︶꒦꒷♡꒷꒦︶
"Untung lo nggak kembar, dek! Bisa gila gue."
Baru saja mencelikkan mata dari tidurnya, Vian sudah mengomel karena Elora lupa mencuci piringnya usai makan tadi malam.
"Ya udah, maaf. Gue lupa." Teriak Elora dari kamar. Memang Pak Dokter dirumahnya itu selalu risau kalau rumah terlihat berantakan. Meskipun, hal kecil sekalipun yang kurang rapi, pasti dia merasa geram. Vian adalah seseorang berjiwa perfeksionis. Maka, tidak terkejut kalau dia bisa menjadi dokter organ dalam dengan umur semuda itu.
Bel rumah berbunyi tepat saat Vian baru saja menyelesaikan aktivitas cuci piringnya.
Vian buru-buru ke pintu, "Apa lagi sih? Pagi-pagi udah bikin naik pitam aja orang-orang!" Vian bermonologue, lalu membuka pintu. Vian sudah siap untuk menutup pintunya kembali kalau orang yang ada di depan pintu adalah Draco, namun... siapa ini?
Diperhatikannya orang yang berdiri di depannya sambil memegang kertas-kertas. Lama kelamaan ekspresi senyum sumringahnya itu membuat Vian bergidik ngeri, "Mohon maaf, saya nggak butuh koran hari ini. Makasih." Orang ini pasti adalah tukang koran atau agen sedot WC, pikir Vian.
Pintu rumah sudah setengah ditutup, namun orang itu menahan, "Saya temannya Elora, Om."
Keduanya salah paham. Pasti orang itu mengira Vian adalah ayah Elora.
Di satu sisi, Vian menahan semburan tawanya, tetapi di sisi lain dia jadi memikirkan wajahnya, "Memangnya muka gue setua itu ya?" Dirinya bergumam.
Vian menjentikkan jarinya. Ini adalah kesempatan emas bagi Vian untuk menjahili orang ini. Dia ingin menghibur dirinya sendiri dan tetap memainkan peran sebagai ayah Elora.
"Oalahhhhhhh... Temannya Elora toh. Kalau boleh tanya, siapa ya?" Siapa sangka Vian dapat mempraktikkan nada kebapakan.
"Temannya, Om."
Vian menggeram. Benarkah ada teman Elora yang sebodoh ini?, "Maksud saya, namu kamu siapa?"
"Oh. Nama saya Cedric Diggory. Salam kenal." Cedric menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
Vian yang sedari tadi senyum-senyum tidak karuan, seketika sedikit terkejut. Mendengar namanya saja sudah membuat kuping Vian jadi panas. Kalau menampar orang asing itu lumrah, mungkin telapak tangan Vian sudah sampai di pipi orang itu.
Mau tidak mau, Vian tetap menjalankan perannya. Vian menjabat tangan Cedric dengan sangat tidak rela. Ditekannya salaman itu kuat-kuat, sama seperti yang dilakukan Draco kepada Cedric waktu itu. Ternyata mereka kompak juga dalam hal ini.
Bila salaman tetap dilanjutkan, bisa-bisa tulang jarinya retak. Jadi, Vian segera melepaskannya, "Bentar ya, nak Cedric. Saya panggilkan dulu anak saya." Ucap Vian sambil menutup kembali pintu rumahnya, bersamaan dengan Elora yang keluar dari kamarnya setelah bebersih dan sedikit berdandan.
"Ada siapa, Kak?" Tanya Elora yang mendengar suara samar saat di kamar tadi.
Vian menyuruh Elora untuk mengecilkan suaranya. Dia harus berbisik agar penyamarannya tidak ketahuan, "Ada si Cedric. Dia kira gue bapak lo. Kocak banget sumpah."
Elora terkejut mendengar penyampaian Vian, "Demi apa? Bentar, gue kelar deh." Ia berjalan sambil menggaruk kepalanya resah.
"Mau gue temenin nggak?" Tanya Vian, waspada.
"Enggak usah, enggak apa." Elora harap dia bisa mengatasi hal seperti ini sendiri. Lagipula, apa yang harus dicemaskan.
Namun Vian tidak mungkin tinggal diam, "Oke. Hati-hati. Gue pantengin dari dalam."

KAMU SEDANG MEMBACA
Verlangen [Draco Malfoy]
Fantasía| Hidup seorang gadis yatim piatu yang belakangan selalu merasa kehilangan, kini digantikan dengan peristiwa yang jauh lebih mengerikan dari perkiraannya. Ia tidak menyangka akan berbenturan dengan dunia sihir sampai ia ditemukan oleh Draco untuk ke...