Happy reading ❤
Langkah Carel berhenti tepat di depan kelas. Dia tidak sempat memasukkan tas ke dalam karena sudah dicegat oleh Aldo. Mereka masih membahas kejadian kemarin di lab, ketika mereka ditipu cewek yang ngaku-ngaku sebagai asisten pak Kumara.
Menurut teori Aldo dan Andra, cewek zaman sekarang kelakuannya susah ditebak dan cenderung aneh. Itu menurut padangan mereka berdua. Lain lagi dengan Boy, katanya si cewek itu pasti memililiki niat terselubung makanya dia pura-pura jadi asisten lab. Sayangnya teori ketiganya dipatahkan oleh Fadly, menurutnya tidak baik berperasangka buruk.
“Tapi serius gue masih curiga sama cewek semalam, dia anak sekolah kita bukan sih?” tanya Aldo sambil melirik kakak kelas cantik yang baru saja lewat.
Andra menjitak kepala si cacing kepanasan itu. “Pasti anak sekolah kitalah, pea.”
“Makanya kalo sekolah tuh bersosial dong. Jangan cuma ke warung Pak Lek,” balas Boy.
Alis mata Fadly terangkat sebelah. “Emang lo kenal sama dia?”
Boy menggeleng sambil menggulum senyum. “Mana gue kenal. Tanya aja sama guru BK pasti kenal. Tapi sumpah gayanya sok iya banget ya nggak sih.”
Carel hanya menjadi pendengar yang baik. Sesekali dia melirik ke arah lain lalu kemudian kembali mengamati interaksi temannya. Memang seperti itulah dia. Tidak terlalu banyak bicara.
“Kayaknya itu anak yang juara bulutangkis di sekolah kita deh. Soalnya waktu tujuh belasan kemaren kan gue ikut panitia, dia ikutan deh cabang bulutangkis. Gue nggak tau nama, inget muka doang,” papar Fadly.
Boy berdecak. “Kok pada bahas tuh anak sih. Udah ah ke kantor Pak Rinto aja yuk. Biasa kita mau di hukum kali.”
Mereka berlima berjalan beriringan ke lantai dua tempat dimana ruangan Pak Rinto berada. Mereka dapat panggilan istimewa dari wali kelasnya itu. Seminggu yang lalu, kelima cowok itu dapat nilai terburuk saat ujian harian. Fadly bertugas mencari jawaban dari kelas lain. Parahnya jawaban yang dibagikan adalah jawaban yang salah. Saat ditanya Aldo, katanya Fadly mendapatkan jawaban itu dari ujian tahun lalu. Ketika pengumuman nilai, Fadly hanya cengengesan tidak jelas.
Sekarang mereka sudah duduk di hadapan Pak Rinto dengan urutan: Boy, Andra, Aldo, Fadly, dan Carel. Pak Rinto menatap mereka satu persatu. Empat diantaranya menunduk seolah menyesal, dan satunya malah senyum-senyum tidak jelas. Bisa tebak siapa? Sudah pasti dia adalah Aldo. Tidak ada yang bersuara. Di dalam ruangan itu hanya terdengar suara ketukan jari Pak Rinto di atas meja.
“Aldo, udah salah masih bisa senyum kamu?” tanya Pak Rinto.
Bibir Aldo semakin terangkat. “Pak, senyum bagus untuk kesehatan.”
“Kamu sadar kamu kenapa ada di sini?”
Aldo mengangguk tanpa mengurangi senyumnya. “Sadar, Pak. Nilai saya dan mereka terburuk di kelas.”
Pak Rinto mengepalkan tangannya. Kesabaran pria gempal berkacamata itu mulai teruji. “Jadi kenapa kamu masih cengar-cengir gitu?”
“Kan menebar senyum sama nilai ujian buruk nggak berhubungan, Pak. Sama kayak bapak sama mantan bapak kan nggak chattingan lagi.”
Mata Pak Rinto melotot. Andra menarik dasi Aldo agar si cacingan itu sadar diri tapi teryata cowok itu tidak peka sama sekali. Pantas saja dia sampai sekarang masih jomblo, tidak peka kode, sih.
“Aldo, Andra, Boy, Fadly, dan Carel. Kelakuan kalian berlima sudah melampaui batas. Nilai buruk, otak kosong, nongkrong di Pak Lek, dan memicu keributan di kelas. Daftar dosa kalian itu sudah penuh. Kali ini saya akan ambil tindakan tegas.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mika Vs Pasukan Conidin [TAMAT]
Fiksi RemajaMika si cewek parnoan punya impian jadi juara bulutangkis SMA se-provinsi dan punya pacar sesuai dengan kriteria di sticky note merah muda yang tertempel di dinding kamarnya. Takdir mempertemukan Mika dengan Carel. Mika kepo dan mulai menguntit Car...