PART 18~ PERINGATAN

61 25 18
                                    

Happy reading ❤

Mika berjalan terpogopoh-gopoh menuju ruang makan. Kakinya sampai tersandung kursi karena terlalu terburu-buru.Sebuah desahan meluncur bebas saat meyadari menu sarapan. Nasi goreng kesukaannya sepertinya tidak akan sempat untuk dinikmati. Mika semakin kecewa ketika tidak menemukan roti. Sudah pasti pagi ini dia tidak sarapan.

Cika mengernyit sambil membereskan meja makan. Ayah dan Bunda sudah selesai sarapan dan sudah keluar rumah. “Lo kenapa sih?”

“Gue laper. Tapi nggak sempet sarapan. Roti nggak ada ya? Biar gue makan sambil jalan.”

“Eh udah abis. Lo sih telat bangun.”

Mika menghembuskan nafas mencoba menerima kenyataan berangkat sekolah dengan perut keroncongan. “Gue berangkat. Bye.”

Mika duduk di kursi teras sambil memakai sepatunya secepat kilat. Mika tidak pernah seterlambat ini. Semua karena mengerjakan sontekan sampai pukul dua pagi. Pikirannya mulai membayangkan Bu Juriah menghukum siapa saja yang terlambat. Pernah sekali Mika melihat siswa kelas sebelas harus mencabut rumput taman belakang hanya karena terlambat dua menit. Padahal hari ini jam pelajaran pertama adalah ulangan mingguan dari Pak Kumara.

Setelah beres dengan urusan sepatu, Mika berjalan menuju garasi tempat dimana motornya terparkir dengan manja. Sebuah motor di luar pagar mengalihkan perhatian Mika. Langkahnya membawanya mendekat ke pengendara motor berhelm hitam itu. Helm yang sangat familiar bagi Mika.

Mika tercengang saat Carel adalah orang yang ada di balik helm itu. Cowok itu mengusap rambut lalu menatap Mika dengan tatapan datar bin lempeng yang merupakan ciri khasnya. Mika bahkan pernah berpikir, bagaimana kalau Carel tertawa? Apakah cowok itu akan menguap ke udara kalau sekali saja mengenyahkan tatapan datarnya itu?

“Carel?”

Carel menaikkan alis tanpa mengatakan sepatah kata pun. “Lo nyasar?” tanya Mika lagi.

Carel mengacak rambutnya sendiri karena kesal dengan kelakuan Mika. “Udah mau bel. Cepetan naik!”

Mika menggelengkan kepalanya mencoba menyadarkan dirinya bahwa apa yang sedang terjadi hanyalah bagian dari halusinasinya. Seingatnya, Mika tidak pernah mengabari Carel dimana alamat rumahnya. Lagipula mustahil jika Carel datang hanya sekedar menjemput Mika. Harusnya Mika mesem-mesem karena dijemput gebetan, tapi malah sebaliknya, Mika ragu apakah dia sudah benar-benar bangun tidur. Atau ini hanya mimpi seperti beberapa waktu lalu.

Bangun, Mika!

Carel berdecak. Jauh-jauh masuk ke dalam gang hanya untuk mendapati orang yang dia jemput melongo. Dia melambai-lambaikan tangan di hadapan wajah Mika.

“Woi, lo kesambet?”

Mika mengerjab lalu mencubit lengannya. Sakit. Berarti bukan mimpi. Mika masih ingin memastikan. Dia menjitak kepala Carel. Cowok itu mengaduh. Mika terkekeh.

“Lo beneran nggak waras,” sergah Carel.

Mika memayunkan bibir. Rasanya sedikit nyeri saat orang yang dia sukai yang mengatakan dirinya agak tidak waras. “Pedes banget dih mulutnya.”

Meskipun berkali-kali Carel melotot agar Mika naik ke boncengannya, cewek itu tetap tidak peka kode. “Lo nggak ada niat mau berangkat sekolah?”

“Lo kok tahu alamat gue?”

Carel memutar bola mata lalu melipat tangan di depan dada. Emosinya sudah sampai ke ubun-ubun. Tapi sebisa mungkin dia akan bersikap sabar pada cewek semenyebalkan Mika. “Gue tau semua tentang lo. Puas?”

Mika Vs Pasukan Conidin  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang