Layaknya bahagia, kesulitan pun tak selalu bermula dari diri sendiri.
-----
Sore hari berikutnya, ruang rawat Tiara terlihat ramai karena kedatangan sahabat dan temannya. Untungnya ruang rawatnya cukup besar untuk menampung mereka yang datang sore itu. Dan kabar baiknya, Tiara merasa jauh lebih baik dan terhibur karena kedatangan mereka.
Kemarin, sebelum Tiara sadar. Dania dan Diaz berkunjung ke rumah sakit. Melihat langsung kondisi Tiara setelah memastikan Gio ditangani pihak berwajib. Keduanya juga membawakan baju ganti untuk Nuca mengingat kemeja kerjanya dihiasi noda darah yang sempat mengucur dari pelipis Tiara.
Tiara membuka matanya tepat ketika Nuca tengah menunaikan sholat Maghrib-nya. Tentu saja hal yang pertama dilihatnya adalah pergerakan samar Nuca yang Tiara yakini tengah sujud di atas sajadahnya. Di sisi kiri ranjang Tiara.
Tiara hanya bisa tersenyum. Lehernya masih terlalu kaku untuk digerakkan. Maka dari itu ia hanya bisa sedikit menoleh dan melihat Nuca dari sudut matanya.
Tiara mencoba sedikit menggerakkan tangannya, sakit tentu saja. Memar di beberapa bagian tubuhnya mulai menhantarkan rasa sakit ketika indera perabanya berfungsi. Entah sebanyak apa luka di tubuhnya. Belum lagi pelipisnya yang berdenyut. Tiara merasakan betul suatu benda menempel erat di pelipisnya.
Beberapa menit menunggu, Tiara menatap lurus ke atas. Mengingat kejadian beberapa jam lalu hingga ia harus terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan perban di pelipis dan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Tak lama, dari sudut matanya. Ia melihat Nuca mendekatinya. Menyapanya dengan senyum lebar karena melihat Tiara telah membuka matanya. Refleks mengecup pelan pelipis Tiara sebelum menekan tombol merah di atas ranjang, memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Tiara.
Nuca baru mengeluarkan suaranya ketika dokter sudah keluar dari ruang rawat, setelah memastikan tak ada yang perlu dikhawatirkan dari Tiara. Hanya perlu beberapa hari ke depan untuk penyembuhannya. Keduanya berbincang ringan dengan sedikit menyinggung kejadian kemarin siang yang menyebabkan Tiara terluka. Nuca mengutarakan apa yang sejujurnya dirasakannya ketika melihat Tiara terluka. Menyesali kejadian dimana ia tak ada untuk melindungi Tiara.
Tak ayal sedikit perdebatan muncul di antara keduanya. Bagi Tiara, tak sedikitpun dari kejadian kemarin harus disesali oleh Nuca. Bertolak belakang dengan keyakinan Nuca. Karena baginya, ia sedikit lalai akan tanggung jawabnya pada Tiara. Belum lagi soal fakta bahwa ia lah yang dulu pernah meminta Gio masuk ke kehidupan Tiara secara tidak langsung.
Untungnya perdebatan tak berlangsung lama. Pada akhirnya keduanya setuju pada satu kesimpulan. Bahwa Gio memang bersalah. Kemarin, dan bahkan selama ini. Kesimpulan yang diambil keduanya, tepat sebelum kedua orang tua Tiara datang malam itu.
"Udah enakan, Ti?"
Ziva mendekati Tiara yang tengah mengatur posisi punggungnya di bantal.Nuca menaikkan sedikit posisi kepala ranjang, mengatur posisi bantal di belakang Tiara agar ia bisa duduk bersandar dengan nyaman.
"Udah enakan kok, Ziv. Kadang masih nyut-nyutan aja." Sahut Tiara kalem.
Matanya melirik kesana kemari, mencari keberadaan Nuca yang tiba-tiba saja menghilang. Sedetik kemudian sorot matanya berubah tenang ketika menemukan sosok yang dicarinya tengah berbincang dengan Axell dan Sam di sofa ruang rawatnya.
"Tadi malam ditemenin sama mama papa jadinya?" Tanya Keisya.
Tiara menggeleng.
"Sama Nuca. Nuca ngotot nemenin soalnya katanya takut mama papa kecapekan habis dari Bandung. Jadi dia nyuruh mama papa istirahat di rumah aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Chance
Fiksi PenggemarTiara melihat kembali lembaran kertas di dalam map yg tadi diserahkan Arin, sekretaris kak Ciara. Dipastikannya kembali, berulang kali. Raja Giannuca Bramanta. Benar nama itu yang tertulis di bagian tengah kertas. Menjelaskan bahwa pemilik nama akan...