Nala berjalan mondar-mandir dengan gelisah di kamarnya, tentu saja dia sedang sendiri saat ini karena Arza sudah keluar sejak tadi. Ia menggigiti kuku terawatnya seraya terus memikirkan banyak hal dalam kepala kecilnya.
Duh! Kenapa juga Arza tiba-tiba mau tinggal di sini?! Hatinya menjerit panik.
Bukannya tak senang Arza akan tinggal di sini, bukan! Dia tentu tidak punya hak untuk melarang pria itu menetap di mana saja. Tapi masalahnya adalah dia belum terbiasa dengan Arza. Ia saja belum terbiasa dengan tubuh ini, masa sekarang ia sudah harus berdekatan dengan pria yang berstatus suaminya itu?
Uh, Nala belum siap!
Tapi mendadak, sebuah pemikiran terlintas di kepalanya.
Bukannya dengan begini, dia bisa lebih mudah memperbaiki kesalahan-kesalahan Nala di masa lalu? Dia sudah bertekad untuk mengubah jalan cerita di sini 'kan? Kenapa saat ada kesempatan besar seperti ini, ia malah uring-uringan?
Perempuan berambut panjang itu menghentikan langkahnya, dia berusaha menarik napas dalam lalu mengembuskannya dengan perlahan. Ia sudah membuat keputusan besar yang semoga saja tak disesali nantinya.
Lalu ia pun berjalan cepat ke arah lemari bajunya guna mengambil blouse dengan motif bunga-bunga dan langsung memakainya saat itu juga, sebelum keluar ia mematut diri di depan cermin sebentar. Saat merasa penampilannya sudah cukup 'layak' tampil di depan Arza, Nala pun keluar dari kamarnya dengan perasaan gamang.
Saat masih menata hatinya, dia justru langsung menemukan keberadaan Arza yang kini sedang menyantap makan siangnya di meja makan. Sendiri.
Arza masih fokus memakan menu makan siangnya saat Nala memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di depannya. Pria itu sama sekali tak berminat untuk melihat wajah gelisah sang istri.
Nala kembali menelan salivanya dengan kelat. Kenapa diem banget begini, sih? keluhnya, tentu saja dalam hati.
"Mas?" panggil Nala dengan suara mencicit seperti sedang tercekik.
Arza berusaha menenangkan perang batin yang sedang ia alami saat ini. Rahangnya terkatup rapat, sedangkan pegangannya pada sendok sudah menguat sejak Nala duduk di depannya. Tetapi pria itu masih menundukkan wajah, enggan menatap istrinya.
"Mas Arza?"
Cukup.
"Kenapa?" sahut Arza cepat seraya mendongakkan wajahnya demi menatap sang lawan bicara. Dia menyerah untuk mengabaikan lebih lama wanita yang sedang memanggil-manggilnya sejak tadi.
Nala yang tak siap dengan tatapan tajam yang diberikan Arza, langsung terkesiap di tempat. Jantungnya hampir saja jatuh ke perut, Demi Tuhan!
Melihat wanita itu terkejut membuat Arza sedikit melembutkan tatapan matanya. Dia benci ditatap seperti itu oleh istrinya sendiri.
"Ada apa?" tanyanya lagi, kali ini tanpa diiringi tatapan menusuknya.
Nala baru bisa menarik napas kembali saat Arza sudah tak lagi memandangnya. Dia menggigit bibir bawahnya pelan sebelum bertanya dengan lirih, "Mas Arza jadi tinggal di sini?"
Sunyi. Tak ada sahutan sama sekali.
Wanita itu semakin menggigit bibir bawahnya sembari terus bertanya dalam hati, apakah dia sudah salah bicara tadi?
Tak lama kemudian Arza menyelesaikan acara makannya. Dia tiba-tiba merasa tak nafsu makan lagi. Arza melirik sebentar wajah penasaran istrinya, sebelum pergi begitu saja meninggalkan meja makan. Membiarkan pertanyaan Nala menggantung tanpa jawaban.
Saat sudah berada di tangga yang entah ke berapa, tiba-tiba Arza merasakan telapak tangannya digenggam lembut oleh sebuah tangan halus. Tanpa menoleh pun dia sudah tahu siapa orang yang berani menggenggam tangannya seperti itu di rumah ini. Tidak mungkin Bi Jannah 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nala with Her Second Chance (ON GOING)
Romance[Follow dulu sebelum baca] DILARANG KERAS PLAGIAT CERITA INI! "Nala siapa?" Sebelumnya dia adalah Adira Savina, perempuan biasa dengan latar belakang biasa pula. Dia baru merasakan hidup sedikit layak setelah berhasil membangun bisnisnya sendiri. N...