BAB 51

61K 8.5K 1.6K
                                    

Note: Refresh dulu babnya bund

^Selamat Membaca, tanta Readers!^

.

.

...

Hari Senin ini benar-benar hari sial bagi Utara. Ia telat bangun dan datang hampir terlambat, tepat saat bel berbunyi. Utara berlari di koridor. Di lapangan utama, pak Samsul dengan pengeras suara tengah berkoar-koar mengatur barisan. Utara semakin gelagapan menaiki tangga saat koridor benarbenar kosong dan hanya dirinya yang berlarian.

"Topi gue mana?" Utara kalang kabut memeriksa tasnya. Hanya ia seorang yang ada di dalam kelas.

Kalau ia tidak beratribut lengkap, ia pasti akan kena hukum. Apalagi Selatan yang notabenenya Ketua OSIS pasti banyak memberikan ceramah yang membuat telinganya serasa terbakar, lalu sok pamer image sebagai Ketua OSIS yang baik. Prettt!

Utara menghela napas gusar, mau tak mau ia harus turun sekarang juga daripada tertangkap basah tidak ikut upacara oleh guru-guru yang berpatroli.

"Woi! Cepetan ke lapangan."

Utara yang sempat melamun seketika tersadar. Si ketua OSIS yang sedang berpatroli menyadarkannya. Cowok itu sangat rapi dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Topi lo mana?" tanya Selatan memperhatikannya.

Utara nyengir cengengesan. "Ketinggalan, Ata."

Cowok itu berdecak. "Lo itu emang ceroboh," ucap Selatan kesal. Utara sudah membuat mereka hampir terlambat dan sekarang lupa bawa topi. "Nih, pake punya gue," ucapnya seraya melepas topinya.

Utara menatapnya ragu. "Lo gimana? Lo kan bertugas hari ini." "Ck, lo mau di hukum?" Utara menggeleng.

"Ya udah, pake!" ujar Selatan makin kesal.

"Santai aja kali!" sahut Utara sambil menerima sodoran topi Selatan. "Terus lo gimana? Image lo sebagai ketos idaman seantro SMA Rajawali, plus anak kesayangan guru yang selalu tertib pasti akan tercoreng."

Selatan juga sempat memikirkan hal demikian. Kenapa hanya dengan satu kesalahan, kebaikan dan prestasi lainnya seakan ikut tercoreng semua? Menjadi teladan, bukan berarti dirinya tidak bisa berbuat salah bukan?

"Gue pakai punya anak PMR," jawab Selatan.

"Siapa? Cewek?" tanya Utara penasaran.

"Nggak usah kepo."

Utara mencebikkan bibir. "Orang nanya juga." Hachim!

Selatan bersin, Utara jadi urung melangkah ke lapangan. "Mulai flu, ya, lo?

Mampus, kan, baru tau rasa."

"Nggak usah banyak bac—hachim!"

Utara tertawa. "Makanya jangan mandi hujan. Dasar lemah." Ia menyempatkan diri memeletkan lidah dan segera pergi ke lapangan.

"Berani-beraninya dia bilang gue payah—Hachim! Mana gue pake bersin segala," ujar Selatan mengusap hidungnya yang gatal dengan kesal.

Utara yang segera pergi dari hadapan Selatan itu saat dirinya sampai di barisan. Untungnya dia lebih cepat beberapa detik sebelum upacara dimulai. Dan beruntungnya lagi, Selatan meminjamkannya topi. Jika tidak, maka nasibnya akan sama seperti anak-anak lain di sebelah podium yang tak berpakaian rapi dan lengkap.

"Pemimpin upacara mengambil tempat yang telah ditentukan."

Selatan merapikan letak mata dasinya sebentar, kemudian mengambil langkah tegap dan maju menuju tengah lapangan. Badannya yang tegap dan wajahnya yang tegas seketika menjadi pusat atensi seluruh murid, lebih-lebih kaum hawa. Apalagi saat sinar mentari pagi menerpa wajahnya, membuat para gadis menahan napas memekik dalam hati. Benar-benar perpaduan yang indah.

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang