Aku masih menunggu bahagia. Walau aku tidak pernah tahu, entah bahagia itu datang berkunjung atau tidak.
-AlleAlle menyucikan pakaian anggota keluarga nya dengan sangat lihai. Ia sudah biasa, bahkan setiap hari seperti itu, selalu.
Alle harus memeras dengan kuat kain tersebut hingga mengeluarkan banyak air dan buih-buih yang masih menempel. Kalian perlu tahu, mesin cuci di rumah Alle berjumlah dua buah, namun Vania dan Albar tidak pernah mengizinkannya untuk memakai mesin cuci itu. Terlalu bagus, kata mereka.
Betapa bahagianya Alle ketika cuciannya sudah bersih semua, itu artinya pekerjaan nya sudah selesai. Alle hendak mengangkat keranjang berisi kain itu agar segera dijemur berhubung panas matahari sangat menyengat, jadi bisa cepat kering.
Namun, Albar dengan kasarnya mencapai puluhan kain ke atas lantai kamar mandi. Sangat banyak.
Albar kemudian memberikan tatapan sinis pada Alle.
"Cuci lagi. Saya tidak mau ada satu pun yang tersisa." kata Albar tanpa belas kasihan.
Alle menghembuskan napasnya, kini tugas nya bertambah lagi. Alle meletakkan kembali keranjang itu ke tempat semula, lalu melanjutkan pekerjaannya yang baru saja ditambahkan.
Alle mengerutkan kening ketika melihat noda yang tidak bisa hilang, ia sudah menggosok nya dengan kuat tapi usahanya berujung nihil.
"Pa, tapi ini harus pa—"
"SEMUA NODA HARUS HILANG. SAYA TIDAK MAU PAKAIAN MILIK KELUARGA SAYA TERKENA NODA WALAU HANYA SEDIKIT." potong Albar cepat. Matanya menyorot tajam ke arah Alle.
Baju Alle sudah basah akibat percikan serta cipratan air kamar mandi. Alle lagi-lagi hanya bisa menurut, memangnya apa lagi yang bisa ia lakukan? Jangan bercanda, dia hanya anak pungut.
Albar lalu tanpa meminta maaf dan dengan tanpa rasa bersalah meninggalkan Alle lagi sendiri.
Alle terus menerus menyuci, tangan nya terasa pegal. Ini terlalu banyak dari biasanya, tangan Alle sudah berkeriput akibat kelamaan bersentuh dengan air. Tangan nya juga sudah merah.
Alle harus menyemangati dirinya, sendiri.
•••
Suara amarah Albar menggema di setiap sudut rumah. Tentu saja hanya Alle yang bisa mendengar, karena Vania dan Alatha sedang tidak ada di rumah.
Alle berjalan menghampiri Albar yang tampak sangat emosi.
Gigi Albar bergemuletuk, ia menatap Alle yang sekarang berada di hadapannya dengan tubuh nya yang tampak lebih kurus.
"KAMU PAKAI SHAMPO ALATHA?!" tanya Albar dengan penuh nada penekanan. Albar menatap Alle dengan tatapan tidak suka.
Alle baru ingat, betapa bodoh nya dia dengan lancang sudah memakai shampo Alatha. Rambut Alle sudah berapa hari tidak keramas, ia terpaksa memakai shampo Alatha yang harganya selangit.
Alle tahu, Alle tidak akan mampu membelinya.
Alle mengangguk takut dengan perasaan yang tak kalah takut. Ia selalu tidak berani menatap mata Albar ketika sedang marah pada nya.
Albar mengambil ancang-ancang, ia mengambil satu buah gelas.
Lalu...
Prang!!!
Albar dengan penuh amarah melemparkan gelas itu hingga pecahan nya hampir mengenai kaki putih bersih Alle. Alle menghindar sedikit ke arah kanan, agar setidaknya bening-bening kaca itu sedikit menjauh dari nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
Teen Fiction"Tuhan, kata Mama dan Papa, Alle tidak pernah diinginkan untuk ada di antara keluarga ini, kata mereka, Alle seharusnya tidak menjadi bagian mereka. Bahkan, kata mereka Alle tidak pantas untuk hidup. Alle terlalu merepotkan, ya?" "Alle pengin pulang...