52. Lamaran

879 85 12
                                    

Bukan cinta jika tak membuatmu merasakan bahagia dan kadang luka.

-----

"Sumpah pengen aku jambak aja. Kenapa bisa sih kak Axell sama Nuca kenal modelan cewek kayak gitu?" Omel Mahalini.

Tiara, Keisya, dan Ziva terkekeh melihat tingkah teman mereka satu itu. Keempatnya tengah menikmati makan siang bersama di salah satu cafe di gedung The Casa.

"Jambak aja harusnya, Lin. Kalo perlu sembur langsung di mukanya. Bilang kalo pake alesan kenal duluan, kamu lebih dulu kenal." Ziva mengompori Mahalini.

Keisya spontan melirik Tiara. Takut responnya berbeda ketika mendengar pernyataan Ziva barusan. Syukurnya senyum Tiara tak pudar, kekehannya masih terdengar ketika melihat tingkah Ziva. Aman. Mungkin tak ada lagi yang harus dikhawatirkan.

"Mau aku sumpel aja mulutnya. Mana nggak pinter lagi ngasih alesannya. Bohong juga kan dia, Ti?" Mahalini menatap Tiara.

Tiara mengangguk sambil menyedot minumannya.
"Nuca udah cerita lengkap kok. Dan emang nggak kayak yang dia omongin. Makanya aku juga sebenernya pengen ketawa, bodoh banget gitu statement-nya." Sahut Tiara.

"Tapi sumpah Tiara keren banget. Tenang banget mukanya. Aku kalo jadi kamu udah kujambak kali. Apalagi Kayra itu. Bisanya nyuruh-nyuruh temennya." Mahalini terlihat kesal.

"Yang penting mereka tau dulu kalo Tiara nggak bisa dibohongin, Lin. Udah ah, nggak perlu dipikirin terus. Mending kamunya tenang, pikirin nanti malam dong." Sergah Keisya.
"Udah siap semua kan?"

Mahalini sontak menjadi lebih kalem. Rasa gugup yang sempat hilang kini kembali menyerang.

"Kenapa, Lin?" Tiara menyadari perubahan sikap temannya itu.

"Gugup lagi. Tadi udah luuupaaa." Sahut Mahalini menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi tempat ia duduk.

Yang lain terkekeh geli melihat tingkah Mahalini.

"Apa sih yang digugupin? Nic baik kan? Emang ada yang salah selama kalian komunikasi? Cuma makan malam doang, Lin." Ucap Ziva.

"Nggak ada yang salah, Ziv. Semua baik-baik aja kok. Dia juga baik banget sama aku. Kadang suka nganterin ke kantor, pulangnya dijemput."

"Trus?" Keisya menimpali.

"Aku kadang takut aja. Nggak percaya sama diriku sendiri. Aku liat Nuca sama Tiara, kamu sama kak Axell, atau Ziva sama Biel. Kalian punya cerita cinta yang bikin bisa saling menguatkan gitu. History-nya bikin kalian nggak gampang goyah. Pokoknya cerita kalian tuh manis banget." Tutur Mahalini.

Matanya mengedar ke arah tiga temannya bergantian. Meneliti satu per satu ekspresi wajah mereka di depannya. Semuanya memperlihatkan raut wajah penuh tanya.

"Intinya, aku pengen punya hubungan serius sama kayak kalian gitu. Tapi sama Nic ini lancar banget kayaknya. Mulus gitu jalannya. Nggak ada halangan apapun. Aku takutnya dia malah ngegampangin hubungan aku sama dia juga nanti. Takut dia malah nggak serius kalo nanti aku sama dia pacaran." Sambung Mahalini.

"Pikiran darimana sih kayak gitu, Lin?" Sahut Tiara halus.

"Ya kan biasanya yang perjuangannya sulit, bakal jauh lebih menghargai, Ti."

Ziva menggelengkan kepala sambil tersenyum. Tangannya terulur mengusap lengan Mahalini di sampingnya.

"Nggak gitu juga, Lin. Setiap orang tuh punya porsi cerita masing-masing. Nggak ada jaminan yang nggak berjuang, nggak bakal awet. Tergantung kamu sama dia juga nanti kan?" Ucap Ziva.

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang