| Bagian Dua Puluh Dua

2.6K 206 8
                                    

Absen quotes dulu yes:v

Kalau ada salah dalam riset, tolong dibilang, ya. Karena part ini butuh lumayan banyak riset, aku sampai nanya ke Mamakku bolak-balik.

Selamat membaca ❤️

***

Hari-hari semakin sulit dilalui. Pagi berganti menjadi malam. Begitu terus setiap harinya.

Tak terasa, hari ini adalah keberangkatan Alle untuk mengikuti Olimpiade tingkat SMA. Alle sudah mempersiapkan otak dan akalnya secara matang. Berdoa dan terus berusaha. Akhirnya Alle dapat berkembang. Ia juga rutin dan tidak pernah absen dalam pelatihan sebelum hari ini tiba.

"Kepada Ananda dan Adinda yang mengikuti ajang olimpiede, diharapkan berkumpul di area lapangan sekolah. Kita akan segera berangkat. Terima kasih,"

Suara yang terdengar menggema lewat mikrofon itu sengaja dihentikan oleh sang empunya suara. Mendengarnya, Alle mempersiapkan diri. Ajang ini memang sedikit memicu jantungnya berdetak lebih keras.

Retha terlihat ikut mengemasi barang Alle. Malah, cewek itu sibuk sendiri sekarang.

"Retha, kamu ngapain? Kan, yang mau pergi itu aku." Alle dan Retha bercakap sembari mengemasi barang milik Alle.

Retha menyengir, lalu menjauhkan tangannya dari arah tas Alle. Menyadari bahwa dirinya jauh lebih repot sedari tadi dibandingkan dengan Alle. "Maap," celetuknya.
***
Lumayan banyak siswa dan siswi di sini melihat keberangkatan mereka. Tak sedikit pula yang terlihat tidak peduli. Bodoamat mau menang atau tidak, mau mendapat hadiah atau tidak, atau bahkan piala dan kalung medali? Mereka tidak peduli.

Alle melihat seorang yang ia kenal selain Retha ada di sana. Itu adalah Akash. Orang yang selalu rapi dengan caranya sendiri. Orang yang bahkan hari ini ikut melihat keberangkatannya. Memang banyak orang di sana, tapi, kok, fokusnya Alle cuman ke Akash doang?

Akash terlihat memperbaiki kaca matanya. Tadi, ia sedang membaca novel bergenre petualangan. Tetapi setelah mendengar suara yang beredar ke seluruh kelas, membuat Akash cepat-cepat berjalan menuju halaman depan sekolah.

Sebelum diberangkatkan, mereka diberi instruksi lebih dulu, berdoa, lalu bersiap untuk pergi.

Akash menghampiri Alle, di tengah banyaknya kerumunan, Akash rasanya ingin mati saja. Sungguh, ia tidak suka suara di mana-mana yang akhirnya bertabrakan, pokoknya yang ramai seperti ini. Kalau bukan karena kepergian Alle, mungkin Akash hanya akan berada di dalam kelasnya. Menikmati pelajaran-pelajaran yang ada.

"Le,"

Alle menoleh. Ia melihat Akash dengan mimik wajah tidak nyaman dan semakin tidak nyaman. Terlihat sekali saat ini.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Alle.

"Le,"

"Iya, apa Akash? Muka kamu udah kayak gitu, mending kamu ke kelas, deh," ucap Alle mulai tak mengerti apa yang diinginkan Akash.

Akash segera memberi sebotol air mineral kepada Alle. Lengkap dengan jaket miliknya yang super tebal.

"Pake," Akash hendak memakai-kan jaket itu.

Namun, Alle menahan gerakan tangannya. "Kamu nggak lihat cuacanya? Panas-panas begini pake jaket, yang ada saya kepanasan, Akash," ucap Alle.

"Aduh, terima aja. Sumpek banget di sini, Le. Lagi pula, daerah Olimpiade-nya, kan, dingin," ucap Akash.

Alle mencerna kalimatnya sebentar. Ia kemudian mengambil pilihan untuk menerima jaket itu. Tidak mau keras kepala. Alle langsung memakainya.

Lalu, ia melihat Akash dalam-dalam. Lelaki itu sudah kelihatan sangat tidak nyaman, tapi tetap ia paksakan karena peserta belum juga diberangkatkan.

"Kash," panggil Alle, ia masih menatap Akash lekat.

"Hm,"

"Makasih jaketnya,"

Akash tidak menjawabnya. Ia hanya melihat Alle yang tampak sedikit cemas.

"Coba aja kalau saya ikut Olimpiade ini, mungkin kamu bakalan kalah dan langsung gugur dibabak pengujian," ucap Akash. Alle tahu lelaki itu hanya akan mencairkan suasana, tidak bermaksud semakin membuatnya marah.

Tak lama, suara guru kembali berteriak dan menyuruh siswa untuk menaiki bus, untuk sampai di Stasiun Pasar Senen lalu lanjut menaiki Kereta Api Serayu Pagi  . Alle segera pergi dari sana, tanpa meminta izin pada Akash lebih dulu. Wajar saja, ia lupa karena terburu-buru.

***
Akash kembali ke dalam kelas. Ia berjalan di arah koridor. Sekelabat bayangan itu datang lagi. Menghantui Akash terus menerus.

Tak lama, Alatha sudah ada di depannya. Dengan membawa satu coklat dengan sehelai kertas dengan panjang berukuran 5 cm dan lebar 10 cm yang dieratkan dengan menggunakan tali pita berwarna biru muda.

"Apa?" tanya Akash.

"Ini, buat kamu," kata Alatha.

"Ngapain dikasih ke saya?"

"Yaa, lagi nggak mood aja makan-makanan manis," ucap Alatha sekenannya. Setelah itu, Alatha meninggalkan Akash dengan coklat di tangan kanannya.

Sebelumnya, Alatha memperingati. "Habis makan coklat, jangan lupa minum. Nanti nyangkut di gigi."

Menyebalkan.

***

Akash membuka tali pita dari coklat itu. Lelaki itu tidak suka manis, menolak pemberian dari Alatha, pun, juga enggan.

Akash membaca tulisan tangan milik Alatha yang ada di kertas. Sementara coklatnya ia letakkan di dalam tas. Mau dibuang, juga sayang. Coklat juga berharga, karena dia juga makanan. Maka dari itu Akash hanya mendiamkannya saja.

Selamat makan coklat. Dan, selamat menyukai Kakak gue sehangat senja. Jangan pernah bermaksud ingin meninggalkan, karena sudah pasti dia akan kehilangan warnanya. Bayangkan, apa jadinya senja tanpa warna orange berkolaborasi dengan merah? Gelap. Hanya warna hitam pekat dengan abu-abu berdelebrasi dengan egois.

Dan ingat, bila hari ini lo merasa sendiri. Ada jati diri yang selalu menemani.

Dari, Alatha
Untuk, si pemakan coklat
***
Setelah beberapa jam selama perjalanan.
Akhirnya tiga peserta beserta satu guru pembimbing tiba di Bandung. Lokasi Olimpiade yang telah ditentukan.

Alle benar-benar merasa sendiri saat ini. Tapi bagaimana, pun, juga mereka sama-sama membawa nama SMA Bayu Dharma.

Pembimbing atau yang sering disebut dengan Pak Arya juga ikut turun. Sekarang, di depan mereka sudah ada sebuah hotel yang terletak di dekat alun-alun Bandung. Bali Hotel.

Jaraknya cukup jauh dari tempat dilaksanakannya Olimpiade esok lusa.

Pak Arya langsung mengajak mereka masuk ke hotel. Lalu langsung mengambil tiket untuk dua kamar. Nomor kamar telah diberikan, membuat semuanya bergegas melajukan langkah ke kamar masing-masing, walaupun penat masih menempel di tubuh mereka.

Alle, Clantia, dan Fanya berada di satu kamar yang sama.

Alle membawa tas-nya. Lalu, kedua temannya berjalan di sisinya.

"Le," panggil mereka berdua serentak.

Alle menoleh terkejut. Ia terlihat terkejut dengan kehadiran dua perempuan di sisi kanan dan kirinya. Apakah mereka akan membully Alle seperti kebanyakan orang dan murid SMA Bayu Dharma?

"Semangat!" ucap Clantia yang juga terpilih untuk olimpiade kali ini.

"Iya, semangat untuk kita bertiga. Mending, kita tidur malam ini. Biar lusa olimpiade bisa berjalan dengan lancar," imbuh Fanya.

Alle mendadak tersenyum canggung, tidak tahu betapa terkejutnya melihat sikap mereka. Untunglah, mereka bukan seperti yang lainnya. Pikirannya bisa jauh lebih tenang.

Ketiganya harus menyiapkan tenaga dan pikiran ekstra untuk lusa.

-TBC-






After Meet You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang