Sometimes, it still feels like a dream. A dream come true. Me, and you.
-----
Warning!!! Mature content (21+)
Read at your own riskTiara mengerjapkan matanya beberapa kali. Mengumpulkan sedikit demi sedikit kesadarannya demi mulai mencari tau dimana ia berada sekarang.
Hal pertama yang ditangkap oleh matanya adalah dinding kamar putih bersih dengan kusen jendela berwarna sky blue tepat di depan matanya. Gorden berwarna putih yang tergantung di jendela yang terbuka melambai halus. Di luar sana langit tampak biru bersih, cahaya matahari mulai menelisik ke dalam kamar dimana ia berada. Lamat-lamat ia juga mendengar deru ombak dari jauh. Jelas ini bukan kamarnya sendiri.
Lalu ia merasakan kulit bahunya yang terekspose diterpa angin semilir dengan rasa hangat yang berbeda. Ia masih merasakan tubuhnya yang lengket. Angin yang menerpanya barusan sedikit memberi rasa lebih segar. Meskipun hanya sebatas bahu.
Posisinya bergelung dengan selimut sebatas dada. Menghadap ke arah kiri. Meringkuk nyaman seperti bayi. Merasakan hangat di kulit punggung dan tengkuknya.
Tadi ia hanya mengangkat sedikit kepalanya untuk mulai mengidentifikasi sekitarnya. Kemudian berusaha menggerakkan sedikit tubuhnya yang nampak terkungkung erat.
Dan tiba-tiba..
'Nyuutttt..'Refleks ia meringis. Menutup sesaat matanya, menahan serangan mendadak di sekujur tubuhnya. Ngilu, dan remuk seperti habis dipukuli. Mungkin itu kata yang tepat.
"Ssshhhh."
Desisan kecil tak pelak keluar dari bibir merah mudanya. Menggigit kecil bibir bawahnya sendiri. Mengambil napas cukup banyak setelahnya untuk menetralisir. Lalu kembali menggerakkan perlahan seluruh tubuhnya.Oke. Sampai sini, Tiara sudah bisa memastikan dimana ia berada. Bahkan lengkap sampai ke situasi yang terjadi saat ini. Dan tentu saja penyebab rasa ngilu dan sakit yang baru saja mendatangi sekujur tubuhnya.
Tangannya di balik selimut otomatis bergerak ke perutnya. Seperti yang sudah ia duga. Ada tangan besar dan kokoh yang merengkuhnya posesif dari belakang. Senyum pun tersungging di bibir Tiara. Ia mengusap lembut tangan suaminya. Menggenggam tangan itu erat sambil memundurkan sedikit punggungnya sendiri agar bersentuhan dengan dada telanjang suaminya. Mencari rasa hangat yang akhir-akhir ini jadi favoritnya.
Sejenak ia memejamkan matanya lagi. Kamar di salah satu hotel mewah di Santorini. Di sinilah keduanya berada sekarang. Menikmati bulan madu yang sempat tertunda satu minggu karena urusan pekerjaan mendadak. Dan sebagai gantinya, kakak dan abangnya memberikannya kebebasan untuk memilih tempat berbulan madu dan waktu lebih banyak untuknya dan Nuca.
Setelah berpikir dalam waktu cukup singkat, di antara Dubrovnik di Kroasia, Lake Como di Italia, atau Santorini di Yunani. Pilihan Tiara jatuh pada salah satu kota di negeri dewa-dewi itu. Baginya, pantai, kaldera, warna biru air laut yang tak berbatas dengan cakrawala, dominasi warna putih dan biru bercampur hangat material alam pada bangunan-bangunan di sana lebih menarik untuk dieksplorasi.
Tiara berusaha cukup keras membalikkan tubuhnya menghadap Nuca yang masih setia melingkupi tubuh Tiara dengan badan dan tangannya. Usaha Tiara harus sekeras itu mengingat ia harus menahan ngilu itu lagi dan tangan Nuca yang cukup berat.
Untungnya ia berhasil. Tiara menelusupkan kepalanya ke dada Nuca. Menempatkan kepalanya tepat di bawah dagu lelaki yang masih memeluknya erat. Tampak sedikit terganggu dengan kegiatan Tiara. Hanya sedikit karena selanjutnya ia justru mengeratkan lagi pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Chance
Fiksi PenggemarTiara melihat kembali lembaran kertas di dalam map yg tadi diserahkan Arin, sekretaris kak Ciara. Dipastikannya kembali, berulang kali. Raja Giannuca Bramanta. Benar nama itu yang tertulis di bagian tengah kertas. Menjelaskan bahwa pemilik nama akan...