PART 10~ MARAH

89 30 33
                                    

Happy reading ❤

Mengikuti pelajaran dengan saksama memang bukan tipe Pasukan Conidin sama sekali. Mereka keseringan menampakkan diri selama sepuluh menit lalu izin satu per satu ke toilet. Setelah kelimanya berada di luar, mereka akan nongkrong di kantin atau pindah ke warung Pak Lek melalui gerbang belakang. Saat pelajaran baru mulai, mereka kembali melakukan hal yang sama.

Bukannya guru-guru tidak tahu ulah mereka tapi Pasukan Conidin punya orang dalam yang sangat kuat. Memang tidak etis tapi mau apalagi ketika uang dan tahta bicara mulut akan terbungkam.

Semua berubah sejak mereka dapat ultimatum dari wali kelas mereka. Beliau sudah bersekongkol dengan orangtua mereka untuk memberikan efek jera bagi mereka berlima. Jika kelima cowok itu tidak bersedia menjalani hukman, maka orangtua mereka yang menggantikan. Beginilah jadinya, mereka duduk di kelas sepanjang pelajaran Sejarah.

“Kok burem sih, Ndra?” tanya Aldo saat guru sejarah sudah keluar kelas.

Andra menutup buku tulis yang bagian belakannya sudah penuh dengan kunci gitar lagu terbaru. Selama guru sejarah menjelaskan, kerjaan Andra hanya mengingat cord gitar untuk lagu yang akan dia bawakan nanti malam. “Burem apaan sih, Do? Idup lo?”

“Ini kelas burem semua. Nggak ada cerahnya sama sekali, Ndra.” Aldo meraba-raba meja dengan mata tertutup.

Boy menoleh ke belakang saat mendengar keributan tidak penting dari duo cacingan itu. Karena kesal pada Aldo, dia menimpuk kepala sahabatnya itu dengan gulungan buku. “Berisik banget sih. Buka mata lo, pea.”

Aldo membalas Boy dengan melempar sebuah  sandal jepit.  Sandal itu biasanya dipakai Aldo jika keluyuran sepulang sekolah. Dia biasa menyimpannya di laci. “Lo sibuk banget, njing. Mata gue burem nih soalnya terkejut. Kan lo tau gue nggak pernah baca buku pelajaran.”

Boy duduk di atas meja menghadap Aldo dan Andra, otomatis Boy juga dapat melihat Carel di pojokan kelas. “Gue yakin nih ide Papa gue. Sengaja pasti ngusulin mereka yang kena hukum kalo kita remed.”

Boy selalu saja berpikiran buruk tentang ayahnya. Dia memang tidak memiliki hubungan yang baik dengan sang ayah. Pasalnya Boy merasa dibeda-bedakan dengan ketiga sudaranya-yang memiliki reputasi baik.

Aldo geleng-geleng. “Gue nggak setuju, Boy. Ini pasti bokap gue. Bokap pasti malu sebagai ketua yayasan punya anak kayak gue, jadi itu cara biar gue ada benernya dikit.”

Fadly hanya bisa menahan tawa di tempat duduknya saat mendengar tuduhan kedua temannya. Menurutnya lucu saja memperdebatkan hal yang tidak perlu diperpanjang karena saat ini mereka hanya peerlu menaati peritah Pak Rinto jika mereka mampu. Jika tidak mampu tinggal melaksanakan hukuman. Namun isi hatinya itu urung disampaikan karena di pintu sudah ada salah satu pacarnya. Fadly terkekeh sambil pamit pada mereka.

“Si Fadly kerjaanya pacaran aja teros. Nggak pernah ya mikirin pelajaran,” cibir Aldo dengan tidak tahu diri.

Carel melepaskan headsetnya. Dia tiba-tiba berdiri lalu duduk di bangku Fadly. Wajah datar dan cuek itu tidak berubah sama sekali. Menurut pendapat Aldo, Carel memang sudah begitu dari lahir. Cetakan wajahnya memang sudah kaku dari orok.

“Gue rasa kita nggak perlu menyalahkan siapa-siapa,” ujar Carel.

Tiga pasang mata sedang menatapnya dengan tanda tanya. Heran saja pada manusia seperti Carel. Tadi saat semua sibuk membahas masalah ancama Pak Rinto dia hanya diam. Sekara tiba-tiba heboh tapi tidak mmberi solusi.

“Jadi saran lo apa? Kita ngarjain PR? Belajar sebelum ujian terus dapat nilai bagus?” tanya Boy.

Carel mengangkat bahu. “Nggak gitu juga sih, Boy. Kita kan bisa nyari adik kelas buat ngerjain itu semua.”

Mika Vs Pasukan Conidin  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang