Suffering 23

2.2K 121 4
                                    

Lia termenung di balkon kamar nya. Ia memikirkan apa yang di ucapkan oleh oma dan anak nya.

Lia sempat menegur Tia saat bertemu hendak ke dapur, ia juga menyapa dan memberi senyum. Tapi Tia tetap lah Tia, Ia Sangat tak menyukai Lia. Karena ada sebab nya. Hanya diri nya yang tau tentang Itu.

Lia juga tak tau kenapa Tia begitu membenci dirinya. Memang nya ia pernah berbuat salah kepada Tia? Ia merasa tak pernah memiliki salah.

Lebih baik ia tak makan satu hari satu malam dari pada ia di benci oleh orang. Ia di dunia tak ingin mencari musuh, ia tak ingin di benci. Tapi keadaan yang membuat ia di benci.Apalagi ia di benci oleh orang yang ia sayang.

"Aku izinin gak ya Raka ikut oma? Kalok Raka ikut oma, aku sendirian. Tapi liat Raka antusias banget aku jadi gak tega buat gak izinin dia."

"Bintang, Bulan, bantu jawab dong. Aku pusing tauk." Ucap Lia menatap langit dengan bulan dan bintang bertaburan.

Tadi, selesai makan Oma dan Opa nya ingin berbicara pada nya. Ia akan membawa Raka ke Jerman untuk berkunjung. Raka juga sangat antusias untuk mengunjungi nya. Ia ingin sekali bermain di negeri luar.

Pikiran Raka sungguh dewasa. Cita cita nya saja hanya ingin membahagiakan mommy nya. Itu saja.

Lia menghela nafas nya lelah. Ia beranjak dari kursi dan menuju tepi kasur. Ia meraih sebuah figura yang terdapat 2 wanita dan 3 laki laki tersenyum lebar mengahadap kamera. Keluarga nya.

"Kalian tau, aku di sini merindukan kalian. Kalian sedang apa? Melakukan apa? Aku tak tau. Aku hanya bisa mengirim doa dari sini. Aku pengen kita kumpul bareng kayak dulu, pengen bangett. Tapi insyaallah suatu saat." Ucap Lia dengan air mata yang luruh di sertai darah dari hidung nya.

Ia menarik rambut nya kuat kuat, agar pusing di kepala nya reda, sesekali ia memukul kepala nya.

Ia meraih obat yang ada di nakas dan menegak nya langsung. Ia menyadarkan punggung nya di kepala kasur. Memijit pangkal kepala nya agar pusing mereda. Tapi tak kunjung mereda. Ia mengiraukan darah yang keluar dari hidung nya.

"Kapan penyakit sialan ini hilang?!" Teriak nya lirih langsung pandangan nya menggelap.

Tia, Melihat semua yang di lakukan Lia di balik pintu yang terbuka dikit. Ia tak menyangka. Ia menyesal sudah membenci Lia. Ia masuk ke kamar Lia dengan tergesa - gesa.

"Li, bangunn" Ucap Tia menepuk pipi Lia pelan.

"Li" Ia meraih tisu yang berada di nakas dan mengelap hidung Lia yang sedari tadi mengeluarkan darah.

Lia tak kunjung bangun. Tia berlari meminta bantuan kepada bi Inah dan pak bejo.

"Pakk, bii tolongin Lia bii, Dia pingsann" ucap Tia dengan nada khawatir nya.

"Astaghfirullah" Ucap Pak bejo dan bi inah serentak dan langsung lari menuju lantai atas untuk menuju kamar Lia.

Pak bejo membuka pintu Kamar dan langsung mengendong Lia ala bridel style.

"Non kenapa lagii" Gumam pak bejo dengan wajah khawatir. Ia sudah menganggap Lia anak nya sendiri.

"Pak saya ikut!" Ucap Tia yang langsung di angguki oleh pak bejo.

Hari sudah menunjukan pukul 23.00 jalan juga cukup sepi dan leluasa pak bejo menyupir dengan kecepatan tinggi.

....

Yey update lagi!

Jangan lupa vote temen temenn...

SUFFERINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang