Aku juga ingin diperlakukan sama seperti dia, bukan kah keduanya sama-sama menjadi anak? Meskipun aku, bukan anak kandung kalian.
-AlleAlle sudah siap dengan seragam sekolahnya yang sedikit menguning, ia lagi-lagi hanya bisa tersenyum. Sudah bagus, dia masih hidup.
Alle menenteng tas ransel-nya yang sudah bertahun-tahun tidak ia ganti, bahkan dari dirinya masih berada di bangku SMP kelas sembilan.
Alle segera membuka pintu, dengan senyum yang tak luput ia tunjukan. Memangnya, Alle harus menangis lagi di depan orang tua nya? Tidak. Alle tidak mau menangis di depan mereka.
Alle hendak berpamitan kepada Mama-nya, Vania Suranata dan juga Papa-nya, Albar Suranata. Alatha Suranata juga ada di sana, ia melempar senyum tulus ketika melihat Alle.
"Ma, Pa, Alle berangkat ke sekolah dulu," izin Alle. Sementara kedua orang tua nya itu sangat kelihatan tidak peduli, mereka bahkan sibuk memperbaiki rambut panjang Alatha dengan penuh perhatian.
Alle lagi-lagi hanya bisa menunduk mengerti, ia tidak diinginkan.
Alatha yang melihat Alle tidak pernah dihiraukan seperti biasa, melepas-kan jari-jari Vania dan Albar di atas kepala-kepalanya.
"Ma, Pa, Alle itu lagi izin. Kalian respon dengan baik, dong. Jangan Alatha aja yang diperhatiin," ucap Alatha dengan suaranya yang lembut seperti biasa.
Vania menatap tajam dan tidak suka ke arah Alle, sementara Albar memberikan tatapan sinis sambil melihat penampilan Alle dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Kamu sudah tahu, kan, saya tidak sudi kamu mencium tangan saya." ucap Vania tajam.
Alatha memegang tangan Vania. "Mama, jangan begitu. Kasihan Alle," ucap Alatha melihat Alle yang tampak sangat terpuruk.
Alle hanya bisa menunduk, nasib-nya makin hari semakin malang. Tidak pernah dihargai. Jadi, untuk apa Alle ada selama ini?
"Sudah, pergi kamu ke sekolah. Dan ingat, kamu jalan kaki saja!" perkataan Albar yang kejam seperti biasa keluar lagi menyakiti hati Alle.
"Tapi, Pa... kaki Alle lagi sakit," ucap Alle tidak berani menatap wajah Albar, Alle tambah menundukan kepalanya.
"Saya tidak pernah peduli kamu sedang dalam kondisi bagaimana." ucap Albar tanpa belas kasih, ia melemparkan tatapan sengit pada Alle.
Alle dengan cepat berlalu dari ruang tengah yang mewah itu. Ia berlari dengan air mata yang bergelimang di wajahnya. Alle segera memakai sepatunya yang sudah tak layak pakai, sobek sana sini, warna sudah pudar, namun bagaimana lagi? Dia tidak punya uang untuk membelinya.
Alatha menatap Vania dan Albar bergantian.
"Alatha sayang Alle! Kenapa, sih, Mama dan Papa selalu bersikap kasar sama Alle? Alatha tahu, Alatha anak kandung sedangkan Alle? Tapi, nggak seharusnya Mama sama Papa buang dia seperti itu!!" teriak Alatha penuh penekanan.
Kedua kaki Alatha mengejar Alle yang sudah entah kemana, dia tidak lagi melihatnya.
Alatha lagi-lagi dengan penuh rasa menyesal, ia menatap halaman depan yang sudah kosong.
•••
Sementara di lain tempat, Alle menyusuri jalanan dengan langkah lemah nya.
"Kapan aku bahagia?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Alle meneruskan perjalanannya menuju ke sekolah yang cukup jauh, terus berjalan, Alle kadang-kadang meminum air mineral yang ia bawa dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
Teen Fiction"Tuhan, kata Mama dan Papa, Alle tidak pernah diinginkan untuk ada di antara keluarga ini, kata mereka, Alle seharusnya tidak menjadi bagian mereka. Bahkan, kata mereka Alle tidak pantas untuk hidup. Alle terlalu merepotkan, ya?" "Alle pengin pulang...