47. Untuk Tiara

998 86 21
                                    

Bahagia itu, kita yang ciptakan.

-----

Tiara memandang jam dinding di ruang tengah unit Ciara. Hampir pukul 10 malam. Sudah puluhan kali juga Tiara mondar-mandir di ruang tengah. Nuca dan kedua abangnya belum juga menunjukkan batang hidungnya sampai selarut ini.

Tiara sendiri sudah rapi dengan baju tidurnya. Ia pun juga sudah makan malam bersama kedua kakaknya yang tampak tenang-tenang saja meskipun calon suami keduanya belum juga datang.

"Masih mikirin Nuca, Ra? Kan sama abang. Kalo abang belum dateng, berarti emang belum kelar dong."

Ciara menghampiri Tiara yang termenung, berdiri diam di dekat jendela. Menatap suasana dan pemandangan malam jalanan Jakarta. Hujan cukup besar tengah mengguyur Jakarta malam ini. Pikiran Tiara melanglang entah kemana.
"Tapi masa sampe jam segini belum kelar kak? Banyak banget apa yang diomongin?" Tiara berguman lirih, matanya belum beralih.
"Kakak nggak dapet kabar apa gitu dari abang? Kenapa pada santai banget sih?"

Dania ikut bergabung bersama Tiara dan Ciara. Memperhatikan tempias tetesan air hujan yang berjatuhan di balkon unitnya.
"Kan udah biasa juga abang pulang malam, Ra. Kak Dania sama kak Ciara mah udah biasa ditinggal karena kerjaan sampe lebih malam dari ini. Nggak perlu dikhawatirin."

"Kecuali kalo emang lagi ada masalah." Ciara mengerling usil pada Dania.
"Duduk, yuk. Biar tenang kamunya. Kak Dania bikin teh hangat tuh."

Ketika Tiara akan melangkahkan kaki menuju sofa ruang tengah, bel unit Ciara berbunyi. Dania yang terlebih dahulu berjalan spontan menghampiri pintu utama. Saat pintu terbuka, Tiara bisa melihat jelas Andra dan Diaz masuk. Keduanya juga sudah berganti dengan baju rumah.

"Hai sa.." Sapaan Diaz pada Dania terhenti karena Tiara menyela tiba-tiba.

"Abang, Nuca mana?"

"Loh, di unitnya kali, Ra. Tadi sih pulang bareng, tapi dia bawa mobilnya sendiri gitu." Sahut Andra.

"Udah ditelpon belum? Coba telpon tanyain dulu dimana." Timpal Diaz.

Tiara menggeleng pelan.

"Kamu berantem sama Nuca? Atau kenapa? Masa nanya dia dimana sama abang? Biasanya paling tau Nuca dimana. Tinggal telpon lagian, Ra." Ujar Andra yang tampak sengaja membuat Tiara kesal.

Dan berhasil. Tampang Tiara berubah kesal tak karuan. Bercampur rasa cemasnya tentang keberadaan Nuca.

"Ya masa dia juga nggak ngabarin aku dia dimana? Kalo dia udah di apartemen, trus mau ke unitku, aku nggak ada di sana, dia kan pasti telpon nanyain aku dimana." Sahut Tiara.

"Iya kalo dia mau ke unit kamu, kalo nggak? Kalo malah kecapekan trus tidur?" Jawab Diaz enteng.

"Iiisshhh. Abang mah bukan tenangin aku, malah bikin tambah takut." Tiara menghentakkan kakinya kesal.

Kedua kakak dan abangnya duduk dengan tenang di sofa. Bahkan Andra dan Diaz kini tengah menyesap teh hangat yang disiapkan Dania. Tiara pun akhirnya memutuskan duduk di one-seater sofa. Tangannya sibuk dengan ponselnya.

"Ngeselin deh Nuca! Masa nggak ngabarin sama sekali. Dia marah apa ya gara-gara aku cuekin? Tapi kan yang harusnya marah tuh aku, bukan dia." Tiara mengomel sendiri.

The Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang