Author pov
**
Italic = Bahasa Inggris.
Bold + italic = sambungan telpon.
– –
"Yang, udah jangan pergi. Di sini aja sama gue. Terus kita nikah."
Pria bertubuh tinggi itu membaringkan tubuhnya di kasur. Terlihat seorang wanita di depannya. Tengah memasukan pakaian miliknya ke dalam dua buah koper besar.
"Ya gak bisa gitulah. Gimana pun gua harus pulang. Gua kangen Arges dan yang lainnya."
Wanita itu menatap sebentar pria yang berbaring itu. Kembali melanjutkan aktivitasnya.
"Masalah itu gampang. Lo bisa videocall, chat, atau apapun itu."
Kembali membujuk. Pria itu mendudukan dirinya. Dia menatap wanita di depannya. Jika dipikir, wanita itu tak berubah.
Rambut panjang hitamnya, sifatnya seperti pria, dan senyuman manis itu. Semuanya tampak sempurna untuknya. Dia tidak ingin kehilangan wanita itu.
"..Van. Zivan Reandra! Ngapa lu bengong? Liat gua. Gua tau ini sulit. Tapi gua harus pulang. Lu tau kan gua udah di sini sepuluh tahun. Gua kangen kakak gua. Apalagi gua udah lang—"
"Iya gua tau. Kali ini gua gak bisa nahan lo lagi seperti dulu."
Wanita itu tersenyum. Dia mendekat dan duduk di samping Ziv. Memegang tangan pria tinggi itu.
"Gua seneng bisa kenal sama lu. Makasih selama ini lu ada buat gua."
"Hei, ini udah kewajiban gue sebagai pacar lo kali." ucap pria tersebut.
'Pletak'
"Sakit tau!"
"Gombal mulu lu. Dahlah, gua mau beres-beres dulu."
Kembali wanita itu membereskan pakaiannya. Ziv tersenyum melihatnya. Wanitanya itu benar-benar tidak berubah.
"Guys, lihat apa yang aku bawa dari dapur."
Seorang wanita dengan membawa camilan di atas nampan. Dia duduk di samping Ziv.
"Wow, kau memang pintar masak. Tak seperti kekasihku."
Matanya Ziv mengarah pada wanita yang masih fokus dengan pakaiannya. Dia tidak merespon. Salah satu sifatnya yang tidak peka.
"Ini sangat lezat."
Mengambil kembali makanan ringan yang terbuat dari terigu itu. Wanita tadi yang berfokus pada pakaiannya mulai tertarik.
"Biar ku coba."
Mengambil satu. Menikmatinya.
"Iya, ini lezat. Kau benar-benar pandai. Pasti suamimu nanti akan senang."
Dia kembali pada lemarinya. Ziv memandang kecewa. Niat hati ingin menyindir tapi orang yang disindir tak peka. Dia kecewa.
"Bersabarlah. Ar itu memang begitu orangnya."
Ziv hanya mengangguk. Dalam hati kecewa dia masih memakan makanan ringan itu.
"Oh iya, Ar. Kamu kapan pergi? Kita sudah lulus sekolah dan kuliah. Di mana nanti kau akan bekerja?"
Wanita yang membawa camilan tadi menyimpan nampannya di atas ranjang. Bangkit dan membantu Ar.
"Malam ini. Lalu jika masalah bekerja.. Entahlah. Akan ku pikirkan nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sahabat [TAMAT]
HumorKisah pertemanan yang absurd. Kalian pasti memiliki teman 'kan? Nah sama halnya juga dengan mereka. Di mana pertemanannya dibumbui kekonyolan, ketoxian, kelucuan, kecintaan *eh maksudnya percintaan, persaingan, perebutan dan segalanya. Dalam perte...