Prolog

6.3K 257 23
                                    

"Reyza pake uang ini, pergilah kalian berpencar, sampai nanti kalian harus kumpul lagi bersama Reyna mengerti?" tanya pria itu dengan wajah ketakutan menatap anaknya.

"Ta—tapi Ayah—"

"Udah pergi sana, biar Ayah yang ngurus polisi-polisi itu!"

Dengan menahan tangisnya anak itu pergi membawa adiknya yang hanya terdiam membisu melihat kejadian yang di depannya. Mereka berdua berlari dari pintu belakang rumahnya, suara gedoran pintu dan teriakan anggota polisi terdengar mereka. Hingga suara tembakan terdengar cukup keras, menahan rasa sakit dihatinya sang kakak hanya bisa terus membawa adiknya pergi.

Di lain sisi para kepolisian berusaha mengejar kedua anak itu, alasannya juga karena uang yang mereka bawa adalah uang kotor yang tak seharusnya mereka miliki. Tapi tiba-tiba saja seseorang datang menghadang mereka. "Mulai dari sini bukan urusan kalian lagi."

***

"Ayah...udah mati," ucap Reyga, adik dari Reyza. Matanya menatap kosong ke depan. Suara-suara mobil berlalu-lalang terdengar namun bisu ditelinga Reyga.

"Dengar Reyga...ayah meminta kita untuk pergi memulai hidup baru kita masing-masing." Reyza lalu memberikan uang yang dibungkus plastik kepada Reyga. Air matanya jatuh tak kuasa menahan tangisnya.

"Maafkan aku...kita gak akan bisa bersama...bahkan bareng Reyna juga."

Reyga hanya bisa menatap kosong. Menangis pun rasanya air mata enggan turun. "Aku akan membawa Reyna, gimana pun caranya, akan ku cari sampai ke ujung dunia." Tanpa rasa khawatir sedikitpun Reyga pergi meninggalkan Reyza yang ingin memanggilnya tapi dia mengurungkan niatnya.

"Yah, inilah memang harusnya." Reyza mengusap air matanya lalu pergi berbeda arah dengan Reyga. Pada akhirnya keluarga bahagia mereka runtuh. Ibu mereka meninggal, disusul ayah mereka, adik mereka yang entah kemana dititipkan oleh ayah mereka dan kini mereka berdua harus berpisah. Suatu takdir yang kejam, tapi bukannya dunia memang kejam? Jika hanya mengharapkan kebahagiaan justru kita sudah di surga.

                 

Di sisi lain Reyga tersesat tak tahu harus kemana dia selanjutnya, dia tidak punya kenalan sama sekali bahkan teman pun tidak. Pandangannya kemudian tak sengaja melihat warnet didepannya 'Warnet Meraki'. Bocah berumur 10 tahun itu berjalan memasuki warnet itu.

"Iya Ma, Jere-"

Sesosok remaja anak dari pengelola warnet itu terhenti berbicara ketika melihat bocah bernampilan urakan masuk ke warnet yang sudah kosong pengunjung. Dengan celingak-celinguk seperti tak punya tujuan saja.

"Lo siapa?!" tanya pria dengan nada tinggi.

Reyga terkejut mendengar suara tinggi orang di depannya, namun bukannya takut, Reyga menunjukkan wajah melawan.

"Lo gak di cariin bapak lo keluar malem-malem?!"

Seketika wajahnya yang menantang itu runtuh, air mata Reyga terjatuh karena mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Dia lupa kejadian barusan, air mata yang sudah menumpuk itu akhirnya keluar.

"A-ayah...ah...gak ada..." lirih Reyga terisak mengingatnya.

Pria itu langsung panik. "Waduh salah cakap gue! Emang nih mulut latah banget!"

"Eh udah ya ntar gue beliin coklat lo," rayu pria itu namun Reyga tetap menangis keras. "Gak suka cokelat!!!"

"Hah? Lo anak gak suka cokelat? Jajan lo pizza ya?" Reyga malah kembali menangis keras membuat remaja itu tambah kebingungan.

Pria itu kemudian punya ide. "Aha gue ada ide! Woy cengeng, mau main game gak?"

"Hah?" Reyga terdiam sambil menatap bingung remaja itu.

"Main game, bentar ya gue idupin nih komputer."

Dengan wajah datarnya remaja itu menatap Reyga yang asik tertawa menonton kartun di komputer warnetnya. Ngomong-ngomong ini sudah jam 12, anak mana yang berkeliaran sampai jam segini. Takutnya dia bakalan dituduh aneh-aneh. Disatu sisi remaja itu tambah bingung dikarenakan pakaian Reyga yang terlihat lusuh dan mata yang bengkak karena menangis.

"Seneng lo sekarang," sindir remaja itu namun Reyga tak menggubris.

"Lo gak dicariin orang tua lo, bocah?" tanyanya.

"Ayah udah ninggal tadi, dia ditembak pak polisi," jawab Reyga dengan polosnya sambil masih fokus pada layar didepannya.

Pria itu terdiam, ada satu hal yang terlintas dipikirannya. "Lo gak punya rumah dong."

"Ada tapi udah diisi sama polisi, banyaaakkkk banget, ayah nyuruh kita berdua buat pergi," jawab Reyga masih fokus pada tontonannya.

Remaja itu kembali terdiam. Meski masih seorang remaja, dia sudah cukup memiliki pikiran yang dewasa, dia gampang mengerti keadaan karena sudah memulai menjalan bisnis orang tuanya. Anak-anak seperti Reyga masihlah sulit untuk berbohong jadi kata-katanya adalah fakta.

"Hey Bang."

Remaja  itu tersentak ketika dipanggil Reyga.

"Iya bocil?" tanya pria itu.

"Nama Abang siapa ya?"

"Jere, Jeremia Meraki."

"Aku Reyga, salam kenal."

"Iya...salam kenal juga."

Jeremia lalu membuka ponselnya dan mencari berita terkini. Tepas sekali beberapa menit berlalu sebuah artikel berita muncul tentang penggerebekan seorang pengedar besar. Jeremia kembali menatap Reyga yang asik tertawa dengan tontonan masa kecil di TV itu. Mungkin besoknya Jeremia akan membicarakannya dengan orang tuanya. Tetapi, mungkin saja ini adalah takdir mereka berdua, bisa saja pertemuan calon bos dan pekerja.

Reyza sendiri mulai mencari tempat berlindung minimal untuk malam ini saja. Dia akan menggunakan uang pemberian ayahnya dengan sangat berhati-hati. Di bawah kolong jembatan, Reyza tertidur sambil terduduk menatap malam membayangkan keluarga mereka. "Reyga, Reyna." Dia harus bisa menyatukan kembali keluarga mereka, mungkin saja dimasa depan adik-adiknya sudah melupakannya, tetapi dia akan berusaha membuat mereka mengingatnya lagi, mengingat keluarga mereka.

Di rumah yang cukup mewah, anak perempuan yang cukup bahagia sedang tertidur pulas dengan ayah dan ibunya yang tidur di sampingnya. Kehidupan damainya yang tanpa dia sadari adalah hasil dari perjuangan keluarganya yang kini berjuang melawan kejamnya dunia.

***

"Buk Aira pengen liat bintangnya lebih dekat," ucap anak perempuan itu dengan riang sambil melompat-lompat menunjukkan bintang di langit malam.

Ibu dari anak itu tersenyum lalu mengelus lembut rambut anak semata wayangnya itu.

"Nanti kapan-kapan kalo Ibu punya uang, Ibu akan belikan Aira teleskop," ucap Ibu dari anak perempuan bernama Aira itu.

"Memangnya teleskop itu apa Buk?" tanya Aira polos.

"Teleskop itu teropong yang bisa liat bintang sama bulan lebih dekat."

"Wah kalo gitu Aira mau!"

"Tentu, kalo Ibu dah punya banyak uang nanti Ibu beli."

"Makasih Buk." Aira kemudian memeluk kaki ibunya.

"Sama-sama sayang."

•REYGA•

REYGA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang