Happy Reading, Tanta Readers ^^
.
.
"Jidat Uta kenapa, Nak?" tanya ayah dengan nada cemas saat makan malam.
"Loh, iya. Kenapa itu Uta?" timpal bunda yang baru saja duduk dari dapur seraya membawa nampan berisi empat gelas.
Utara menggeleng. "Nggak apa-apa, kok. Cuma kejedot sudut meja waktu di sekolah tadi," alibinya. Utara hanya tidak ingin dua orangtua itu cemas.
Pasti Ayah dan Bunda akan langsung heboh jika ia bilang itu gara-gara preman saat menunggu Selatan di halte dan turun hujan.
"Nggak apa-apa? Lain kali Uta hati-hati," kata ayah perhatian.
"Iya. Nggak apa-apa, kok, hehe."
Kali ini makan malam terasa sangat berbeda dan begitu kentara dirasa menurut Bunda dan Ayah. Bagaimana tidak? Tumben-tumbennya dua anak remaja itu menikmati makanan mereka masing-masing dalam diam. Sangat bukan Utara dan Selatan sekali kalau seperti ini.
Selatan melirik sekilas ke arah Utara yang duduk di hadapannya, kemudian kembali menyantap makanannya seperti biasa. Setelah insiden tadi sore, baik dirinya maupun Utara sama-sama saling diam sekarang. Apalagi Utara, barang melirik ke arahnya sedetik pun tidak.
Sedari tadi ayah sering kali mencoba memecah keheningan yang tercipta, tapi berujung dentingan sendok dan piring yang mendominasi. Ayah melirik Bunda, seolah mengode, kenapa tuh bocah berdua?
Bunda balas dengan mengedikan bahu. Ia kemudian berbisik. "Kelahi kali."
"Ata, di sekolah udah punya pacar?" tanya Ayah memecah keheningan dengan pertanyaan yang membuat Utara tersedak.
Selatan tidak berkata apa-apa pada Utara. Ia hanya menyodorkan sebuah gelas berisikan air putih, biasanya Selatan akan berikan kata "Hati-hati" tapi untuk
sekarang ia hanya diam. "Nggak ada, Yah. Nggak tau kalo nanti." Oh, sama Alana pasti, Utara membatin.
"Kalo Uta?" tanya bunda.
Utara yang baru selesai menandas air putih yang Selatan berikan, mengusap mulutnya. "Nggak ada bunda, tapi Uta udah punya gebetan."
Selatan diam-diam melirik. Siapa lagi gebetannya? Selatan sampai tidak bisa menghitung. Ujung-ujungnya nggak jadian, malah ditinggal, kasian. Gatal mulut Selatan ingin nyolot.
"Ata udah selesai." Selatan beranjak dari kursinya, membuat decitan karena bergesekan dengan keramik. Ia membawa piring kotornya ke dapur.
"Kalian kenapa?" tanya ayah pelan-pelan pada Utara.
"Kenapa apa, Yah?"
Ayah jadi garuk-garuk kepala sendiri, lalu menggeleng.
"Uta udah selesai." Utara juga beranjak dari kursinya dan membawa piring kotornya ke dapur.
"Biasa, remaja," kata bunda menyuapkan makanannya. "Paling entar heboh lagi. Anggap aja baterai lagi dicas."
Berselisihan dengan Utara membuat Selatan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Cewek itu bahkan melaluinya begitu saja, biasanya memeletkan lidah atau koar-koar karena Selatan membasahi lantai karena habis cuci tangan. Tapi, kali ini tidak, Utara hanya diam.
Gatal rasanya mulut Selatan untuk kembali bertanya tentang kejadian sore tadi dan kenapa keningnya bisa luka seperti itu? Dan, bersama siapa dia pulang? Sudah keramas apa belum? Badannya enakan atau tidak karena habis hujanan? Atau, apakah Utara marah padanya? Dan, ke mana dia saat Selatan ke halte tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]
Ficção Adolescente[#1-teenfiction 30.11.2020] Tetangga seberang rumah? Musuh dari kecil? Tapi tinggal serumah? Pfffttt!!! 1. Dilarang berisik putar musik kenceng-kenceng 2. Remote tv harus gantian 3. Dilarang pelit sama makanan 4. Utara memasak dan cuci piring 5. Se...