2.5

3.3K 497 58
                                    

♛.

Malam ini Mashiho memutuskan untuk keluar dari rumahnya, memilih tinggal bersama Junkyu. Berkali–kali Yoona mencoba membujuknya untuk tidak pergi. Tetap saja Mashiho memilih bersama Kim Junkyu. Ia tidak bisa kembali, semuanya sudah berantakan.

Kim Yunoh hanya diam, mencoba menarik paksa tubuh Yoona yang terus berusaha mengejar Mashiho. Yunoh sudah sangat kecewa dengan kedua putranya itu, kini ia biarkan mereka pergi hingga mereka menyadari kesalahan besar yang sudah mereka lakukan.

Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan. Junkyu sibuk menyetir meski sedang terluka, Mashiho mencoba menyeka air matanya. Menatap ujung sepatunya. Ia sungguh tak menyangka akan seburuk ini.

Tangan Junkyu perlahan bergerak, meraih tangan Mashiho dan menggenggamnya lembut, mengusap punggung tangannya. Lelaki itu tidak menoleh sama sekali kearahnya. Mashiho bergeser sedikit, membaringkan kepalanya yang terasa berat di bahu Junkyu.

Memejamkan kedua matanya dan tertidur disana. Beristirahat sejenak untuk menenangkan hati dan pikirannya. Rasa cemas Mashiho hilang saat ia menutup matanya, menerima usapan telapak tangan Junkyu di surai—nya. Nyaman. Ia merasakan kenyamanan setiap berada di samping kekasihnya itu.

"Mashiho, ayo bangun. Kita sudah sampai." Perlahan Mashiho membuka kedua matanya, mencoba menetralkan pengelihatannya. Junkyu melepaskan sabuk pengamannya, mengecup sekilas dahi Mashiho lalu keluar membuka bagasi meraih koper Mashiho.

Sebelum keluar dari mobil, Mashiho menghela nafasnya, memejamkan kedua matanya sebentar. Mulai hari ini ia akan tinggal bersama Junkyu. Entah kenapa jantungnya berdegup dengan kencang ketika kakinya kembali menginjak apartemen tempat dimana ia dan kakaknya akan tinggal sekarang.

Mashiho tak menyangka, mereka akan tinggal berdua disini. Ya, berdua. Semburat merah seketika muncul di pipinya yang mengembung lucu. Matanya menelisik kamar persegi panjang yang akan dihuni oleh ia dan juga Junkyu.

Junkyu tersenyum kecil melihat bagaimana ekspresi bayi besarnya yang hanya berdiri di ambang pintu, maniknya bergerak ke kanan dan ke kiri menjelajahi setiap sudut ruangan. "Mashiho, masukan pakaianmu ke dalam lemari. Kakak mandi terlebih dahulu." Mashiho menganggukkan kepalanya, sedangkan Junkyu langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Tenangkan dirimu, Mashiho.

♛.

"Ah—pelan lah sedikit." Lirih Junkyu saat Mashiho sedang mengobati lebam di ujung bibirnya. Mashiho sudah berhati–hati saat menekan kapas pada titik itu, tetap saja Junkyu masih mendesis kesakitan. Rasanya memang sakit, bahkan sampai mengeluarkan darah.

"Sudah pelan kak, kalau tambah pelan nanti tidak sembuh–sembuh lukanya." ujar Mashiho masih memfokuskan dirinya menekan kapas yang sudah dibaluri cairan alkohol itu. Mereka berdua terduduk di atas sofa. Dengan posisi Mashiho yang duduk di pangkuan Junkyu, dan Junkyu yang menahan pemuda mungil itu agar tidak terjatuh dari pangkuannya.

Dari jarak sedekat ini, Junkyu dapat melihat setiap inci wajah Mashiho yang terlihat menggemaskan saat sedang fokus mengobatinya. Pemuda itu tidak pernah berubah sejak dulu, sikapnya masih seperti anak kecil yang manja dan penakut.

Wajahnya juga malah terlihat semakin imut seiring bertambah usianya. Junkyu memang tidak salah memilih seseorang seperti Mashiho untuk menjadi kekasihnya meski dibalik fakta bahwa mereka adalah saudara tak sedarah. Menurutnya, mencintai Mashiho bukanlah hal yang perlu disalahkan.

Setelah selesai dengan kegiatannya, Mashiho meletakan kotak P3K yang ia kantung tadi diatas nakas samping sofa, perlahan mencoba turun dari pangkuan Junkyu, namun pergerakannya malah di tahan. Membuatnya terdorong ke depan dengan posisi memeluk lelaki dihadapannya.

"Ih kakak! nanti aku bisa jatuh." Protes Mashiho di pelukan Junkyu. Tangan mungilnya mendorong bahu Junkyu, kembali mencoba keluar dari rangkapan kekasihnya itu. Lagi–lagi gagal karena kuatnya rengkuhan di pinggang—nya. Hidung Junkyu sesekali mendengus di leher Mashiho, menghirup aroma kesukaannya itu.

Aroma yang sangat identik dengan bayi. Sampai sekarang pun Mashiho masih menggunakan sabun dengan aroma baby powder yang pernah Yoona belikan dulu. Mashiho sendiri sangat nyaman mengaplikasikan sabun tersebut di tubuhnya saat mandi. Aromanya sangat lembut.

Telapak tangan Junkyu dengan nakal merayap masuk ke dalam piyama yang Mashiho kenakan, mengelus punggung hangat sehalus kulit bayi itu, berhasil membuat Mashiho menghirup nafasnya berat. Sensasi menggelitik dapat Mashiho rasakan di punggungnya, Junkyu mengusapnya dengan lembut seraya mencium lehernya yang masih meninggalkan jejak kemarin malam.

Bibirnya semakin turun ke area bahu, namun ia tiba–tiba menghentikan kegiatannya saat melihat bekas kebiruan di bahunya. Junkyu menyatukan alisnya, kemudian menatap Mashiho di pelukannya. "Mashiho, apa ini sakit?" Tanya Junkyu seraya meraba lebam di bahu kekasihnya itu.

Sebenarnya Mashiho merasa sedikit kesakitan saat Junkyu meraba lebam itu, dengan cepat Mashiho menggeleng. Junkyu tahu bahwa ayahnya lah yang melakukan ini. Ia pun mengusap pipi Mashiho, mengecupnya sekilas. "Maaf, aku hanya bisa diam saat dia melakukan ini padamu." bisik Junkyu membelai surai Mashiho.

Sekali lagi Mashiho menggeleng, melingkarkan kedua tangannya di leher Junkyu, mengecup hidung bangir lelaki 25 tahun itu. "Jangan minta maaf, kak. Kakak tidak salah kok. Sakitnya cuman sebentar, besok pasti sudah hilang." Mashiho terkekeh kecil, memeluknya. Menyembunyikan wajah merah merona nya di ceruk leher Junkyu.

"Ayo tidur—besok kan kakak harus pergi ke kantor." ucap Mashiho diberi anggukan oleh Junkyu. Setelah itu Junkyu membopong tubuh ringkih Mashiho ala bridal, menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar mereka di lantai dua. Tidur diatas ranjang yang sama, memeluk satu sama lain.

♛.

banyak dari kalian yang memilih
mashiho kemarin—heum....

banyak dari kalian yang memilihmashiho kemarin—heum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Opium +Junshiho ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang