Ternyata menjadi anak pungut di tengah keluarga kaya jauh lebih menyakitkan dari yang aku kira.
-AlleAlle mencari barisan di tengah lapangan SMA Bayu Dharma yang tidak terlalu luas. Alle bisa bersekolah di sini pun hanya karena kepintarannya dan kerajinannya.
Sementara Alatha, gadis itu bisa menjadi murid di sini tentu karena harta gono gini Albar dan Vania.
Alle menahan keringatnya yang hendak jatuh di bagian dahi. Hari Senin memang hari yang melelahkan, sudah upacara, jam pelajaran padat, serta jam istirahat yang hanya sebentar memungkinkan mereka untuk jatuh sakit bagi yang memiliki penyakit.
Alle tidak dapat barisan, ia berbaris di barisan paling belakang. Tidak banyak memang, tapi ada saja orang yang sibuk membahas soal bagaimana Alle diperlakukan. Alle tidak mau mendengar, ia menutup kupingnya rapat-rapat.
Retha bersamanya, lebih tepatnya di sampingnya. Retha sibuk menjinjit ketika ketua barisan menyiapkan barisan nya.
Alle menoleh dengan posisi tegak nya.
"Retha, kamu ngapain?" tanya Alle.Retha kembali memutar kepala nya ke kanan menghadap Alle yang kini tengah hormat.
"Nggak papa." kata Retha sambil menggelengkan kepalanya cepat.
Alle kembali fokus dalam upacara kali ini meskipun terik matahari menyengat kulitnya yang putih bersih.
"Retha, kamu pernah jadi pengibar bendera?" tanya Alle pada Retha.
Alle menoleh ke tempat Retha sebelumnya. Namun anehnya, bukan wajah Retha yang ia lihat pertama kali. Melainkan sosok orang yang sudah dua kali ia temui.
"Belum pernah," jawab lelaki itu, ia melihat ke arah Alle yang kini membuang arah pandang.
"Nama lo siapa?" tanya lelaki bertubuh tinggi tegap itu kini.
Alle tidak menoleh, kini keringat kembali bercucuran tidak hanya di dahi nya, tapi keringat itu sudah tembus hingga ke seragam nya.
Alle menoleh melihat baju nya. "Udah kuning, kena keringat tambah kuning." ucap Alle pelan dengan nada tidak bersemangat. Mungkin, ia akan mencari uang sendiri nanti nya untuk membeli seragam sekolah baru di Ruang TU.
"Halo," ucap lelaki itu menyadarkan Alle, ia sengaja melambaikan tangannya di depan mata Alle.
"Nama lo siapa?" tanya nya sekali lagi.
"Alle," kini, Alle menjawabnya.
"Nama panjangnya?" lelaki itu semakin ingin tahu tentang Alle.
Alle menggeleng singkat. "Kamu nggak perlu tahu tentang saya." jawab Alle.
Lalu, lelaki itu memasangkan sebuah gelang pada Alle. Gelang liontin berbentuk malaikat kecil yang sedang bersiap memanah.
Alle terperanjat, ia menoleh cepat dan langsung menatap lelaki itu dengan terkejut. "Lepaskan, saya nggak mau nerima ini." ucap Alle lalu melepaskan gelang liontin itu. Ia menyerahkannya tepat pada lelaki itu.
Lelaki itu menghela napas melihat sikap keras kepala Alle, padahal maksudnya baik, ia memang membeli gelang itu untuk Alle setelah bertemu dengan Alle kemarin. Karena, ia yakin mereka tidak akan bertemu hanya sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
Teen Fiction"Tuhan, kata Mama dan Papa, Alle tidak pernah diinginkan untuk ada di antara keluarga ini, kata mereka, Alle seharusnya tidak menjadi bagian mereka. Bahkan, kata mereka Alle tidak pantas untuk hidup. Alle terlalu merepotkan, ya?" "Alle pengin pulang...