20. Cinta Kafka

37.3K 3.1K 129
                                    

Selamat Membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak

•••

"Kaf," panggil Nahar berjalan menghampiri Kafka yang duduk di ruang tunggu depan ruangan Syafa.

"Gimana keadaan Syafa?" tanya Yuri khawatir sedangkan Kafka hanya menatap kosong ke depan.

"Boss," panggil Keno menepuk pundak Kafka membuat Kafka menatapnya.

"Syafa baik-baik aja kan, Kaf?" tanya Laras yang juga ikut menjenguk Syafa.

Kafka tak menjawab pertanyaan mereka semua, ia hanya bingung dan tidak tahu harus menghubungi siapa. Ia belum siap memberitahu keluarganya dan keluarga Syafa.

"Syafa nggak mau kaya gini!!" teriak Syafa dari dalam ruangan membuat Kafka beranjak berdiri masuk ke dalam ruangan diikuti yang lain.

"Syafa," panggil Kafka mendekati Syafa yang menangis.

"Kafka," ujar Syafa terisak dengan segera Kafka memeluknya erat membuat semua orang bingung.

"Syafa udah nggak bisa liat," isak Syafa membuat semua orang disana terkejut.

"Syafa nggak bisa liat Kafka lagi," lanjut Syafa membuat Kafka tak kuasa melihatnya.

"Syafa," gumam Laras hendak mendekati Syafa tapi dicegah oleh Nahar.

"Biarin mereka berdua dulu."

"Kita keluar," ucap Nahar dan dengan segera mereka semua meninggalkan Syafa dan Kafka.

Syafa masih terisak di dalam pelukan Kafka itu semakin membuat Kafka sedih.

"Kamu nggak boleh patah semangat, kamu pasti bisa liat lagi," ucap Kafka menangkup pipi Syafa dan menatapnya.

"Kafka nggak akan tinggalin Syafa kan?" tutur Syafa memegang tangan Kafka.

"Apa Kafka mau ninggalin Syafa yang buta ini?" lanjut Syafa terisak.

"Enggak aku nggak akan tinggalin kamu," ucap Kafka tersenyum walaupun Syafa tak akan melihatnya.

"Tapi aku cacat kamu pasti malu punya istri kaya aku," kata Syafa menunduk dengan bahu bergetar.

"Hei," panggil Kafka meraih dagu Syafa.

"Kamu itu cantik dan hebat," tutur Kafka.

"Nggak akan ada yang mau nerima cowok brengsek kaya aku, tapi kamu tetep sabar dan selalu peduliin serta rawat aku. Aku yang harusnya malu karna nggak bisa jadi suami yang baik buat kamu. Aku bangga banget punya kamu," lanjut Kafka membuat Syafa tersenyum disela isakannya.

"Kafka mau temenin aku disaat aku kaya gini?" tanya Syafa.

"Apapun keadaannya aku selalu ada buat kamu," tutur Kafka mengusap lembut kepala Syafa.

"Kafka janji?"

"Iya janji," ucap Kafka mencium kening Syafa lama.

Kafka menjauhkan wajahnya lalu menatap Syafa yang tersenyum padanya.

"Tapi kenapa Kafka marah?" tanya Syafa membuat Kafka membuang wajahnya menatap ke arah lain.

"Syafa sumpah kalo Syafa nggak selingkuh, kenapa Kafka ngomong kalo Syafa selingkuh?"

"Ngomong sama Syafa dimana salahnya kenapa Kafka nuduh gitu, emang Kafka liat kalo Syafa selingkuh?" kata Syafa membuat Kafka menoleh dan menatapnya.

"Gue liat lo pelukan sama Agas di sekolah," ujar Kafka datar sedangkan Syafa malah terkekeh.

"Kamu cemburu sama Al?" ujar Syafa membuat Kafka mengernyitkan dahinya.

"Enggak tuh."

"Ngomong aja Kafka udah cinta kan sama Syafa," goda Syafa.

"Enggak," elak Kafka membuat Syafa geleng-geleng kepala.

"Dia itu Al orang yang mau aku temui pas di kantin sekolah, dia sepupu aku," ucap Syafa membuat Kafka terkejut.

"Sepupu?" gumam Kafka diangguki Syafa.

"Kafka emang nggak cinta sama Syafa?" lirih Syafa membuat Kafka menatapnya.

"Syafa aja udah cinta loh sama Kafka," lanjut Syafa mengutarakan perasaannya namun Kafka hanya terdiam.

"Nggak papa kalo Kafka nggak cinta sama Syafa, Kafka nggak marah-marah lagi ke Syafa aja udah seneng," kata Syafa tersenyum tulus.

"Kalo Kafka mau pacaran di depan Syafa juga nggak papa kok, kan Syafa buta Syafa nggak akan liat," lanjut Syafa membuat rasa sesak di dalam diri Kafka.

"Gue nggak mungkin ngelakuin itu dan nggak akan pernah coba," ucap Kafka mengusap lembut pipi Syafa.

"Gue cinta sama lo," lanjut Kafka membuat Syafa diam mematung.

"Jangan pernah nangis lagi gue nggak bisa liatnya, walaupun gue tau lo selalu nangis karna gue." Kafka berucap dengan menatap Syafa dalam.

"Gue akan selalu ada di samping lo," lanjut Kafka lalu mencium kedua mata Syafa.

"Semangat, jangan pernah nyerah gue akan cari donor mata buat lo. Selama itu gue yang akan jadi mata lo buat liat dunia," tutur Kafka membuat Syafa menitikkan bulir beningnya terharu.

"Gue udah bilang jangan nangis," ujar Kafka menghapus jejak air mata dipipi Syafa.

"Ish! Ini tuh air mata bahagia," ujar Syafa menghapus air matanya.

"Coba ulangin lagi," kata Syafa membuat Kafka bingung.

"Ulangi apa?"

"Yang ini," ujar Syafa menyatukan tangannya membentuk love membuat Kafka terkekeh.

"I love you istri," ucap Kafka mencubit hidung Syafa.

"Ih bucin," kekeh Syafa.

"Janji sama aku jangan pernah nangis, aku tau kamu wanita yang kuat dan tegar," tutur Kafka membuat Syafa tersenyum.

"Pipinya mana?"

"Kenapa? Mau cium?" ujar Kafka.

"Enggak mau tampar!" kesal Syafa sedangkan Kafka terkekeh dan mendekatkan wajahnya.

"Nanggung amat pipi, bibir enggak?" goda Kafka membuat Syata merona malu.

"Emang boleh?"

"Boleh dong," ujar Kafka lebih mendekatkan wajahnya sampai nafasnya menerpa bibir Syafa.

Cup

Syafa mencium sekilas bibir Kafka membuat Kafka tersenyum.

"Singkat amat."

"Biarin," ujar Syafa terkekeh lalu Kafka memeluknya dengan erat.

•••

Yok yo ayok tim triple up merapat noh hutang aku lunas yee
Ucapin apa kek bengek woy muter otak mikirin alur gimana 😭 hiks jahat kalean kalo nggak vote dan komen

I'm Not A Good Boy || Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang