PART 17~ HALU-RIA

64 23 33
                                    

Happy reading ❤

Pernah mendengar pepatah seperti mendapat durian runtuh?

Mika sedang merasakannya saat ini. Mungkin jimatnya tidak mandi pagi sedang membawanya ke dalam keberuntungan yang beruntun. Pertama, dia bisa memegang pundak Carel. Selanjutnya berada dalam boncengan cowok itu selama setengah jam. Meski diam-diaman, Mika tak henti-hentinya mengucap syukur setidaknya hidungnya dimanjakan dengan wangi parfum Carel. Dan sekarang, Carel membawanya ke sebuah kafe.

Carel ngajak gue nge-date?

Mika cukup suka suasana kafe itu. Di bagian depan ada tulisan Biji Kopi. Berarti nama kafenya Biji Kopi. Desainnya sangat santai namun tetap elegan. Dinding didominasi warna hitam dengan tulisan motivasi berwarna putih. Aroma kopi menyeruak ke indera penciuman Mika. Dia memang bukan pencinta kopi tapi sepertinya aroma khas kafein memberi sensasi menyenangkan. Apalagi ditambah dengan alunan musik yang menggema ke seluruh penjuru kafe. Mika sampai senyum sendiri.

“Kenapa lo senyum sendiri? Waras?”

Mika tidak merespon hinaan Carel. Beberapa sifat cowok itu mungkin sudah dipahami Mika. Judes, pelit senyum, super tegaan, dan bicara tanpa saringan. Tapi Mika tetap suka. Carel membawa Mika ke meja bundar paling dekat dengan sebuah panggung mini tempat biasanya penyanyi kafe manggung.

Dua orang cowok ternyata sudah menanti kedatangan mereka. Mika salah besar jika Carel sedang berbaik hati berkunjung ke kafe. Cowok itu malah menuntun Mika ke dalam lubang yang sudah digalinya. Boy dan Andra menyambut mereka dengan senyum semanis kurma Arab.

“Wih, ada yang bajunya samaan nih. Lo janjian sama si Mikrofon?” Andra menunjuk baju Carel dan Mika.

Carel baru menyadari warna bajunya sama dengan Mika. Namun responnya tetapp biasa saja, tidak seperti Mika yang jelas kelihatan pipinya merona. “Nggak sengaja.”

“Kok bisa barengan sih?” tanya Andra lagi karena Boy tidak mengalihkan perhatiannya dari HP.

Carel duduk di sebelah Andra diikuti oleh Mika. “Nggak sengaja nemu di emperan rumah gue.”

Mika mengernyit hendak protes tapi Carel melotot padanya. Niat protes kembali dimasukkan ke dalam hati.

“Bisa aja lo ngehina orang. Lo mau pesan apa? Hari ini gratis deh.” Andra menyerahkan buku menu.

Carel membiarkan Mika membolak-balikkan buku menu pemberian Andra. Tanpa melihatpun dia sudah hafal isi buku menu bersampul batik itu. “Boy, ngeliatin apaan sih?”

“Lagi mepetin Vale. Udah ditolak tiga kali juga.” Andra melirik Mika. “Lo mau pesan apa, Mik?”

Mika berdeham mencoba menetralkan perasaannya yang masih melayang-layang akibat berdekatan dengan Carel. “Gue mau latte aja deh.”

“Pesen banyak aja. Palingan ntar Andra potong gaji,” celutuk Boy di sela-sela kesibukannya memepet gebatan yang sudah berkali-kali menolaknya. Itu fakta baru bagi Mika. Cowok sok keren, sok bersahaja, dan mengatai dirinya ketua Pasukan Conidin ternyata bisa ditolak cewek. Cukup mencengangkan.

“Pesen banyak aja,” timpal Carel, lalu dia menangkupkan kepalanya ke meja.

Harusnya dia sempat isirahat di rumah karena janjinya datang ke kafe saat makan siang.

“Lo kerja?” Mika merasa sedikt janggal mendengar gaji Andra dipotong. Faktanya mereka anak orang kaya tapi dari tadi mengungkit bahwa Andra seolah-olah salah satu dari pegawai kafe.

Andra mengangguk. “Ini kafe bokap. Gue kacungnya.”

Kening Mika semakin berkerut. Otaknya masih belum bisa mencerna kalimat yang meluncur dari bibir cowok itu. “Maksudnya?”

Mika Vs Pasukan Conidin  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang