Episode 23

2.3K 191 6
                                    

Selamat Membaca!
--------------------------

Sepiring ayam kremes dan segelas es teh hadir di hadapan mereka berdua setelah diantarkan oleh sang pelayan. Aroma yang lezat seiring asap dari ayam kremes panas itu menguar tidak membuat Zara dan Abian memperhatikan makanannya. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri, saling menatap dengan berbagai pikiran yang bercokol di benak masing-masing.

"Abian," panggil Zara memecahkan keheningan.

"Iya?" Abian menyelami bola mata Zara yang merefleksikan dirinya. Jantungnya berdetak kencang hanya karena mendengar suara lembut dari mulut perempuan itu.

"Sebelumnya aku mau bilang ... kamu jangan pernah terlalu berharap sama manusia ya."

"Kenapa?" tanya Abian dengan degupan yang bertalu-talu. Dalam benaknya ia mempunyai pikiran buruk, jika Zara menolak ajakan Abian kala itu.

"Takut, kalau manusia yang kamu harapkan itu enggak bisa memenuhi ekspektasimu kamu bakal merasa jatuh sejatuh-jatuhnya. Beda lagi kalau kamu cuma berharap sama Yang Di Atas, rasa sedihnya bakal beda."

"Apa ada kaitannya sama pertanyaan aku kemarin?"

Zara menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil yang meninggalkan kesan misterius di mata Abian. "Enggak, aku cuma ngasih tau aja."

Pagi tadi ketika Abian sedang sibuk mengetik jalan cerita untuk karyanya yang kedua di kamar hanya dengan cahaya matahari yang masuk melalui celah sempit antara jendela dengan dinding. Ia dikejutkan dengan ponselnya yang menyala seiring terdengar suara khas dari aplikasi pesan instan dari sebelah laptopnya, yang pesannya dikirim oleh Zara.

Zara Assyifa
Malem ini ketemu yuk. Aku tunggu di ayam kremes Pak Cip.

Kacamata radiasi yang hanya ia kenakan ketika menghadap laptop dilepas. Abian lantas memijat batang hidung di antara kedua mata dan mengerjapkan netranya beberapa kali. Ia terpaku selama lima menit, sebelum membalaskan pesan dari perempuan uniknya.

Abian Rahardjo
Mau aku jemput?

Zara Assyifa
Enggak usah. Langsung ke sana aja habis maghrib.

Abian Rahardjo
Oke

Abian bertanya-tanya. Apakah Zara akan memberikan jawabannya pada hari itu juga atau ada hal lain yang ingin diutarakan perempuan itu? Karena ia sendiri tidak memberi paksaan pada Zara untuk segera menjawab pertanyaannya malam itu.

Sentuhan lembut yang ia rasakan di tangan membuat Abian berulang kali mengerjapkan mata, bangkit dari lamunan. Ia melihat salah satu ciptaan Tuhan yang sedang tersenyum manis sekali padanya. Meskipun sudut bibirnya hanya terangkat sedikit tetapi ia bisa melihat pancaran dari mata bening Zara.

"Kamu kenapa ngelamun?" tanya perempuan itu sambil melepas jemarinya dari atas tangan Abian.

Namun, Abian menahan jemari perempuan itu dan kali ini ia yang mengusap tangan Zara dengan jempol yang mengelus punggung tangan dan sisa jarinya ia gunakan untuk mengenggam erat. Ia pun menatap lekat Zara dengan menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan sang puan.

Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantungnya saat ini, karena anggap saja organ vital itu rasanya ingin keluar dari tempatnya. Untuk kali pertama, ia dapat merasakan lembutnya tangan perempuan yang ada di depannya. Karena beberapa kali ia hanya bisa mengenggam tanpa bisa mengusapnya itu pun karena keadaan yang mendukung seperti menyeberang jalan.

Afektasi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang