Apa yang bakal kamu lakukan jika orang yang kamu sayang disakiti?
***
Alatha tengah memperhatikan mading sekolah. Ia berharap agar akan ada segera lomba yang ia tunggu-tunggu.
Namun ternyata, tak ada lomba untuk pekan ini.
Alatha memanyunkan bibir, sedikit kecewa. Jika ada ia pasti akan ikut walau diam-diam dan harus pakai acara sembunyi-sembunyi.
Alatha menoleh ketika menyadari bahwa ada seorang lelaki yang juga tengah melihat mading.
Lelaki itu adalah topik obrolan singkat yang kemarin sore ia bahas bersama sang Kakak di halaman belakang.
Akash sama sekali tidak melihat ke arah Alatha. Matanya hanya fokus melihat tempelan-tempelan di mading. Mereka berdua pernah saling melihat satu sama lain, pernah tidak sengaja berpapasan. Karena satu sekolah, mana mungkin tidak pernah melihat apalagi tidak pernah tidak sengaja berjumpa di suatu ruangan dari banyaknya ruangan di SMA ini.
Hanya saja, keduanya sama-sama belum pernah bertatapan wajah dalam durasi yang lama atau pun lalu mengobrol walau hanya sebentar.
"Hai," sapa Alatha. Gadis itu melihat Akash.
Akash menoleh, mendapati Alatha yang kelihatannya senang mengajaknya berkenalan.
"Halo," balas Akash, lalu matanya kembali berpaling ke mading.
"Akash," panggil Alatha.
Akash menatap Alatha. "Apa?"
"Gue pernah bicarain tentang lo sama Alle." Alatha tersenyum sumringah.
***
Alatha sengaja mengajak Akash untuk duduk di lapangan. Kebetulan, saat ini adalah jam yang tepat karena jam istirahat.Di lapangan, hanya ada siswa beserta guru mapel olahraga yang sedang melaksanakan materi bulutangkis.
Mereka berdua mencari posisi yang pas karena matahari di atas cukup mampu membuat kulit mereka mengeluarkan keringat tak sehat karena sudah pukul setengah dua belas siang.
Setelah mendapatkan tempat yang cocok, mereka duduk berdua. Ditemani dengan suara riuh siswa olahraga yang mengeluh karena cuaca sedang tidak bersahabat.
Akash menyeruput es dinginnya yang ia beli di kantin tadi. Setidaknya, ia sudah menuruti keinginan napsu dari dahaganya.
Alatha melihat Akash. "Lo haus banget, ya?" Alatha menyadarkan Akash, bahwa ia ada di sini.
"Eh, iya. Lo mau?" Akash mendekatkan botol yang berisi minuman super dingin itu pada Alatha. Menawarkannya.
Alatha menggeleng singkat. "Enggak, deh. Panas-panas nggak boleh minum yang dingin-dingin, nanti sakit," kata Alatha.
Sementara Akash, lelaki itu banyak sekali membicarakan soal Alatha dalam hatinya. Kalian tidak akan tahu, ikuti saja alurnya.
Alatha menyatukan antara kedua telapak tangannya dengan bangku panjang di lapangan yang luas. "Jadi, ini emang agak sedikit aneh dan sotoy, sih." Alatha berdehem untuk memulai percakapan. "Gue bilang sama Alle kemarin kalau... gue ramal lo bakal suka sama dia," Alatha menyertai ucapan itu dengan sedikit tertawa, mengingat bahwa dirinya semacam ahli sekali dalam bidang itu. Padahal, pacaran saja baru sekali, sebulan pula.
"Lo ahli," respons Akash. Itu saja cukup.
"Maksud nya? Ahli dalam bidang cinta? Nggak, sih," elak Alatha.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
أدب المراهقين"Tuhan, kata Mama dan Papa, Alle tidak pernah diinginkan untuk ada di antara keluarga ini, kata mereka, Alle seharusnya tidak menjadi bagian mereka. Bahkan, kata mereka Alle tidak pantas untuk hidup. Alle terlalu merepotkan, ya?" "Alle pengin pulang...