26. Keyakinan Tiara

880 89 16
                                    

Tuhan memang Maha membolak-balikkan hati. Hanya sesaat setelahnya, aku benar-benar jatuh hati.

-----


Semenjak kedatangan Nuca lagi di hidupnya, hari-hari Tiara yang biasa dilaluinya sendiri praktis dijalaninya dengan Nuca. Tak sepanjang hari memang, tapi lebih banyak dihabiskan bersamanya. Dari sarapan pagi bersama, berangkat ke kantor jika sedang tidak banyak urusan luar, makan siang, pulang kantor, hingga makan malam. Sekali lagi, jika sedang tidak ada urusan pekerjaan di luar kantor.

Di waktu tertentu, urusan pekerjaan terkadang memang mengharuskan mereka untuk berpisah sementara. Entah tidak bisa berangkat bersama, tidak bisa makan siang bersama, hanya bisa bertemu singkat di kantor, bahkan kadang mereka hanya sempat bertemu malam hari saja. Bagi Tiara dan Nuca, hal itu bukan masalah besar. Seringnya bertemu mungkin saja membuat keduanya bosan dengan rutinitas yang sama. Dinamika seperti ini membuat keduanya bisa tetap merindukan satu sama lain ketika tidak bisa bertemu.

Kehadiran Nuca kembali pun juga tidak membuat aktivitas Tiara bersama sahabat-sahabatnya terganggu. Tiara masih bisa pergi ataupun sekedar makan bersama teman-temannya. Bahkan tetap bisa girls time seharian penuh jika sedang ingin menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya. Kadang bersama Nuca, Axell, dan Biel jika mereka menginginkannya. Atau benar-benar hanya Tiara, Keisya, dan Ziva saja. Begitu pula Nuca, ia masih memiliki waktu sendiri, melakukan aktivitasnya tanpa Tiara.

Seperti weekend minggu ini. Tiara dan Keisya memutuskan untuk menginap di apartemen Ziva. Nuca dan Axell kebetulan sedang pulang ke rumah orang tuanya. Sementara Biel disibukkan dengan jadwal terbangnya. Ketiganya sepakat memanfaatkan waktu ini untuk mereka bertiga saja. Melakukan hal-hal random yang sering mereka lakukan bertiga saja.

Kotak-kotak bekas makanan tampak ditumpuk di atas meja ruang tengah apartemen Ziva. Sabtu malam itu, Tiara menyatakan tidak ingin berkutat di dapur sama sekali. Maka mereka bertiga memutuskan untuk memesan makanan dari luar saja untuk makan malam. Televisi yang menyala tampak hanya sebagai latar belakang saja, karena ketiganya sibuk berceloteh satu sama lain. Membahas berbagai macam hal.

"Elo nggak apa-apa kan, Ziv, ditinggal-tinggal kayak gini setelah akhirnya status lo jadi pacarnya Biel?" Tiara bertanya serius pada Ziva.

"Nggak apa-apa banget, sih. Ya namanya juga kerjaan dia gitu. Mau gimana lagi? Dia kenalan sama pesawat lebih dulu gitu daripada sama gue."

"Bentar. Apa hubungannya?" Keisya tampak berpikir.

"Maksud gue, ya masa setelah pacaran sama gue, gue ngatur-ngatur kerjaan dia, ngatur-ngatur dia harus kerja apa biar gue bisa deket sama dia terus. Biar dia bisa di Jakarta terus. Kan nggak gitu juga. Ya kalo gue ketemu dari sebelum dia jadi pilot, dia jadi pacar gue sebelum itu, ya paling gue bakal minta dia nyari kerjaan yang stay aja gitu. Nggak usah menclok sana-sini jadi jarang di Jakarta. Berhubung situasinya gini, ya apa boleh buat."

"Nyesel gitu?" Tanya Tiara.

"Nggak sama sekali, Ti. Rasa sayang dan cinta gue ke dia lebih besar sih daripada takutnya gue nggak ketemu dia. Toh sebelum-sebelumnya juga gini kan? Dan gue sama dia baik-baik aja selama itu. Ada cewek lain yang godain dia selama bertugas juga nggak ngaruh gitu ke dia. Tetep aja balik-baliknya ke gue." Ziva menerangkan dengan serius.
"Ih, ge er banget gue ya?" Ia kemudian terkekeh.

"Tapi bener juga sih. Kayak yang Keisya bilang waktu itu. Alasannya Biel nggak ngajak lo pacaran waktu itu kan bukan karena ada cewek lain terus dia ragu milih gitu. Justru elo jadi fokusnya dia. Dia nggak mau elo sampe ngerasa dicuekin setelah diajak pacaran karena dia harus terbang lagi. Gitu kan?"

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang