BAB 43

58.5K 9.1K 1.8K
                                    

^Selamat Membaca, Tanta Readers!^

.

.

...


"

Gue nggak bisa ikut," ujar Utara membuat seluruh pasang mata ketiga sahabatnya menatap penuh ke arahnya. Istirahat kali ini Utara dan teman-

temannya tidak kebagian meja kantin dan alternatifnya adalah taman belakang sekolah, di bawah pohon mangga yang rindang.

"Kenapa?" tanya Fahri. Rencananya, mereka akan main ke rumah Ribi untuk nonton film sepulang sekolah nanti.

"Iya. Lo juga kebanyakan diem hari ini. Kenapa, Ra?" tanya Ribi.

"Lo tau, Na?" tanya Fahri pada Erina. Namun, kali ini Erina hanya mengedikan bahu seolah tidak tahu apa-apa melalui ekspresi murung Utara.

Gue tau, cuman pura-pura gak tau, batin Erina. Tidak semua yang kita tahu harus diucapkan lewat lisan, terkadang kita harus berpura-pura tidak tau untuk memberikan ruang kepada orang lain bercerita. Seperti pengamatan Erina tentang Utara seharian ini, Erina ingin Utara yang menceritakannya langsung.

"Mama dirawat di rumah sakit," kata Utara.

"Kenapa?" tanya Ribi spontan yang membuat Fahri menoyornya.

"Kenapa, Ra?" tanya Fahri dengan lembut.

Benar, pikir Erina.

"Gue nggak tau bilangnya gimana." Utara menutup wajahnya. Air matanya kembali turun dan pundaknya bergetar.

"Tara ...." Ribi langsung memeluk Utara dari samping. "Tara jangan nangis."

"Kita siap dengar kok kalau lo mau cerita. Jangan dipaksa." Fahri mengusap punggung Utara.

"Iya. Kita kan best friends forever. So, kita bakal berusaha buat selalu ada."

"Makasih," sahut Utara masih dengan menutup wajahnya. "Gue bakal cerita, tapi tunggu gue siap."

"We will waiting," kata Fahri.

"Ah, Tara gueeee." Ribi memeluk Utara sampai mengguncang tubuhnya ke kanan kiri. Cewek itu yang paling sering berdebat dengan Utara, tapi Ribi juga yang paling pertama memeluk Utara saat Utara dalam keadaan tidak baik-baik saja. Begitupun sebaliknya.

"Sebagai sahabat, kita harus berbagi. Dan, kami bertiga bakal berusaha selalu

ada buat lo, Ra. Sahabat tempat kita bercerita, dengerin satu sama lain, bagi tawa, kesedihan, sahabat selamanya." Fahri merangkul Erina dan Ribi merangkul Utara.

Utara tertawa kecil di tengah kemuraman hatinya.

"Best friends forever! Yeay!"

***

Sepulang sekolah, Utara langsung meminta Selatan untuk mengantarkannya ke rumah sakit masih lengkap dengan seragamnya, sedangkan cowok itu keluar untuk mencari makanan. Utara duduk di kursi sambil memandangi wajah mama yang semakin pucat dan tirus. Rambutnya tidak setebal dulu, warna bibir merahnya juga perlahan pudar dan kering. Utara merindukan iris cokelat terang mama yang selalu menatapnya teduh, menatapnya jengah karena kecerobohannya, dan menatapnya penuh kasih sayang.

"Uta."

Utara menoleh ke arah pintu saat mendengar namanya dipanggil. Bunda dan ayah. Tanpa menyahut, Utara kembali memandang mama.

Utara & Selatan [#DS1 Selatan| END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang