|Bagian Sepuluh

4.4K 326 15
                                    

Nggak suka amburadul itu hal yang lumrah, bukan?
-Alle

Katanya, nggak suka amburadul. Kok, kaus kakinya turun sebelah?
-Akash.
*

**

Malam ini, Alle mencoba untuk melangkahkan kaki nya menuju meja makan. Sudah ada Albar, Vania, dan juga Alatha yang kini entah sudah berapa kali menyuapkan sendok itu ke dalam mulut.

Alle lagi-lagi tidak diajak oleh mereka. Alle duduk di antara mereka semua, kali ini benar-benar hening. Alatha menatap Alle penuh harap, ia ingin sekali berbicara banyak pada Alle. Tentang kejadian satu harian ini di sekolah tadi. Dia yang ternyata dapat menyelesaikan sebuah puisi dengan baik dan dipuji dengan sangat oleh Guru.

Tapi apa daya, ternyata Alle masih tidak dapat membuka suara untuk Alatha.

Alle mengambil sesendok nasi goreng dengan sebuah piring berukuran sedang yang ada di tangan nya. Alle hanya mengambil sedikit, ia merasa tak enak pada Alatha.

Vania kali ini membuka topik pembicaraan. Ia menatap Alle. "Mulai besok kamu diantar jemput pakai mobil, sama seperti Alatha." ucap Vania dengan suara dingin nya.

Alle tidak bergeming kali ini. Ia merasa ada yang janggal, mengapa tiba-tiba Vania bersikap baik pada nya?

Merasa tidak dijawab, Vania menguatkan nada volume bicaranya saat berbicara lagi. "Tapi, tetap Alatha yang berada di kursi depan." ucap Vania.

Alle menghembus napasnya kasar. Tak terasa, kini nasi nya sudah habis tak tersisa. Alle meneguk sekali gelas kaca yang berisi air di samping piring nya.

Alle tidak pernah merasakan kehangatan ketika berada di tengah-tengah mereka. Itu fakta.

Alle hendak beranjak, ia bahkan sudah berdiri dari tempatnya duduk.

Tapi, suara Alatha menginterupsi langkah Alle. "Alle. Aku pengin ngomong sama kamu." ucap Alatha tulus.

Alle hanya menanggapi dengan anggukan kecil. Setelahnya, ia berjalan maju kembali hingga menuju kamar nya. Alatha berhasil dibuat mengembangkan senyum oleh Alle.

***

Alatha mengetuk pintu kamar Alle, dengan gantungan boneka beruang kecil yang sengaja di gantung di pintu tersebut.

Alle membuka pintu nya, hingga matanya dan mata Alatha bertemu. Keduanya melemparkan tatapan canggung.

"Masuk." ucap Alle membuat Alatha berjalan hingga mendaratkan bokongnya tepat di pinggir kasur Alle yang berada di di lantai.

"Alle." ucap Alatha lebih dulu. "Aku tadi bisa nyelesain puisi dengan baik dan benar," ucap Alatha, ia menunjukan ekspresi ceria malam ini.

Tidak ada suara lain selain suara jarum jam yang terus berbunyi seiring dengan berjalannya waktu. Juga suara jangkrik yang tiap kali mengisi keheningan di antara kedua nya.

Alle tersenyum tipis. "Bagus kalau gitu." ucap Alle. Seberat apapun Alle berusaha menjauhi Alatha, pada akhirnya dia tetap Kakak Alatha. Sudah tugasnya untuk mendengar setiap curahan hati dari sang adik.

Alatha menyentuh pundak Alle. "Kamu udah nggak marah lagi sama aku, Le?" tanya Alatha, rasa penasaran menjalar ke seluruh tubuhnya. Bahkan, pikirannya.

Alle hanya menggeleng, masih dengan senyum yang juga belum luntur. "Aku cuman bilang, aku nggak suka kamu bantu aku, Tha." ucap Alle sejujurnya. Ia berusaha berkata yang sebenarnya pada sang adik.

Alatha kini terlihat sedikit menunduk. "Kamu kenapa gitu, Le? Kenapa nggak mau aku bantu? Aku salah apa sama kamu?" tanya Alatha bertubi-tubi. Kini Alle berusaha menjadi diri nya sendiri. Tanpa membohongi orang lain dan perasaannya sendiri.

After Meet You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang