Tanta Readers!^
.
.
...
Gue emang Utara dan dia Selatan. Kita seperti dua kutub muka bumi yang saling berlawanan dan nggak akan bisa menyatu.
~~~
U
tara dengan girang memeluk lembaran hasil ulangan hariannya yang mendapat nilai tujuh puluh lima. Ya, walaupun tidak seperti anak lain yang minimal delapan puluh, mendapat segini dalam pelajaran itu pun Utara sudah sangat bersyukur. Langkahnya berhenti tak jauh dari ruangan mama saat melihat dokter keluar dari dalam sana. Utara bergegas menghampiri.
"Gimana, Dokter?"
Pria itu tersenyum tipis. "Masih belum ada perkembangan." Dokter itu menepuk halus punggung Utara. "Tetap berdoa."
Utara mengangguk seraya mengembuskan napas panjang. Ia berdiri di ambang pintu dan melihat mama di dalam sana yang tertidur. Utara mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam, lantas kembali menutup pintu dan memilih pergi.
Langkah kakinya membawa Utara menuju taman depan rumah sakit. Terlihat hilir mudik orang berlalu lalang. Matanya menangkap suster yang mendorong pasien dengan kursi roda di taman, di tengah taman ada seorang wanita paruh baya di bangku kayu bersama tiang infus di sampingnya, anak kecil yang menangis dalam gendongan ibunya.
Dari sekian banyak orang yang Utara amati, pandangannya jatuh pada bocah laki-laki yang tampak sibuk mengorek rerumputan taman dekat tanamanan bunga asoka kuning. Tangannya terpasang infus, tetapi tetap cekatan mencari sesuatu. Utara penasaran dibuatnya. Ia berjalan menghampiri bocah tersebut.
"Hai," sapa Utara. Namun, bocah cowok itu hanya menoleh sekilas tanpa membalas sapaan Utara, lalu kembali mengorek rerumputan yang nampak sepertinya mencari barang miliknya.
"Kamu lagi cari apa?"
Tak menjawab, bocah itu terus meraba rerumputan tampak mencari sesuatu. Bahkan sampai selang infus yang terpasang di punggung tangannya terlihat hampir mengeluarkan darah.
"Kamu lagi cari apa? Boleh aku bantu?" "Magnet," jawabnya singkat. "Kamu cari magnet?"
Bocah lelaki itu beralih menatapnya kemudian mengangguk. "Itu mainan yang Mami kasih."
"Aku bantuin cari, yaaa." Utara ikut mencari benda yang bocah laki-laki itu maksud. "Magnetnya bentuk apa?"
"Love."
"Yang ini?" Utara menunjukan benda berbentuk hati berwarna silver berupa magnet itu.
Bocah itu mengangguk dengan senyum yang mengembang di bibir pucatnya. "Itu punya aku, Kak!" ucapnya antusias.
Utara ikut tersenyum. "Ini."
"Makasih, ya, Kakak cantik!"
"Sama-sama. Kalo boleh tau, nama kamu siapa?"
"Nama aku Ridan, tapi Mami bilang nama aku Idan." Bocah bernama Ridan itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
Utara membalasnya. "Utara, tapi mama bilang nama aku Uta," ucapnya diiringi tawa kecil.
"Nama Kakak keren, ya." Ridan menatap Utara polos, membuat yang ditatap tertawa jenaka melihatnya.
Pandangan Utara tidak sengaja menatap pada suster yang ada di koridor mengodenya untuk membawa Ridan duduk ke bangku. Utara tersenyum sambil mengangguk, sepertinya ia adalah suster Ridan yang tengah memantau dari kejauhan. "Idan, kalo Kakak boleh tau, Idan sakit apa?" Utara bertanya hati-hati. Ia menuntun bocah kecil itu duduk di bangku kayu dekat air mancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]
Teen Fiction[#1-teenfiction 30.11.2020] Tetangga seberang rumah? Musuh dari kecil? Tapi tinggal serumah? Pfffttt!!! 1. Dilarang berisik putar musik kenceng-kenceng 2. Remote tv harus gantian 3. Dilarang pelit sama makanan 4. Utara memasak dan cuci piring 5. Se...