Happy reading ❤
Suasana kelas XI IPA 2 selalu ribut saat jam istirahat. Kalau sepi bukan istirahat namanya tapi kelas habis kena razia BK.
Beberapa murid cowok menjadikan meja guru menjadi pos mereka main game. Murid cewek sibuk merapikan dandanan sebelum meluncur ke kantin sekaligus tebar pesona ke kakak kelas. Ada juga kelompok murid terpelajar yang memilih merapikan catatan daripada melakukan hal yang tidak berguna bagi kemajuan sekolah.
Mika duduk di bangkunya. Tepatnya lorong kedua dari pintu dan barisan ketiga dari meja guru. Disampingnya, Helen sibuk menghitung uang kas kelas. Mereka berdua adalah perangkat kelas. Mika sekretaris dan Helen bendehara. Di belakang mereka, ada Via dan Andre. Mereka berdua membahas amanat Pak Kumara seputar kebersihan lab Biologi. Via dan Andre adalah murid kepercayaan Pak Kum untuk mengelola lab.
“Mi, Boleh minta tolong nggak?” Helen mengerjabkan matanya agar Mika luluh.
Mika meletakkan ponselnya padahal sebelumnya dia sedang asyik menonton pertandingan partai final Indonesia Open 2019. “Sorry, nggak denger.”
Helen mengeluarkan sebungkus dodol dari dalam lacinya lalu meletakkannya di hadapan Mika. “Tolongin gue dong.”
Mika maraih dodol durian itu. Tanpa basi-basi bin bacot, dia langsung melahap pemberian Helen. “Tolong apa?”
“Pulang sekolah lo latihan?”
Kening Mika berkerut mengingat jadwalnya. “Kagak. Emang kenapa?”
Helen meletakkan tumpukan kertas di meja Mika. “Lo fotocopy nih. Amanat dari ketua kelas. Soal dari Bu Yuyun.” Lalu dia menyerahkan selembar uang seratus sibu. “Nih uangnya. Jangan lupa minta bon. Harus di fotocopy Kak Ana. Kembaliannya dipulangin ke gue. Jangan korup.”
“Siap kanjeng ratu Helena Serendipty.”
Via menarik rambut Mika dari belakang. “Woi Mika. Nama gue itu. Via Serendipty.”
Mika menoleh. “Lupa gue. Helen siapa dong? Helen Juleha bukan sih?”
“Lo tuh yang Mika Juleha gue sih Helen Jubaedah.”
Mika tertawa. “Eh betewe nih ya ini dodol dari mana?” Mika menoleh ke belakang. “Lo berdua mau nggak?”
Andre dan Via serentak menolak. Mika jadi curiga pada Helen. Cewek itu terkikik pada Mika. “Itu dodol nggak sengaja nemu di lab Pak Kumara. Mudah-mudahan aja belum kadaluarsa ya.”
***Setelah bel pulang berbunyi, penduduk kelas XI IPA 2 langsung berhamburan persis seperti acara pembagian sembako di kantor lurah. Tinggallah Mika sendiri di dalam kelas. Dia masih membersihkan papan tulis. Maklumlah, sekretaris idaman segala bangsa. Sahabatnya Via dan Andre sudah melarikan diri ke lab. Sedangkan Helen ada rapat OSIS di lantai tiga.
Setelah tugasnya beres, Mika langsung bergegas ke warung fotocopy-an Kak Ana. Fotocopy Kak Ana adalah warung fotocopy-an paling laris di kalangan murid SMA Brawijaya. Bukan cuma hasilnya yang rapi, harganya juga murah, lumayan bisa pengiritan. Kembaliannya bisa beli tempe goreng di kantin.
Warung Kak Ana tertelak di seberang sekolah. Di sampingnya, ada warung Pak Lek. Biasanya yang suka nongkrong di Warung Pak Lek adalah murid-murid nakal. Mereka sering bolos ke warung Pak Lek tepatnya bolos yang kurang ngotak. Bolos kok di depan sekolah. Bisa dilihat dari kantor BK.
Mika mamarkirkan motornya di depan fotocopy Kak Ana. Dia tersenyum mendapati Kak Ana sedang sepi pengunjung. Mika tidak perlu desak-desakan seperti antrean tiket mudik.
“Siang, Kak Ana cantik,” sapa Mika sambil tersenyum lebar mirip bintang iklan pasta gigi.
“Siang Mika bukan Mika Tambayong.” Karena terlalu sering berkunjung ke tempat Kak Ana, gadis Bali itu sampai hafal nama Mika beserta ketiga sahabatnya.
Mika meletakkan tumpukan kertas di meja Kak Ana. Setelah pegawai Kak Ana mengambilnya, Mika mengeluarkan susu dingin dari kulkas Kak Ana. Dia duduk di kursi kayu yang terletak di teras fotocopy-an itu.
“Rangkap berapa, Mi?” tanya pegawai Kak Ana.
“Dua, Bang,” jawab Mika. “Kak, Na ntar kalo ada cogan fotocopy sampein salam dari Mika ya.”
“Oke, ntar kakak bilangin deh buat cowok pertama yang fotocopy.”
Seorang cowok keluar dari warung Pak Lek. Dia memegang sebuah map berwarna biru. Cowok itu bejalan ke arah fotocopy Kak Ana. Mika sempat meliriknya.. Bahkan untuk beberapa saat mata mereka bertemu. Mika mematung. Cowok itu benar-benar mirip dengan pangeran di mimpinya beberapa hari lalu. Tinggi, kulit kuning langsat, rambut acak-acakan, dan hidung agak mancung.
Cowok itu melewati Mika. Mika dapat merasakan aroma parfumnya. Sangat wangi. Mika pernah mencium aroma itu saat ada tester gratis di mall Senayan. Itu bukan parfum murah. Cowok itu pasti dari kalangan sultan atau sejenisnya.
“Kak Ana. Rangkap tiga ya,” ujar si cowok.
Deg Deg Deg
Mika menyentuh dadanya. Jantungnya berdebar lebih cepat dari bisanya. Telapak tangan Mika berkeringat. Lidahnya kelu dan kakinya gemetar. Pesona cowok itu benar-benar memberi efek luar biasa bangi Mika. Seumur-umur baru kali ini Mika mengalami hali ini. Apakah gue lagi merasakan indikasi jatuh hati?
“Rel, ada yang kirimin salam buat lo,” ujar Kak Ana sambil melirik Mika.
Wajah Mika mendadak pasi. Dia menelan saliva susah payah. Kalau tahu siapa cowok pertama yang datang ke sini adalah cowok itu, Mika tidak akan pernah kirim salam lewat Kak Ana. Bisa-bisa itu cowok ilfil.
“Gue nggak nerima salam, Kak.” Wajah cowok itu berubah dingin. Setelah kertasnya selesai difotocopy, dia kembali ke warung Pak Lek.
Mika menarik nafas lega. Ternyata selama lima menit kehadiran cowok tadi, Mika menahan nafas. Untung saja Kak Ana belum sempat menginformasikan si pengirim salam.
“Ini kertas lo. Salam lo nggak keterima. Yang sabar ya ini ujian, Nak.” Kak Ana terkekeh.
Mika memasukkan kertasnya ke dalam tas lalu kembali mendekati Kak Ana. “Kak?” bisik Mika.
“Kenapa? Lo mau ngutang makanya bisik-bisik.”
Mika tertawa. Saat ini jiwa keponya mulai meronta. “Yang tadi anak Brawijaya?”
Mika sempat melihat seragam cowok tadi. Tidak ada badge name dan atribut sekolah.
“Lo nggak kenal?”
Mika menggeleng. Selain di mimpi, Mika tidak pernah melihat cowok tadi.
“Wajar sih nggak kenal, itu anak keseringan sekolah di warung sebelah. Dia satu sekolah sama elo. Lagian lo tuh sekali-sekali bergaul sama anak kelas lain. Jangan sama temen lo aja. Keluar dari zona nyaman.”
Mika mengangguk. Perkataan Kak Ana ada benarnya. Mika bukan anak yang suka berbaur dan gampang akrab. Dia punya teman akrab Via, Andre, dan Helen. Selebihnya biasa saja. Perjalanan Mika juga itu-itu saja. Rumah, kelas, XI IPA 1 kadang perpus, kantor BK, lab, dan tempat latihan bulutangkis. Kadang nongrong ke mall dekat rumah. Sudah, itu saja.
“Bisa aja lo, Kak.” Mika mengecilkan volume suaranya. “Nama doi siapa kak” Biar gue stalk. Kepo banget gue.”Kak Ana memutar bola mata saat Mika tersenyum sok imut. “Namanya Carel. Instagramnya Carel Mickh. Lo ngutang seratus ribu sama gue atas info berharga ini.”
Mika terkikik. Lagi-lagi dia mencondongkan tubuhnya ke dekat Kak Ana. “Masih jomblo, Kak?”
“Siapa? Gue? Gue kan udah punya tunangan. Gimana sih lo?”
Mika mengepalkan tangannya sambil mendengus. “Maksudnya si Carel itu lho, Kak. Jomblo nggak?”
“Lo kira gue emaknya? Udah sana, menjauh dari wilayah gue.”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mika Vs Pasukan Conidin [TAMAT]
Teen FictionMika si cewek parnoan punya impian jadi juara bulutangkis SMA se-provinsi dan punya pacar sesuai dengan kriteria di sticky note merah muda yang tertempel di dinding kamarnya. Takdir mempertemukan Mika dengan Carel. Mika kepo dan mulai menguntit Car...