︶꒦꒷♡꒷꒦︶
"Keluar!" Seorang laki-laki berteriak dari dalam tokonya. Suaranya memenuhi ruangan tersebut sampai terdengar ke luar.
Elora Mraw, seorang perempuan yang menjadi bahan bentakkan laki-laki tersebut menghentakkan kakinya dan dengan terpaksa harus keluar dari tempatnya bekerja paruh waktu. Ia pergi dengan wajah masam bukan karena marah kepada bosnya, tetapi karena ia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Ia tak sengaja mematahkan beberapa ikat bunga matahari pesanan orang padahal ia bekerja sebagai penata bouquet di toko itu.
Sudah dua kali ia dikeluarkan dari tempat kerjanya karena kecerobohannya sendiri. Sebagai anak kuliahan, Elora memilih mengisi waktu kosongnya untuk bekerja paruh waktu di akhir pekan sekedar untuk menyibukkan dirinya dan menabung.
Dia berpikir untuk segera pulang dan mengistirahatkan dirinya. Namun, mungkin hari ini memang adalah hari sialnya. Belum jauh ia melangkahkan kaki, rintik-rintik hujan mengenai kulit wajahnya dan tangannya. Elora sekali lagi harus melakukan sesuatu dengan terpaksa. Ia mau tak mau berteduh di sebuah halte bus.
Area tempatnya tinggal memang lumayan sepi. Buktinya sekarang ia berada di halte bus hanya dengan satu orang.
Orang dengan penampilan yang menurutnya cukup menarik dan tidak biasa. Sebenarnya dia sendiri tidak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas karena paparan cahaya matahari yang menyilaukan. Yang bisa dia lihat dengan pasti adalah rambut platinum blonde orang itu yang termodel dengan rapi. Dan setelan jas lengkap dengan sepatu pantofel serba hitam.
"Pergi melayat?" Elora menebak-nebak dalam hatinya.
Orang itu bersandar pada besi penyangga halte.
Hujan tak kunjung reda, membuat Elora memutuskan untuk sekalian saja pulang menggunakan bus. Sekitar 8 menit menunggu, bus yang ia tunggu telah datang. Sambil berjalan ke arah bus, Elora menyempatkan diri untuk mencuri pandang, melihat wajah orang yang menarik perhatiannya itu. Ia tak menyangka bahwa orang itu juga menatapnya. Sambil tersenyum samar.
Pipi Elora memerah. Ia tersipu malu karena, jujur orang itu tampan. Dari skala satu sampai sepuluh, Elora berani memberikan angka sebelas.
Elora membalas senyumnya lalu kemudian berlari masuk ke dalam bus agar bajunya tidak lembap akibat tetesan hujan. Ia langsung saja menuju tempat duduk paling belakang karena menurutnya kursi pada posisi tersebut adalah yang paling nyaman.
Ia menempatkan tote bagnya di atas kursi kosong tepat di sebelahnya. Saat ia memandang ke luar jendela, orang itu sudah tidak ada. Halte itu kosong tanpa orang sama sekali.
Elora berusaha untuk menyorot sepanjang trotoar untuk mencari orang itu. Tapi, usahanya itu nihil. Pikirnya, ia kehilangan kesempatan untuk mencuci mata. Sial beruntun.
Pintu bus pelan-pelan tertutup. Seseorang menepuk pelan bahu Elora saat bus baru mulai berjalan, "Boleh aku duduk di sini?" Orang itu menunjuk kursi yang ada di sebelahnya.
Ternyata, ini dia orang yang sedari tadi dicari-cari. Ia juga berada di dalam bus ini rupanya.
"Uh, iya..." Elora segera menyingkirkan tote bagnya, "Silahkan."
"T'rima kasih."
Elora jadi malu sendiri karena pemikirannya. Kenapa dari sekian banyak kursi kosong dia harus memilih kursi yang ada di dekatnya?
Daripada itu, Elora lebih memilih untuk tidak menghiraukan orang itu. Dengan salah tingkahnya, Elora akhirnya mengeluarkan handphone dan earphonenya sebagai distraksi. Kemudian, ia memutar lagu klasik favoritnya sambil melihat-lihat lowongan kerja di sekitar area rumahnya melalui handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Verlangen [Draco Malfoy]
Fantasy| Hidup seorang gadis yatim piatu yang belakangan selalu merasa kehilangan, kini digantikan dengan peristiwa yang jauh lebih mengerikan dari perkiraannya. Ia tidak menyangka akan berbenturan dengan dunia sihir sampai ia ditemukan oleh Draco untuk ke...