BAB 12

27.1K 2.5K 37
                                    

"Gimana? Bagus nggak?"

"Um ... ya, cantik."

Nala tersenyum seraya menyentuh ujung rambutnya lalu mengibasnya pelan. Dia baru saja pergi berbelanja ke Mall bersama Aila, membelanjakan banyak sekali baju, makanan, aksesoris, sepatu, sandal dan beberapa parfum yang ia rasa sesuai dengan seleranya. Lalu sebelum pulang Nala mengajak adiknya untuk mampir ke salon guna memangkas sedikit rambutnya yang sudah terlalu panjang—baginya.

Kini rambutnya yang panjang lurus sepunggung telah tiada, berganti dengan rambut cokelat sedikit bergelombang di bagian bawah sebatas bahu lewat sedikit.

Ya, Nala memang sedikit mewarnai rambutnya guna menampilkan sisi barunya. Ia akan menunjukkan ke seluruh dunia bahwa Nala Amira yang dulu sudah benar-benar tidak ada, karena saat ini Adira Savina-lah yang mendiami tubuh Nala, jadi dia akan sungguh-sungguh membuktikan pada semua orang kalau memang dia dan Nala yang dulu itu berbeda.

Dan oh ya, hari ini dia sengaja mengeruk habis kartu kredit yang baru saja diberikan Arza padanya kemarin malam. Entah malaikat apa yang sedang merasuki suaminya itu, yang jelas Arza memberikan kartu kreditnya tanpa paksaan sedikitpun. Jadi jangan salahkan Nala jika besoknya—tepatnya hari ini—dia langsung membelanjakan banyak barang menggunakan kartu itu.

Sudah tiga minggu terlewat dari waktu ia masuk rumah sakit dan tak sadarkan diri selama sepuluh jam. Selama itu pula hubungannya dengan Arza sedikit demi sedikit membaik walau memang terhitung lambat dan amat perlahan perkembangan hubungan mereka ini. Yang jujur saja membuat Nala sendiri gemas setengah mati.

Apalagi sekarang Arza jarang pulang ke rumah, kalau pulang pun dia selalu pulang tengah malam bahkan dini hari. Kenapa dia bisa tahu? Oh, tentu saja karena Arza rutin sekali mengunjungi kamarnya tak peduli pukul berapa itu selama matahari belum menampakkan diri, dia akan masuk begitu saja ke dalam kamarnya dan menagih kewajiban Nala untuk memenuhi kebutuhan biologis laki-laki itu.

Walau hubungan mereka sangat lamban pergerakan majunya, tapi itu tak membuat Arza sungkan untuk menyentuhnya bahkan bisa dibilang hampir tak ada malam yang terlewati tanpa sentuhan Arza jika laki-laki itu pulang ke rumah. Untung saja kamar Nala kedap suara, jadi suara berisik mereka tak sampai membangunkan orang-orang yang berada di sini.

"Kak?"

Lamunannya tentang Arza harus terhenti ketika Aila menepuk pelan pundaknya. Nala menoleh singkat dan kembali menata baju-baju yang baru dibelinya.

"Kenapa?" sahut Nala dengan sedikit menunduk karena tiba-tiba saja pipinya terasa menghangat kala tersadar dari pemikirannya tentang malam-malamnya dengan Arza selama tiga minggu ini.

"Besok aku harus pulang ke kosan, tiga hari lagi aku mulai banyak urusan di kampus."

Pulang? batin Nala.

"Ah ... ya, udah. Kalau dibolehin, besok Kakak bakal antar kamu sampai kosan."

"Nggak usah, Kak. Aku biasa sendiri kok," balas Aila cepat.

Hari ini saja kakaknya sudah membelikan banyak sekali barang-barang bagus untuknya, mana mungkin dia mau merepotkan kakaknya lebih dari ini?

"Nggak apa-apa, nanti malam kalau Mas Arza pulang, aku bakal tetap meminta izinnya." Nala tersenyum tipis lalu kembali sibuk dengan baju-baju barunya.

Ah, semoga saja nanti malam suaminya pulang. Walau entah mengapa bisa begini, yang pasti ia memang yakin sekali Arza akan pulang malam ini.

*
*
*

Arza mengembuskan asap dari batang nikotin yang sedang ia hisap saat ini. Dia sengaja terduduk di bibir jendela dan membuka lebar jendela itu agar asap dari rokok yang ia hisap tak masuk ke dalam kamar dan mengganggu istrinya yang tengah terlelap.

Nala with Her Second Chance (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang