18. Celakanya Syafa

36.1K 3K 15
                                    

Selamat Membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak

•••

"Kafka bangun udah jam delapan," ujar Syafa dari balik kamar.

"Kafka," panggil Syafa lagi mengetuk-ngetuk pintu tapi tetap tak ada sahutan dari dalam.

Syafa menghembuskan nafasnya pelan lalu berjalan menuju meja makan.

Kafka masih marah?-batin Syafa.

Dari semalam Kafka mengunci pintu kamarnya membuat Syafa tidur di sofa. Hari ini sekolah mereka mengumumkan libur selama satu minggu untuk kelas dua belas yang sebentar lagi ujian untuk mengistirahatkan diri.

Akhirnya Syafa memutuskan untuk duduk di meja makan sembari menunggu Kafka keluar. Lima belas menit Syafa menunggu tapi Kafka tak kunjung keluar. Syafa berkali-kali melirik ke pintu kamar yang masih tertutup rapat.

"Syafa salah apa sama Kafka," lirih Syafa terisak.

Syafa menghapus air matanya lalu menutup tudung saji, ia tak akan makan sebelum Kafka makan, karna pasti dari semalam Kafka belum makan.

Akhirnya Syafa memutuskan untuk menonton televisi saja untuk menghilangkan kebosanan.

***

"Ada hubungan apa lo sama Agas?" gumam Kafka.

Kafka sudah bangun sedari tadi dan ia juga mendengar Syafa memanggil-manggilnya tapi tak ia hiraukan.

"Syafa bosen," keluh Syafa menatap malas ke depan televisi lalu menolehkan kepalanya melihat pintu kamar.

"Kafka ngapain sih di dalem, masa tidurnya lama banget," gerutu Syafa melihat jarum jam menunjukkan pukul sebelas siang.

Ceklek!

Terdengar pintu kamar terbuka membuat Syafa menoleh dan mendapati Kafka yang sudah rapi seperti hendak pergi.

"Mau kemana?" tanya Syafa membuat Kafka menghentikan langkahnya.

"Keluar," jawab Kafka datar hendak melangkahkan kakinya tapi Syafa berdiri di depannya.

"Aku udah masak buat kamu, aku panasin ya pasti dingin makanannya," tutur Syafa.

"Gausah repot-repot masak!" ketus Kafka.

"Itukan udah kewajiban aku," ujar Syafa membuat Kafka terkekeh miris.

"Ayo makan aku juga belum makan," lanjut Syafa membuat Kafka menatapnya.

"Ngapain lo nungguin gue?" tanya Kafka menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu pasti belum makan kan dari semalem," kata Syafa menatap Kafka yang membuang wajahnya.

"Makan aja sendiri!" tukas Kafka meninggalkan Syafa yang diam menatap nanar punggung Kafka.

Tak terasa sebulir bening lolos dari matanya namun segera Syafa menghapusnya. Syafa berfikir sejenak lalu ia tersenyum.

"Biar aku angetin lagi aja, nanti aku kasih ke anak-anak dijalanan pasti mereka seneng," ujar Syafa lalu segera menuju meja makan dan mengambil makanan untuk dipanaskan kembali.

Syafa menenteng makanan yang sudah ia bungkus dan keluar dari apartemen menuju kejalanan. Ia berbinar menatap anak-anak kecil yang tengah duduk lesehan.

"Assalamualaikum," salam Syafa tersenyum lebar.

"Waallaikumsallam," balas mereka dengan tersenyum singkat.

"Boleh kenalan nggak?" ujar Syafa berjongkok.

"Boleh, Kak," ucap seorang anak berambut panjang dikuncir dua.

"Kenalin Kakak namanya Syafa," ujar Syafa mengulurkan tangannya.

"Hai Kak Syafa aku Nadin," ujarnya tanpa menjabat tangan Syafa.

"Aku Hema." Seorang anak laki-laki mengangkat jari telunjuknya.

"Sela Kak," ucapnya tersenyum.

"Kok kalian nggak mau jabat tangan Kakak," tutur Syafa cemberut.

"Tangan kita kotor Kak, nanti tangan kakak yang putih juga ikutan kotor," ucap Sela membuat Syafa tertegun.

"Eh! Kalian ini ngomong apa sih," ujar Syafa mengibaskan tangannya keudara.

"Kalian udah makan?" tanya Syafa dibalas gelengan oleh mereka.

"Kebetulan Kakak bawa makanan buat kalian," ucap Syafa menyerahkan tiga bungkus makanan pada mereka.

"Serius Kak ini buat kita?!" ujar Sela berbinar diangguki Syafa.

"Iya dong."

"Makasih Kak," ucap Nadin.

"Iya Kak kita belum makan dari pagi, laper banget," tutur Hema memegangi perutnya.

"Yaudah sekarang makan," ucap Syafa tersenyum lalu mengedarkan pandangannya dan melihat ada seorang Kakek tua disebrang jalan.

"Kakak kesana dulu ya," pamit Syafa diangguki oleh mereka.

Syafa bangkit lalu segera menuju ketepi jalan untuk menyebrang.

"Kak makasih!!" teriak mereka melambaikan tangan dibalas acungan jempol oleh Syafa.

Syafa menengok kekiri lalu menyebrang.

"Kak awas!!" teriak Sela melihat motor dari arah kanan melaju kencang.

Syafa yang mendengar teriakan pun menoleh ke belakang melihat Nadin, Sela dan Hema yang sudah berdiri berlari menghampiri Syafa.

Brakk!!!

Belum sempat Syafa membuka suaranya dari arah kanan sesuatu menghantam tubuhnya sampai terpental jauh dan kepalanya membentur trotoar jalan.

Seketika semua orang langsung mengerumuni Syafa yang sudah terkapar bersimbah darah.

"Kak Syafa!" pekik Sela menghampiri Syafa diikuti Nadin dan Hema.

"Kak bangun Kak!" seru Nadin mengguncang-guncangkan lengan Syafa.

Syafa merasa sangat nyeri dibagian kepalanya yang berdenyut hebat, sayup-sayup ia mendengar orang-orang berteriak mencari pertolongan.

Syafa menahan sekuat tenaga agar matanya tak terpejam tapi penglihatannnya mulai kabur dan menggelap.

"Tolongin aku Kafka," gumam Syafa.

•••

I'm Not A Good Boy || Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang