Selamat Membaca
Jangan lupa tinggalkan jejak•••
Kafka mengerjap ngerjapkan matanya untuk bangun, lalu melirik ke arah Syafa yang masih tertidur dipelukannya. Kafka tersenyum memandangi wajah Syafa dan mengingat malam panjang yang mereka habiskan.
"Makasih karna udah percaya sama gue," gumam Kafka mengusap lembut pipi Syafa membuat Syafa menggeliat dan membuka matanya.
"Pagi," sapa Kafka tersenyum membuat Syafa menutup wajahnya dengan tangan.
"Kenapa?" tanya Kafka menarik tangan Syafa dari wajahnya.
"Syafa malu," ujar Syafa membuat Kafka terkekeh lalu menciumi setiap inci wajah dan leher Syafa.
"Kafka ih geli," kata Syafa menjauhkan wajah Kafka dari lehernya.
"Diem sayang jangan gerak-gerak terus," tutur Kafka tak menjauhkan wajahnya dari ceruk leher Syafa.
"Kenapa?" tanya Syafa.
"Kamu lupa kita nggak pake baju," bisik Kafka membuat Syafa tambah malu.
"A-awas deh aku mau mandi." Syafa menjauhkan wajah Kafka dari lehernya.
"Nanti aja," ujar Kafka menatap Syafa.
"Bentar lagi adzan," kata Syafa melirik jam weker yang menunjukkan pukul empat pagi.
"Masih lama." Kafka kembali memeluk Syafa.
Sedangkan Syafa menghela nafasnya pelan membiarkan Kafka memeluknya.
"Kafka kamu udah apain aku?" ujar Syafa memainkan rambut Kafka.
"Ngapain apa?" tanya Kafka mengernyitkan dahinya.
"Ini kenapa kita nggak pake baju," kata Syafa membuat Kafka mendongak.
"Kita kan abis making love, sayang."
"Kamu udah ambil kesucian aku Kafka! Nggak mau tau kamu harus tanggung jawab," ucap Syafa memukul bahu Kafka.
"Tenang aku bakal tanggung jawab, aku nikahin kamu," ujar Kafka santai.
"Kita kan udah nikah," tutur Syafa terkekeh.
"Nggak papa dua kali," ucap Kafka acuh.
"Ih balikin kesucian aku," rengek Syafa memukul-mukul dada Kafka.
"Drama," cibir Kafka malas sedangkan Syafa tertawa.
"Kafka kok aku nggak hamil sih?" kata Syafa mengelus perutnya lalu menatap Kafka yang juga menatapnya malas.
"Baru semalem buat mana mungkin cebongnya langsung tumbuh," ujar Kafka membuat Syafa tertawa terbahak-bahak.
"Apa tuh cebong?" ujar Syafa pura-pura tidak tahu.
"Mau aku kasih tau," kata Kafka tersenyum smirk membuat Syafa gelagapan.
"E-enggak usah. Aku mau mandi," ujar Syafa duduk memegangi selimutnya.
Saat hendak turun dari ranjang Syafa merasa kesulitan dan kesakitan.
"Ssshh.." ringis Syafa merasa sakit dibagian inti.
"Aku gendong kekamar mandi," ujar Kafka mengambil celana dan memakainya.
"Cie aku kamu," goda Syafa membuat Kafka menatapnya malas.
"Mau aku ulang kejadian yang semalem," ancam Kafka membuat Syafa menggeleng cepat dan meringis.
Kafka menggelengkan kepalanya pelan lalu menggulung selimut menutupi tubuh Syafa dan mengangkatnya
"Ssshh.. Pelan pelan," ringis Syafa.
"Iya ini juga pelan," ucap Kafka lalu berjalan menuju kamar mandi.
Setelah sampai Kafka menurunkan Syafa di bath up.
"Masih perih?" tanya Kafka dibalas anggukan oleh Syafa.
"Coba aku liat," ujar Kafka membuat Syafa membelalakkan matanya.
"Hah! Nggak usah udah nggak papa kok," ujar Syafa menolehkan wajahnya kesana-kemari membuat Kafka terkekeh.
"Gausah malu kan aku udah pernah liat," ujar Kafka membuat Syafa merona malu.
"Ish! Udah sana lah aku mau mandi," usir Syafa.
Kafka menggeleng pelan lalu berjalan keluar kamar mandi.
***
"Sumpah ya gue enek banget kemaren," kata Keno sesampainya diparkiran sekolah.
"Emang lo doang gue juga," ujar Glen mendengus kesal.
Mereka kesal karna kemarin dengan tidak ada rasa kasihan Kafka menyuruh mereka semua pulang saat hujan sedang deras-derasnya. Alhasil mereka pulang dengan basah kuyup dan mendadak flu dan pusing.
"Mentang-mentang udah punya bini," cibir Yuri turun dari motor Nahar.
"Salah lo ngapain bawa Laras!" tukas Nahar menatap Yuri.
"Lah dia tuh khawatir kenapa Syafa nggak masuk tanpa keterangan," ucap Yuri menatap Nahar yang memutar bola matanya malas.
"Nanti gue nebeng ya pulangnya," lanjut Yuri menyengir.
"Ogah!" ketus Nahar berjalan meninggalkan Yuri.
"Nyebelin lo!! Motor gue dibengkel!!" teriak Yuri menghentak-hentakkan kakinya.
"Sama gue aja," ujar Glen membuat Yuri berbinar.
"Beneran?!"
"Tapi boong," ucap Glen lalu berlari menyusul Nahar.
"Ngeselin lo semua!!" teriak Yuri mengacak rambutnya.
"Udah sama Keno aja, Keno kan baik hati dan tidak sombong," ujar Keno merangkul bahu Yuri.
"Jangan diacakacak dong rambutnya, nanti cantiknya ilang," lanjut Keno merapikan rambut Yuri membuat Yuri terdiam memandangi wajah Keno yang sangat dekat.
"Gue liat liat lo ganteng juga ya, No," tutur Yuri membuat Keno menghentikan tangannya dan menatapnya.
"Yur gue boleh cium bibir lo?" ujar Keno membuat Yuri membelalakkan matanya lalu dengan cepat memukul bibir Keno.
"Sakit woy!" sentak Keno memegangi bibirnya.
"Bibir gue mahal, gue mau dicium sama orang yang gue cintai. Bukan orang sembarangan kaya lo!" tukas Yuri menunjuk Keno.
"Sekate-kate lo kalo ngomong," ujar Keno sedangkan Yuri mengedikkan bahunya acuh.
"Gue tau lo suka kan sama gue," lanjut Keno menaik turunkan alisnya.
"Dih sapa bilang!" sarkas Yuri.
"Oke bakal gue buktiin," kata Keno santai melepas rangkulannya dan meninggalkan Yuri sendiri.
"Gila kali ya yakali gue suka," ujar Yuri geleng-geleng kepala.
***
Kafka menghentikan mobilnya setelah sampai diparkiran sekolah lalu keluar dari mobil diikuti Syafa.
"Susah nggak jalannya?" tanya Kafka melihat Syafa kesulitan.
"Lumayan," jawab Syafa.
"Udah dibilang gausah berangkat dulu," kata Kafka menuntun Syafa.
"Kemaren udah bolos masa bolos lagi," ujar Syafa mengerucutkan bibirnya.
"Kafka!" pekik Syafa saat tubuhnya melayang karna Kafka menggendongnya.
"Kafka ih! Malu banyak orang," ujar Syafa melihat sekeliling murid yang menatapnya tak percaya.
Kafka tak menghiraukan ucapan Syafa lalu melangkahkan kakinya meninggalkan parkiran sekolah.
•••
Ciee yang kecowa karna diskip 😂
Maap" ye author nggak berani buat adegan panasnya, ntar kebakar tangan author saking ngetiknya menjiwai 🤣
Ck, lebay sekali 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not A Good Boy || Terbit
Teen Fiction"I'm not a good boy baby, tapi kalo lo tetep mau jadi istri gue its okey gue terima. Tapi gue nggak yakin lo bahagia nikah sama gue. Cuma sengsara yang lo dapet, cepat atau lambat lo akan tau sifat asli gue, gue harap lo nggak kaget," bisik Kafka te...