SIAPA YANG NUNGGUIN CERITA INI UPDATE?
ASKOT KALIAN DARI MANA AJA NIH?
HARI INI ABSEN QUOTES DULU, YA!😘
Selamat membaca.
***
Sekitar jam empat subuh. Alle terbangun. Ia tiba-tiba terduduk dan teringat akan hari semalam. Ketika Akash mengajaknya naik Biang lala. Untung saja, cowok itu mau-mau saja ketika Alle menyuruhnya untuk pulang duluan dan tidak mengantarnya pulang. Walaupun Akash sempat beberapa kali menawarkan, namun Alle tetap kekeuh untuk menolak dengan jelas.
Kali ini, Alle melihat jendela kamarnya yang terbuka. Menunjukan langit yang masih sangat gelap. Kebiasaan Alle, ketika ia sudah terbangun dia tidak akan bisa tidur lagi.
***
Sementara di lain lokasi. Akash juga tengah menatap sesuatu dari arah jendelanya. Tapi sungguh, bukan langit gelap tanpa bintang yang ia tatap, atau sepasang hantu yang sedang bercinta. Ia menatap di sana dengan mata yang berisi kata-kata.
Lelaki berjakun tajam itu tahu. Suatu saat dia yang membuka suara, atau manusia cantik itu yang akan tahu dengan sendirinya.
"Maaf."
***
Jam weker milik Alle berdering. Alle mematikannya dengan cepat. Buat apa juga jam weker itu berbunyi? Toh, Alle sedari tadi sudah tidak lagi terlelap.
Oke, jam weker itu hanya melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-hari.
Kini Alle melonggarkan tubuhnya yang terasa pegal. Ia kini berdiri dan keluar dari kamar. Anehnya, sudah ada Alatha di sana yang tengah diceramahi oleh Albar dan Vania.
Semuanya menyadari keberadaan Alle, tapi tidak ada satupun dari keempatnya yang menoleh.
Alatha menunduk.
"Sudah Mama bilang, Alatha. Kamu ini jangan begadang demi bikin-bikin sesuatu yang nggak jelas kayak gitu. Lihat sekarang, apa jadinya? Kantung mata kamu hitam kayak gitu," ceramah Vania pada Alatha.
Alle mendekati keluarganya lalu bertanya dengan suara khas bangun tidur. "Ma, kenapa?" tanya Alle pelan.
Vania membuka jawaban. "Kamu juga! Kenapa kamu biarin dia main laptop sampai jam dua pagi?" tanya Vania menyudutkan Alle.
Alle sulit menjawab, ia menggeleng. "A-aku gak tau, Ma. Alle sudah tidur jam sembilan malam," jawab Alle mengatakan hal yang memang benar keberadaan nya.
"Halah! Bilang aja kamu sengaja buat Alatha sakit. Sekarang, kamu lihat? Suhu badannya hangat. Kamu memang nggak bisa diandalkan!!" bentak Vania lebih keras dari sebelumnya.
Alle menatap Alatha prihatin. Terlihat warna sedikit hitam di bagian kantung mata Alatha yang sebelumnya kuning langsat.
"Kamu itu sekarang tukang kelayapan. Semalam tiba-tiba pulang jam delapan malam. Kamu ke club? Buat apa? Cari duit?" tanya Albar meremehkan. Menatap Alle dengan pandangan seperti biasa.
Alle menggeleng keras. "Jaga omongan Papa, ya! Alle bukan perempuan kayak gitu!" Alle membantah dengan jelas ucapan Albar.
"Oh ya? Kamu kurang apa, sih? Handphone? Kamu nggak suka sama handphone yang saya kasih? Karena harganya terbilang murah dan handphone jadul?" tanya Albar bertubi-tubi dan terus menerus membuat Alle semakin menggeram.
Alle menutup kedua matanya lama, di sisi kedua pahanya, sudah terkepal hebat tangan Alle. Alle membuka matanya. "Aku nggak pernah peduli sama handphone yang Papa kasih. Aku nggak pernah peduli sama harga yang menjulang selangit. Karena aku tahu, handphone hanya sebatas alat elektronik. Alat yang bahkan selalu bisa buat orang menjadi hilang kepedulian terhadap dunia nyata. Aku nggak pernah peduli soal handphone, Pa! Jadi, tolong jangan seenaknya asal mencibir aku!!" teriak Alle dengan rasa marah yang bergemuruh hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
Teen Fiction"Tuhan, kata Mama dan Papa, Alle tidak pernah diinginkan untuk ada di antara keluarga ini, kata mereka, Alle seharusnya tidak menjadi bagian mereka. Bahkan, kata mereka Alle tidak pantas untuk hidup. Alle terlalu merepotkan, ya?" "Alle pengin pulang...