PART 14~ NYERAH

75 26 9
                                    

Happy reading ❤

Kejadian tidak mengenakkan yang diterima Mika tak kunjung berakhir setelah Pasukan Conidin berkunjung ke kelas XI IPA 2. Kemarin setelah pulang sekolah, Mika mendapat paket dari seorang pengemudi ojek online. Sebuh kotak kecil dibungkus dengan kertas mewah berwarna gold dan ada bintik-bintik silver. Di bagian atas, kotaknya dibubuhi sebuah pita kecil berwarna merah muda.

Mika tersenyum sembiringah tapi senyumannya hanya bertahan beberapa detik. Di bagian bawah bingkisan itu ada inisial PS. Otak Mika langsung menerjemahkan kode itu adalah Pasukan Conidin. Mika ragu-ragu utnuk membuka. Tapi jiwa keponya bergejolak sehingga tangannya membuka kotak hadiah itu.

“Ngapain lo ngelamun, neng zubaedah?” Helem meletakkan kotak bekal di hadapan Mika.

Sekolah sudah bubar setengah jam yang lalu. Di kelas tinggal mereka berdua. Hari ini Mika mengunggu jadwal latihan di sekolah. Begitu juga dengan Helen. Cewek itu juga ada rapat OSIS setelah jam makan siang.

Mika membuka kotak makanan pemberian Helen. Isinya nasi pakai rendang sapi. Kemarin malam di rumah Helen ada acara lamaran kakaknya. Makanya hari ini dia membawa bekal untuk Mika, Via, Andre, dan Darel.

“Eh, kenapa sih seharian lo muram banget?”

Mika menghela nafas lalu meletakkan sedok di atas tumpukan nasi. “Semalam gue dapet paket dari Conidin. Lo tau isinya apa?”

“Kan elo nggak ngasih tau sih.”

Mika mengeluarkan kotak hadiah cantik dari dalam tasnya. Setelah membuka kotak itu, Helen ikut panik. Pasalnya isinya adalah foto Mika yang bagian kepalanya digunting setengah. Tidak hanya itu. Ada juga lipatan kertas HVS berisi biodata Mika. Kerts itu hasil fotocopyan berkas Mika di tata usaha.

“Kalo menurut gue ini berupa ancaman, Mik.”

Mika mengangguk setuju. “Iya lah pasti. Nggak tau deh gue. Nih biodata gue aja bisa didapetin. Mereka pasti gampanglah kalo mau nyiksa gue.”

Helen megusap pundak Mika. Mika sudah cerita kalau dia harus mengerjakan tugas rangkap lima selama satu semester. Parahnya lagi, Mika juga harus menulis kopekan berukuran mini setiap dua minggu sekali untuk ulangan mingguan. Helen tahu Mika tidak akan sanggup karena dia harus fokus latihan agar menjadi perwakilan kejuaraan bulutangkis.

“Gue harus apa dong?” tanya Mika pelan.

“Bingung sih gue. Lo jelasin aja deh gimana sibuknya elo.”

Mika cemberut lalu melanjutkan makan siangnya. “Mereka itu lagi ada perjanjian sama wali kelasnya. Mereka nggak mungkin mau ngertiin gue. Ahhh salah gue sih pake nguntit. Udah gue bolos lagi. Untung Pak Tara negur gue doang. Nggak pake acara nelpon ayah.”

Helen hanya bisa menanggapi keluhan Mika dengan anggukan kepala. Karena betapapun dia ingin membantu, dia tidak tahu harus apa. “Sabar ya Mik.”

Mika menyudahi makannya. Helen juga sudah siap-siap pergi. Jadwal rapatnya lima menit lagi sedangkan jadwal latihan Mika setengah jam lagi.

“Lo mau kemana? Langsung ke tempat latihan?”

Mika menggangguk meskipun tidak terlalu yakin. Tapi Helen tidak mau membuat Helen cemas.

“Yaudah gue duluan. Dahhh.”
***

Di warung Pak Lek, lima orang cowok kembali mengadakan rapat dadakan. Raut serius tidak dapat disembunyikan dari wajah-wajah tampan itu. Mereka sudah melakukan sebuah usaha untuk menakut-nakuti Mika. Tapi cewek itu tidak kunjung menyerah. Deadline mereka untuk mencari korban semakin dekat. Tugas-tugas semakin menumpuk tapi belum ada yang mengerjakan. Mereka terlalu malas untuk berkutat di depan buku. Masih banyak hal yang lebih menyenagkan yang bisa mereka lakukan.

Andra mengaduk-aduk semangkuk bakso. Sesekali dia menyeruput jus mangga. “Si Mika belum kalah nih. Tugas banyak. Gue males banget. Gue juga harus manggung tiap hari nih,” keluhnya.

Carel melepas sebelah headsetnya. “Bukannya tiga kali seminggu, Ndra?”

“Awalnya sih iya. Tapi gue pengen beli sepatu baru. Harus nambah jadwal lah gue.” Andra menyeruput kuah baksonya seperti orang yang tidak makan selama tiga hari.

Boy mengunyah kacang sambil bermain HP. Tiba-tiba dia mendongak menatap keempat temannya. “Gue mulai ragu sih. Kalo dia nggak mau kita harus paksa. Kalau sampe bokap tau gue nggak ngerjain PR, bisa tebal telinga gue dimaki.”

Aldo hanya mengaduk-aduk kuah baksonya. Mangkuk miliknya masih penuh sedangkan perutnya menolak makanan hari ini. Tidak biasanya seorang Aldo tidak selera makan.

“Gue juga mulai panik sih. Bayangin deh kalo kita nggak nurutin Pak Rinto terus kita nggak ngerjain hukuman. Masa iya yang dihukum bokap gue. Bayangin deh pemilik sekolah gosok toilet, bisa putus leher gue digorok nyokap.”

Carel mengamati setiap gerak-gerik kekautan teman-temannya. Sesekali dia terkekeh. “Nggak nyampe sepuluh menit lagi, itu cewek bakal datang kok.”

Fadly mendengus lalu membuang muka. “Dari awal lo selalu bilang gitu, Rel. Buktinya tuh cewek nggak nyerah.”

“Tapi nih ya, menurut lo semua dia suka sama siapa sih di antara kita?” tanya Aldo tiba-tiba.

Andra menyisir rambutnya menggunakan jari sambil menaik-naikkan alis tebalnya. “Gue lah. Kan gue paling cakep.”

“Nggak mungkin, njing. Paling juga naksir gue. Kan yang paling bersahaja itu gue.” Boy tidak mau kalah.

“Yang paling bersinar di mata cewek itu gue, njir. Nggak usah pake acara kegeeran lo semua,” ujar Fadly.

Carel menggaruk kepalanya. “Emang penting ya dia naksir siapa? Yang kita butuhin sekarang dia mau nurutin kita. Udah gitu aja.”

Andra dan Aldo menggangguk setuju lalu melanjutkan makan. Sedangkan Fadly masih belum terma karena tidak diakui paling bersinar masih melanjutkan perdebatan dengan Boy. Carel, seperti biasa. Cowok itu memejamkan mata, bersandar ke kursi, dan menutup teinganya dari keributan kantin dengan headset merah muda yang ia rampas dari Mika.

Tidak ada angin, tidak ada hujan. Seorang gadis masuk ke dalam warung Pak Lek. Cewek itu langsung menuju pokok ruangan lalu duduk di sebuah bangku kosong tepat di hadapan Carel. Aldo, Andra, dan Fadly sampai terbelalak ketika target yang mereka tunggu-tunggu sudah datang. Boy menarik headset Carel sehingga cowok itu terbangun.

“Kita kedatangan tamu istimewa, nih.” Aldo berjalan ke etalase Pak Lek, mengambil sebotol minuman berasa lalu menyodorkan ke Mika. “Lo minum. Anggap aja rumah sendiri.”

Mika menggenggam erat botol pemberian Aldo. Dia melirik wajah-wajah menyebalkan di hadapannya terkecuali untuk Carel. Mika masih melihat Carel dengan tatapan penuh cinta meskipun tidak ada yang menyadari.

Berat bagi Mika untuk datang menghadap mereka namum hati Mika terus saja dihantui seringai licik kelima cowok itu.

“Lo mau makan apa? Biar gue pesen,” tawar Andra.

Mika menggeleng tapi biirnya masih belum mampu berkata-kata. Masih ada sedikit rasa tidak ikhlas untuk menyerahkan diri ke penyamun licik itu.

Boy berdeham. Cowok itu memiliki jiwa paling tidak sabaran di antara Conidin. Dia melotot pada Mika sehingga cewek itu cemberut. “Lo datang ke sini buat mandangin kita doang, hah? Ngomong dong. Ih, atau lo mau nagis ya? Nggak usah cengeng deh!”

Carel memukul bahu Boy dengan botol platstik kosong sehingga cowok itu berhenti mengomel. “Nggak usah ngegas banget, njing.” Carel beralih menatap Mika. “Lo mau ngapain?”

Mika menarik nafas dalam-dalam lalu menghempuskan sepelan mungkin. Dia memejamkan matanya memastikan apa yang dia lakukan sekarang adalah hal yang benar. “Gue akan nurutin elo semua. Puas?”

Aldo menutup mulut dengan telapak tangan. Mtanya sedikit berbinar mendengar kalimat singkat yang sudah dua hari ia nantikan. Akhirnya mereka akan menemukan titik terang.

Aldo mengacungkan jempol. “Harusnya lo nyerah lebih cepat, biar gue nggak perlu nyari ulat di empang.”
***

Mika Vs Pasukan Conidin  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang