8. Seragam Baru

38K 3K 25
                                    

Selamat Membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak

•••

Kafka sudah siap dengan seragamnya dan segera berangkat ke sekolah. Hanya dua hari Kafka meliburkan diri, perihal pernikahannya pihak sekolah tidak ada yang tahu karna memang sengaja dirahasiakan.

Kafka melirik Syafa yang sedang membereskan barang-barangnya yang kemarin diantar oleh Pak Bono supir pribadi keluarga Kafka.

"Eh! Kafka kamu udah siap, sarapannya udah dimeja," ujar Syafa melihat Kafka tengah mengambil sepatunya.

Namun Kafka tak menghiraukan ucapan Syafa dan melenggang pergi membuat Syafa mengikutinya.

"Sarapan dulu Kafka," ucap Syafa membuat Kafka menghentikkan langkahnya.

"Buat lo gue nggak laper," tutur Kafka tanpa menoleh.

"Tapi aku.."

"Mending lo siap-siap buat ke sekolah, gausah ngurusin gue," potong Kafka berbalik menatap Syafa yang menunduk.

"Aku udah nggak sekolah Kafka," lirih Syafa membuat Kafka mengernyitkan dahinya.

"Maksud lo?"

"Aku berhenti sekolah pas aku tinggal di panti," tutur Syafa mendongak menatap Kafka.

Kafka berdecak lalu duduk disofa dan mengambil ponselnya untuk mengirim pesan pada seseorang. Sedangkan Syafa berlalu ke meja makan dan mengambil sarapan yang sudah ia buat untuk Kafka.

"Sarapan ya," pinta Syafa menyodorkan nasi goreng dan telur mata sapi pada Kafka.

"Buat lo aja," ucap Kafka tanpa menatap makanan yang Syafa sodorkan.

"Aku puasa."

Ucapan dari Syafa membuat Kafka mendongak lalu mengambil alih piringnya dan memakannya. Syafa menyunggingkan senyumnya melihat Kafka menghabiskan makanan buatannya.

Setelah selesai Syafa mengambil piring kosongnya dan menyodorkan minuman untuk Kafka lalu beranjak mencuci piring.

Syafa kira setelah ia kembali Kafka sudah berangkat tapi yang dilihat ia masih duduk dengan memainkan ponselnya. Lalu Syafa pun duduk di sampingnya.

"Kamu belum berangkat?" tanya Syafa.

"Nunggu orang," jawab Kafka tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Eum.. Kafka aku mau nanya," ujar Syafa namun Kafka tetap fokus dengan ponselnya dan hanya bergumam menanggapi ucapannya.

"Buku kelas sebelas kamu masih ada?" tanya Syafa membuat Kafka mendongak menatapnya.

"Aku cuma bosen aja kalo di apartemen nggak ngapa-ngapain. Kan kalo ada buku bisa buat dibaca-baca. Atau nggak buku apa aja deh yang penting buku pelajaran," lanjut Syafa menatap Kafka.

"Lo masih kelas sebelas?" tanya Kafka dibalas anggukan oleh Syafa.

"Masih ada nggak?" tanya Syafa lagi.

"Nggak ada," jawab Kafka cuek membuat Syafa mengerucutkan bibirnya.

Beberapa menit dalam keheningan suara bel membuyarkan Kafka dari ponselnya lalu beranjak membukakan pintu apartemennya.

"Ini pesanannya, Den," ujar Pak Bono menyerahkan paper bag pada Kafka.

"Makasih, Pak," ucap Kafka mengambil alih paper bagnya.

"Kalo gitu saya pulang ya, Den," pamitnya diangguki oleh Kafka.

Setelahnya Pak Bono berlalu pergi dan Kafka segera masuk ke dalam. Lalu Kafka menyerahkan paper bag itu pada Syafa.

"Apa ini?" ujar Syafa menerima paper bagnya.

"Seragam buat lo," ucap Kafka membuat Syafa berbinar.

"Ma-maksudnya.."

"Lo sekarang sekolah bareng gue," tutur Kafka membuat Syafa tersenyum senang.

Dengan gerakan tiba-tiba Syafa memeluk Kafka membuat Kafka diam mematung.

"Makasih," ujar Syafa mengeratkan pelukannya.

"Lo mau bunuh gue," ujar Kafka merasa sesak karna dipeluk erat oleh Syafa.

"Eh! Maaf." Syafa menyengir melepas pelukannya.

"Buka," titah Kafka dan Syafa pun membuka paper bagnya.

Setelah membukanya Syafa malah menatap Kafka.

"Ini." Syafa menggantung seragamnya di depan Kafka yang mengernyitkan dahinya.

"Emang disekolah kamu harus pake seragam pendek gini," ujar Syafa.

Sial! Gue lupa dia berjilbab-batin Kafka.

"Sorry, gue lupa," ucap Kafka membuat Syafa kembali memasukkan seragamnya.

Melihat perubahan raut wajah Syafa yang tadinya senang jadi murung membuat Kafka sedikit tak enak hati.

"Sementara pake itu dulu," ucap Kafka membuat Syafa menatapnya.

"Nggak mau ini terlalu terbuka."

"Ini nggak terlalu pendek." Kafka mengambil kembali seragamnya memperlihatkan ke depan Syafa.

"Walaupun nggak pendek tapi tetep keliatan," ucap Syafa membuat Kafka terkekeh samar.

"Kemaren aja lo pake baju lebih dari ini," tutur Kafka tersenyum mengejek.

"Itu beda Kafka kamu suami aku, kamu berhak atas semuanya. Cuma kamu yang bisa liat aku kaya gitu, di depan orang lain aku harus tertutup. Selama ini aku tutup aurat biar tubuh aku nggak diliat orang lain. Itu hadiah buat suami aku nanti dan juga itu emang udah kewajiban seorang wanita sebagai umat muslim," jelas Syafa membuat Kafka menatapnya lekat.

"Kita udah menikah Kafka, walaupun nggak ada cinta di pernikahan kita. Dimata hukum dan agama kita udah sah, kalo aku nggak nutup aurat, kamu sebagai suami yang nanggung dosanya," lirih Syafa menunduk.

Kafka memalingkan wajahnya dan menghela nafasnya pelan lalu kembali menatap Syafa.

"Yaudah sekarang ikut gue," ucap Kafka membuat Syafa mendongak.

"Kemana?" tanya Syafa.

"Beli seragam baru buat lo," jawab Kafka membuat Syata menatapnya lama.

"Gausah liatin gue kaya gitu!" tukas Kafka.

"Kamu beneran?" ujar Syafa tak percaya.

"Nggak gue cuma ngeprank," ucap Kafka malas meninggalkan Syafa yang senyum-senyum tak jelas.

Kafka ternyata baik banget-batin Syafa tersenyum senang.

"Lo mau berdiri disitu aja atau mau gue tinggal!!" teriak Kafka dari luar.

"I-iya aku ikut," ujar Syafa berlari kecil keluar dari apartemen.

•••

I'm Not A Good Boy || Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang