Part 17

81 21 3
                                    

Musuh tidak harus orang luar, akan tetapi orang disekitar kita juga.
–Khanza Raqilla.

—Curiga—

Raven menghantarkan Khanza pulang dengan selamat. Setelah menghantarkan nya tepat didepan rumah, Raven melajukan sepeda motornya.

Khanza masuk ke dalam rumah. Rumahnya nampak sepi sekali, entah kemana orang rumah. Apakah mereka tidak mengkhawatirkan Khanza?

Khanza menuju dapur, ia ingin minum air putih untuk menenangkan diri. Sebenarnya deru nafasnya masih belum membaik. Bayang-bayang kejadian digudang tadi masih berputar baik.

"Khanza?" panggil Marko.

Khanza menoleh, mendapati ayah tirinya. Khanza tersenyum miris, menatap ayahnya ini. Entah terbuat dari apa hati ayah tirinya ini, sangat kejam. Melebihi iblis.

"Iyaa. Kenapa ayah kaget?" tanya Khanza.

Marko menaikkan kedua alisnya. Lalu bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan tidak peduli sama sekali.

"Anak macam apa kamu ini? jam segini baru pulang?!" bentak Marko.

"Ayah macam apa, ayah Marko yang meninggalkan aku sendiri ditempat yang gelap?" tuding Khanza balik.

Lesti turun ke bawah karena mendengar perdebatan antara anak dan sang ayah tersebut. Lesti menghampiri dan memeluk Khanza erat.

"Khanza kamu gapapa kan nak?" tanya Lesti.

"Gapapa bu, ibu apa kabar?" tanya Khanza menatap ibunya.

"Maksudnya? ibu baik-baik saja Za." ujar Lesti.

"Bagus, Khanza pikir ibu jantungan." jawab Khanza melepas pelukan.

"Kamu kenapa bilang seperti itu sama ibu Za?" tanya Lesti.

"Kenapa enggak?" Khanza menatap Marko dengan wajah cemas.

"Ayah Marko kenapa? Kaget banget kayaknya." sindir Khanza.

"Lancang sekali kamu!" ujar Marko.

"Sudah ini sudah malam." tegur Lesti.

"Yaudah Khanza mau ke kamar." jawab Khanza. "Ayah jangan sampe stres ya?" nasihat Khanza lalu tersenyum.

"LIHAT ANAK KAMU! BERANI SEKALI DIA SEPERTI ITU KEPADA SAYA!" bentak Marko kepada Lesti dengan api kemarahan.

Khanza tidak mendengarkan celotehan yang keluar dari mulut Marko. Ia berjalan memasuki kamar, berganti pakaian dan bersiap-siap untuk istirahat.

Khanza duduk di ranjang. Menatap sendu bingkai foto yang ada dinakas. Khanza tahu, sikapnya tadi akan menambah api kebencian Marko terhadapnya.

Dan Khanza merasa bersalah telah berbicara seperti itu kepada Lesti. Tapi, Khanza tidak bisa menjadi orang yang ditindas terus menerus. Ia harus bangkit, dan membalaskan dendam atas kematian Ayahnya, Dafa.

Mereka yang menginginkan keluarga Khanza hancur. Sudah, sudah hancur. Cukup sampai sini, sekarang giliran permainan Khanza yang akan mengubah semuanya.

ZAVEN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang