2.1

3.7K 531 79
                                    

♛.

Setelah beberapa menit makan malam bersama dan merapihkan meja makan, Yoona mengenakan mantelnya. Tiba–tiba saja ia harus bertemu dengan kliennya di luar kota, bersamaan dengan Jihoon yang merapihkan barang–barangnya dan mengenakan hoodie merahnya.

Yoona pun memasukan ponselnya kedalam tasnya yang ia genggam, kemudian ia melangkah menghampiri Junkyu yang sedang berdiri di depan kulkas seraya meminum sekaleng soda.

Yoona mendekat, berucap tepat di samping telinga Junkyu. "Mama titip Mashiho. Sepertinya malam ini mama tidak pulang kerumah, ayahmu sedang berada diluar kota.." ucap Yoona. Sebagai jawaban Junkyu hanya mengangguk melirik Mashiho di ruang tengah.

Yoona terkekeh dan kembali berucap, "Jangan bertengkar lagi. Kasihan Mashiho, dia nangis terus." Wanita itu mengecup singkat pipi Junkyu lalu mengusap bahu putranya lembut. Kakinya kini melangkah menghampiri Jihoon dan Mashiho yang sedang berada di ruang tengah.

Junkyu hanya diam membeku menatap langkah wanita yang berstatus sebagai ibunya itu. Pikirannya kini beralih setelah Yoona mengucapkan kata–kata itu barusan padanya. Mashiho menangis?

"Jihoon mau pulang juga?" Tanya Yoona melihat Jihoon sedang berkutat dengan ponselnya seperti sedang mengirim pesan kepada seseorang. Jihoon menoleh kemudian menganggukan kepalanya. "Temanku sudah menunggu dibawah." Balas Jihoon.

Yoona pun mengangguk, kini atensinya beralih kepada Mashiho yang juga sudah rapih dan berdiri menunggunya. Anak itu terlihat begitu menggemaskan, tatapannya meminta untuk segera pulang kerumah. melupakan janjinya untuk meminta maaf pada sang kakak.

Yoona pun tersenyum, mengusap puncak kepala Mashiho. "Hari ini kamu disini sama kak Junkyu ya." Mashiho membulatkan matanya, bibirnya ia kerucutkan. Kepalanya menggeleng samar berkali–kali, menahan pergelangan tangan Yoona dengan kencang.

"Sudah ya, mama pergi dulu. Ayo, Jihoon." Sebelum Yoona melepas genggaman Mashiho di pergelangan tangannya, wanita itu sempat mengelus pelan punggung tangan Mashiho yang terasa amat dingin.

Sekali lagi Mashiho merasa ingin menangis saja. sungguh ia teramat sangat takut.

♛.

"Mashiho, kemari." Seru Junkyu di pertengahan tangga. Lelaki itu berdiri disana seraya menggengam sekaleng soda di tangannya. Sejak Jihoon dan Yoona keluar dari apartemen, Mashiho hanya diam terduduk diatas sofa sembari mengigit kukunya. Ia merasa canggung dengan Junkyu dan tidak berani memulai pembicaraan dengan lelaki 25 tahun tersebut.

Ketika Junkyu memanggilnya, lantas Mashiho langsung menoleh dengan terkejut. Ia mengulum bibirnya dan meneguk salivanya. Kepalanya mengangguk, kemudian bangkit dari sofa menghampiri Junkyu yang berdiri menatapnya di tangga.

Setelah menaiki beberapa anak tangga, kini ia sudah berada di samping Junkyu. Lelaki itu mengusap rambutnya lalu menarik pergelangan tangannya naik ke lantai atas. Mashiho hanya diam, mengikuti langkah sang kakak tanpa berucap sepatah kata pun.

Entah ia akan membawanya kemana, yang jelas netra Mashiho tak bisa lepas dari lengannya yang sedari tadi di genggam oleh Kim Junkyu. Membuat jantungnya berdegup dengan amat kencang, pipinya berubah memerah dan terasa panas.

Akhirnya mereka berhenti, Junkyu membawanya ke balkon kamar. Dari sini, Mashiho dapat melihat gedung–gedung pencakar langit yang menerangi gelapnya malam. Mobil berlalu lalang terlihat seperti semut yang berjalan ber—arahan. Angin malam terasa dingin namun sangat menyegarkan. Rambut hitam pekatnya terkibas, membuat poni yang awalnya menutupi matanya, kini terbuka memperlihatkan dahinya.

Bibir Mashiho perlahan terangkat membentuk senyuman. Ia memang tidak pernah sekalipun mencoba pergi ke balkon yang berada di kamar kakaknya ini. Dari sini bahkan ia bisa melihat rembulan yang tertutup awan hitam. Gemuruh petir membuka suaranya, menandakan bahwa sebentar lagi rintikan hujan akan turun. Sangat indah.

"Disini. Disini—tempatku menenangkan diriku setiap sosok manis yang aku rindukan muncul di kepala dan mimpiku. Aku berdiri disini, menatap bulan itu." Junkyu berucap. Ia tidak menoleh kearah Mashiho. Manik lelaki itu menatap kearah rembulan yang begitu bersinar meski tertutup kabut awan hitam.

Balkon ini memang tempat dimana Junkyu bersenandung kecil, menikmati derasnya hujan tak peduli dengan pakaiannya yang basah karena tetesan air dari langit itu. Junkyu sangat menyukai angin malam meski tidak bagus untuk kesehatan.

Setiap malam sebelum tidur, pasti ia akan berdiri disini. Memejamkan kedua matanya, membayangkan masa–masa indahnya bersama sang pujaan hati yang kini sedang berdiri di sampingnya. Junkyu memang kecewa dengannya, namun hal itu sama sekali tidak membuat Junkyu berhenti mencintai dan berjuang untuknya.

Mashiho menoleh kearah Junkyu yang mengucapkan sesuatu tadi. Sangat jelas. Ia dapat mendengar semua apa yang diucapkan kakaknya itu. Mashiho tahu apa maksud dari ucapan Junkyu. Ya, ia tahu bahwa sang kakak sangat patah hati ketika mendengar pernyataan yang pernah Mashiho ucapkan beberapa minggu lalu. Kebohongan yang membuat dirinya tersiksa termasuk seseorang yang menyatakan kebohongan itu.

"Kakak—aku berbohong.." lirih Mashiho kemudian pemuda itu menundukkan kepalanya. Junkyu pun menoleh, lelaki itu kini menghadapkan dirinya kearah Mashiho, mendekatkan tubuhnya lalu meraih telapak tangan itu. "Kakak tahu kamu berbohong mengenai perasaan mu."

Junkyu mengarahkan jarinya pada dagu Mashiho. Mengangkat wajah manis itu untuk membalas tatapannya. Wajah Mashiho terlihat sangat merah, begitu juga dengan telinganya. Kulit pucat—nya terlihat bercahaya membuat Junkyu ingin sekali mencium wajah itu. Dapat Junkyu rasakan, bahwa pemuda itu kini sedang gugup saat bertatap mata dengannya.

"Kenapa harus berbohong? kalau kamu memang tidak nyaman, lebih baik katakan saja, kakak mengerti. Jika kamu menggunakan cara seperti ini, justru kamu membuat kakak menjadi sedih, Mashiho. Jangan lakukan itu lagi." Junkyu mengusap lembut pipi berisi itu, perlahan ia memajukan wajahnya. Mengecup singkat pipi itu penuh kasih sayang. Sungguh ia merindukan momen seperti ini saat bersama Mashiho.

Setiap Mashiho berada di dekatnya, Junkyu merasa jauh lebih tenang dan damai. Tidak seperti saat—saat ketika ia tidak bertemu Mashiho hampir satu bulan lamanya. Itu sangat menyiksanya. Membuat hatinya terasa sangat sakit.

Setelah mengecup pipinya, Mashiho tiba–tiba memeluk tubuhnya. Memeluknya dengan sangat erat, hampir membuatnya sesak nafas. Junkyu pun membalas pelukan itu, telapak tangannya bergerak mengusap surai pemuda di pelukannya. "Aku sangat mencintaimu, kak. Ayo kita jujur pada ayah dan mama, katakan semuanya pada mereka. Aku tidak ingin kakak pergi dariku. Aku sedih."

Junkyu tersenyum, bibirnya turun mengecup daun telinga Mashiho lalu berbisik, mengucapkan kata yang berhasil membuat Mashiho berbinar dan terkejut. Sekaligus ia tidak dapat menahan rasa bahagianya.

"Jadilah kekasihku, Takata Mashiho. kiss me, if you accept me to be your boyfriend..."

♛.

♛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Opium +Junshiho ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang